Pengertian Struktur Modal
Pada
dasarnya tugas manajer keuangan perusahaan adalah berusaha mencari
keseimbangan finansial neraca yang dibutuhkan serta mencari susunan
kualitatif neraca tersebut dengan sebaik-baiknya. “Pemilihan susunan
kualitatif pada sisi assets akan menentukan struktur kekayaan
perusahaan, sedangkan pemilihan susunan kualitatif dari sisi liabilities
dan equities akan menentukan struktur keuangan dan struktur modal perusahaan”
(Riyanto, 1984, p.4). Wasis (1981) menyatakan bahwa struktur modal
harus dapat dibedakan dengan struktur keuangan. Struktur keuangan
menyatakan dengan cara bagaimana harta perusahaan dibiayai.
Oleh karena itu struktur keuangan adalah keseluruhan yang terdapat di
dalam Neraca sebelah kredit. Pada neraca sebelah kredit terdapat hutang
jangka panjang maupun jangka pendek, dan modal sendiri baik jangka
panjang
maupun jangka pendek. Jadi struktur keuangan mencakup semua
pembelanjaan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sebaliknya
struktur modal hanya menyangkut pembelanjaan jangka panjang saja. Tidak
termasuk pembelanjaan jangka pendek.
Weston dan Copeland (1992)
memberikan definisi struktur modal sebagai pembiayaan permanen yang
terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang
saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa,
modal disetor atau surplus modal dan akumulasi laba ditahan. Bila
perusahaan memiliki saham preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan
pada modal pemegang saham.
Menurut Lawrence, Gitman (2000, p.488),
definisi struktur modal adalah sebagai berikut: ”Capital Structure is
the mix of long term debt and equity maintained by the firm”. Struktur
modal perusahaan menggambarkan perbandingan antara hutang jangka panjang
dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan. Ada dua macam tipe
modal menurut Lawrence, Gitman (2000) yaitu modal hutang (debt capital)
dan modal sendiri (equity capital). Tetapi dalam kaitannya dengan
struktur modal, jenis modal hutang yang diperhitungkan hanya hutang
jangka panjang.
Komponen Struktur Modal
1. Hutang Jangka Panjang
Jumlah
hutang di dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang
digunakan dalam operasi perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa
hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya
pinjaman jangka panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang
jangka pendek.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003, p.324), “hutang
jangka panjang merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan jangka
panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya 5 – 20
tahun”. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka
(pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen,
untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan
penerbitan obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat
obligasi, dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut).
Mengukur
besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (debt ratio)
dilakukan dengan cara membagi total hutang jangka panjang dengan total
asset. Semakin tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal pinjaman
yang digunakan di dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Beberapa
hal yang menjadi pertimbangan manajemen sehingga memilih untuk
menggunakan hutang menurut Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai
berikut:
1. Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah bunga yang dibayarkan besarnya tetap.
2. Hasil yang diharapkan lebih rendah daripada saham biasa
3. Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai hutang.
4. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak
5. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan peraturan penebusan dalam perjanjian obligasi.
Kreditur (investor) lebih memilih menanamkan investasi
dalam bentuk hutang jangka panjang karena beberapa pertimbangan.
Menurut Sundjaja at. al (2003), pemilihan investasi dalam bentuk hutang
jangka panjang dari sisi investor didasarkan pada beberapa hal berikut:
1. Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun likuidasi kepada pemegangnya.
2. Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti.
3. Dilindungi oleh isi perjanjian hutang jangka panjang (dari segi resiko).
4. Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan obligasi).
2. Modal Sendiri
Menurut
Wasis (1981), dalam struktur modal konservatif, susunan modal
menitikberatkan pada modal sendiri karena pertimbangan bahwa penggunaan
hutang dalam pembiayaan perusahaan mengandung resiko yang lebih besar
dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri. Menurut Sundjaja at al.
(2003, p.324), “modal sendiri/equity capital adalah
dana jangka
panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan (pemegang
saham), yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham preferen dan saham
biasa) serta laba ditahan”.
Pendanaan dengan modal sendiri akan
menimbulkan opportunity cost. Keuntungan dari memiliki saham perusahaan
bagi owner adalah control terhadap perusahaan. Namun, return yang
dihasilkan dari saham tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak
pertama yang menanggung resiko perusahaan. Modal sendiri atau ekuitas
merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan
atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam
perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan modal
pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2 (dua) sumber utama dari modal
sendiri yaitu:
a) Modal saham preferen
Saham preferen memberikan
para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih
senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh
karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang
banyak.
Beberapa keuntungan penggunaan saham preferen bagi manajemen menurut Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan.
2.
Fleksibel karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk tetap
pada posisi menunda tanpa mengambil resiko untuk memaksakan jika usaha
sedang lesu yaitu dengan tidak membagikan bunga atau membayar pokoknya.
3.
Dapat digunakan dalam restrukturisasi perusahaan, merger, pembelian
saham oleh perusahaan dengan pembayaran melalui hutang baru dan
divestasi.
b) Modal saham biasa
Pemilik perusahaan adalah pemegang
saham biasa yang menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat
pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang
disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah
seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.
Ada
beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa bagi kepentingan
manajemen (perusahaan), menurut Sundjaja at. al (2003), yaitu :
1.
Saham biasa tidak memberi dividen tetap. Jika perusahaan dapat
memperoleh laba, pemegang saham biasa akan memperoleh dividen. Tetapi
berlawanan dengan bunga obligasi yang sifatnya tetap (merupakan biaya
tetap bagi perusahaan), perusahaan tidak
diharuskan oleh hukum untuk selalu membayar dividen kepada para pemegang saham biasa.
2. Saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo.
3.
Karena saham biasa menyediakan landasan penyangga atas rugi yang
diderita para kreditornya, maka penjualan saham biasa akan meningkatkan
kredibilitas perusahaan.
4. Saham biasa dapat, pada saat-saat
tertentu, dijual lebih mudah dibandingkan bentuk hutang lainnya. Saham
biasa mempunyai daya tarik tersendiri bagi kelompok-kelompok investor
tertentu karena (a) dapat memberi pengembalian yang lebih tinggi
dibanding bentuk hutang lain atau saham preferen; dan (b) mewakili
kepemilikan perusahaan, saham biasa menyediakan para investor benteng
proteksi terhadap inflasi secara lebih baik dibanding saham preferen
atau obligasi. Umumnya, saham biasa meningkat nilainya jika nilai aktiva
riil juga meningkat selama periode inflasi.
5. Pengembalian yang
diperoleh dalam saham biasa dalam bentuk keuntungan modal merupakan
obyek tarif pajak penghasilan yang rendah. (Weston & Copeland)
Menurut Wasis (1981, p.81), “pemilik yang menyetorkan modal akan menjadi
penanggung resiko yang pertama. Artinya bahwa pihak non pemilik tidak
akan menderita kerugian sebelum kewajiban dari pemilik ditunaikan
seluruhnya.
Kerugian perusahaan pertama-tama harus dibebankan kepada
pemilik. Dari segi investor (Sundjaja, 2003), keuntungan menggunakan
saham (modal sendiri) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki hak suara (hak kendali) dalam perusahaan.
2. Tidak ada jatuh tempo.
3.
Karena menanggung resiko yang lebih besar, maka kompensasi bagi
pemegang modal sendiri lebih tinggi dibanding dengan pemegang modal
pinjaman.