بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
SAMBUTLAH DAN MULIAKANLAH TAMU ANDA
.Islam merupakan agama yang sempurna karena selalu memberikan rahmat kepada umat manusia. Salah satu bukti rahmat tersebut yaitu perintah untuk memuliakan tetangga dan tamu, tanpa memandang dari agama dan golongan manapun.
Di antara perkara yang Nabi SAW perintahkan kepada kaum mukminin, adalah memuliakan tetangga dan haram bagi seorang mukmin menyakiti tetangganya.
Nabi memerintahkan kaum mukminin agar menjamu tamunya dengan baik.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda yang artinya,
”Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
|
Al Imam Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan:Dalam hadits yang lain disebutkan,“Makna hadits tersebut adalah bahwa barangsiapa yang berupaya untuk menjalankan syari’at Islam, maka wajib bagi dia untuk memuliakan tetangga dan tamunya, serta berbuat baik kepada keduanya.“
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya yaitu jaizah-nya. Para shahabat bartanya apa yang dimaksud dengan jaizah itu?Rasulullah menjawab: jaizah itu adalah menjamu satu hari satu malam (dengan jamuan yang lebih istimewa dibanding hari yang setelahnya). Sedangkan penjamuan itu adalah tiga hari adapun selebihnya adalah shadaqah.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Fathul Bari’ hadits no. 6135)
Dari keterangan ini sangat jelas bahwa Islam merupakan agama yang terdepan dan paling sempurna dalam memuliakan tamu. Memualiakan tamu merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Allah subhanahu wata’ala lewat lisan Rasul-Nya yang mulia, memberitakan kepada kita bahwa perkara pemuliaan tamu berkaitan dengan kesempurnaan iman seseorang. Sehingga salah satu tanda sempurnanya iman seseorang bisa diketahui dari sikapnya kepada tamu.
Semakin baik ia menyambut dan menjamu tamu, semakin tinggi pula nilai keimanannya kepada Allah. Dan sebaliknya, manakala ia kurang perhatian atau meremehkan tamunya, maka ini pertanda kurang sempurna nilai keimanannya kepada Allah.
|
Memuliakan tamu juga telah dicontohkan oleh orang-orang shalih sejak jaman dahulu. Misalkan dalam al-Qur’an disebutkan bagaimana cara Nabi Ibrahim menjamu tamunya.
Ketika Allah memberitakan kepada Nabi Ibrahim akan kelahiran seorang anak, Ishaq, Allah mengutus para Malaikat untuk menyampaikan kabar gembira tersebut. Allah berfirman:
“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (para Malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan salam,Ibrahim menjawab: salamun, (kalian) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi yang gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim berkata: Silahkan kalian makan…” (Adz Dzariyat: 24-27)
Demikian pula, sikap yang terpuji ini juga ditunjukkan oleh para sahabat Anshar ketika menyambut para sahabat Muhajirin. Ketika sahabat Muhajirin sampai di Madinah, para sahabat Anshar berlomba-lomba untuk menyambut dan menjamu mereka dengan sebaik-baiknya.
Bahkan mereka lebih mengutamakan kebutuhan kaum Muhajirin daripada kebutuhan diri mereka sendiri, walaupun sebenarnya mereka sendiri pun sangat membutuhkannya. Sehingga kisah ini Allah abadikan di dalam al-Qur’an surat Al Hasyr: 9, sebagai tanda kebersihan dan kejujuran iman para shahabat Rasulullah dan sekaligus sebagai uswah bagi generasi sesudahnya.
Dari keterangan di atas maka tak salah jika Imam Nawawi berkata:(59) Al-Hashr – Surah PENGUSIRANDan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman [Ansar] sebelum [kedatangan] mereka [Muhajirin], mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka [orang Muhajirin]; dan mereka mengutamakan [orang-orang Muhajirin], atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan [apa yang mereka berikan itu].Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (9)
“Menjamu dan memuliakan tamu adalah termasuk adab dalam Islam dan merupakan akhlak para nabi dan orang-orang shalih.” (Syarh Shahih Muslim)
|
Adab Menjamu Tamu
Di antara adab menerima dan menjamu tamu antara lain:1. Bersegera dalam menyambut dan menjamu tamu.
- Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim, beiau bersegera untuk mendatangi keluarganya dan mempersiapkan hidangan untuk menjamu tamunya. Tanpa harus menawari dulu kepada tamunya. Perintah untuk bersegera dalam beramal ini juga merupakan tuntunan Islam. Rasulullah bersabda:
“Bersegeralah dalam beramal …” (HR. Muslim)2. Menjawab salam dengan yang terbaik.
- Dalam ayat di atas juga terdapat tuntunan dalam menjawab salam, yaitu dengan serupa atau yang lebih baik, sebagaimana firman Allah (artinya):
“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan (salam), maka balaslah penghormatan (salam) itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (An Nisa’: 86)3. Menghidangkan kepada tamu dengan hidangan yang paling baik.
- Ini sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim ketika menghidangkan daging anak sapi yang gemuk kepada para tamunya.
- Nabi Ibrahim meletakkan hidangan tersebut tidak jauh dari tempat para tamunya. Ini tentunya untuk memudahkan tamunya menikmati hidangan tersebut.
- Nabi Ibrahim berkata kepada tamunya: ”Keselamatan atas orang-orang yang tidak dikenal”. Beliau tidak mengatakan ”Keselamatan atas kalian, kalian adalah orang-orang yang tidak dikenal”. Ketika menghidangkan makanan Ibrahim berkata, ”Silahkan kalian makan”
- Beliau tidak mengatakan: ”Makanlah”. Jadi menggunakan lafadz “Silahkan” atau yang semisalnya.
- Ini dilakukan oleh Nabi Luth ketika datang kepadanya para Malaikat yang menjelma sebagai tamu yang sangat tampan wajahnya.
- Kedatangan tamu-tamu tersebut mengundang fitnah terhadap kaumnya dan mereka hendak berbuat Liwath (homoseks). Menghadapai hal itu Nabi Luth berupaya untuk menjaga dan melindungi tamunya dari kekejian yang hendak dilakukan oleh kaumnya (Lihat surat Hud ayat 77-83 dan Al Hijr ayat 67-71.)
- Ketika tuan rumah sedang mempunyai masalah, hendaknya tidak ditunjukkan kepada tamunya. Jika kekesalan itu tertuju pada tamunya, hendaknya tetap bersikap ramah.
- Karena berlaku tidak ramah kepada tamu, berlawanan dengan muru`ah (prestise) tuan rumah yang justru harus dijaga.
8. Tidak terburu-buru mengangkat hidangan dari meja tamu sebelum tamu benar-benar memakanannya dan membersihkan tangannya.
- Ini untuk menghindari dari tersinggungnya Tamu kita.
9. Tidak memaksa tamu memakan hidangan yang mungkin tidak disukainya, baik karena selera, atau karena terlalu banyak.
- Ini untuk menghindari dari tersinggungnya Tamu kita.