Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Baca Juga Artikel Lainnya

  1. Hadist Tentang Shalat Tasbih
  2. Hadist Tentang Shalat dan Haid
  3. Hadist Tentang Tayamum
  4. Hadits Meninggal Hari Jumat
  5. Hewan Kurban dan Waktu Penyembelihan


Masa berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan diperkirakan berlangsung pada kala Pleistosen. Masa yang berlangsung beberapa juta tahun tersebut merupakan masa terpanjang yang dilalui oleh manusia purba dalam sejarah kehidupannya. Jadi, tidak mengherankan apabila manusia puba jenis Meganthropus, Pithecantropus hingga homo sapiens mengalami masa ini.
Aktivitas berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan merupakan aktivitas sederhana yang bisa dilakukan manusia ketika itu. Mereka tinggal mengambil makanan secara langsung  dari alam dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan atau biasa disebut food gathering.
Manusia atau masyarakat yang berkembang pada tahap ini memilih tinggal di dataran-dataran rendah dan dekat dengan sumber air. Mereka selalu berpinda-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal yang permanen yang disebut pola kehidupan nomaden. Kehidupan seprti ini menyebabkan mereka mereka sedikit menghasilkan barang-barang kebudayaan.
Hasil kebudayaan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan hanyalah berupa alat-alat yang terbuat dari batu,tulang,dan kayu.Namun ,karena tulang dan kayu merupakan benda yang rapuh, jadi yang ditemukan lebih banyak peninggalan dari batu. Alat-alat yang ditemukan pada masa berburu ini masih berbentuk sederhana,yaitu masih kasar.Penemuan sejumlah alat dari batu yang ditemukan oleh von koenigswald di pacitan jawa timur pada tahun 1935. Alay yang ditemukan, yaitu kapak perimbas, kapak genggam dan kapak penetak.
Kapak perimbas tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan cara menggenggam. Selain di pacitan, oleh ahli lainnya ditemukan pula di gombong, ciamis, sukabumi, Bengklu, lahat, bali dan Flores. Kapak genggam, bentuknya hamper serupa dengan kapak perimbas hanya saja ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kapak perimbas. Sedangkan kapak penetak, bentuknya hamper sama dengan kapak perimbas, namun  kebalikan dari kapak genggam, yaitu ukurannya lebih besar dari kapak perimbas. Kapak genggam dan kapak penetak banyak ditemukan di hamper seluruh wilayah Indonesia.
Para ahli membagi masa berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan menjadi dua, yakni tingkat sederhana dan tingkat lanjut. Pada masa berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan tingkat sederhana, mereka berburu dan mengumpulkan makanan apapun yang dapat mereka makan. Sedangkan pada masa berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan tingkat lanjut, mereka mulai menghususkan diri untuk berburu hewan tertentu untuk mereka makan. 
Pengkhususan hewan buruan pada tingkat lanjut dilakukan karena pada masa ini mereka sudah bisa mengidentifikasi jenis hewan mana yang mudah diburu, dan mana yang termasuk hewan buas. Dengan kemampuan ini, mereka lebih mudah dalam mengumpulkan makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Jenis tumbuhan yang mereka kumpulkan untuk dijadikan bahan makanan sudah lebih beragam dan tidak hanya terbatas pada bahan makanan yang ada di darat saja. Mereka pun sudah mulai memakan makanan yang ada di laut, misalnya ikan, kerang, burung laut dan hewan laut lainnya. Dengan semakin beragamnya jenis makanan tersebut, kehidupan orang-orang pada zaman ini sudah mulai bersifat setengah menetap.
Pada masa ini, diduga kepercayaan telah muncul. Hal ini dibuktikan dengan penemuan bukti-bukti tentang penguburan yang ditemukan di gua lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timut; Gua Sodong, Besuki, jawa timur; dan di Bukit Kerang, Aceh Tamiang, NAD. Diantara mayat-mayat yang dikubur ada yang ditaburi cat merah. Diperkirakan cat merah ini berhubungan dengan upacara penguburan dengan maksud memberikan kehidupan baru di alam baka. 
Selain itu, ditemukan pula lukisan cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah di dinding-dinding Gua Leang Pattae, Sulawesi Selatan. Menurut para ahli, hal ini mungkin mengandung arti kekuatan atau symbol kekuatan pelindung untuk mencegah roh-roh jahat. Beberapa diantaranya tidak lengkap gambar jarinya. Hal tersebut dianggap sebagai tanda adat berkabung.
Lukisan gua juga ditemukan di Papua dan Pulau Seram. Di dua tempat ini ditemukan lukisan kadal. Lukisan ini diperkirakan mengandung arti lambang kekuatan magis, yaitu sebagai penjelmaan roh nenek moyang atau kepala suku yang sangat mereka hormati.
Sumber referensi :
·         Farid, samsul. 2013. Sejarah Indonesia untuk SMA-MA/SMK kelas X. Bandung : Yrama Widya