Pada
dasarnya Allah SWT menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan,
seorang pria berpasangan dengan seorang wanita. Sebagaimana Allah SWT
telah menciptakan manusia yang pertama kali, yaitu Adam yang berpasangan
dengan Hawa. Dengan adanya keduanya, yakni Adam dan Hawa maka lahirlah
manusia-manusia sampai sekarang ini.
Dalam hukum Islam, pertemuan
atau perpasangan pria dan wanita disahkan lewat pernikahan, yang telah
ditetapkan sebagai sunnah Rasulullah SAW. Dalam pernikahan terdapat
beragam hikmah, diantaranya adalah memperoleh keturunan / melestarikan
keturunan (hifdun nasl), memperoleh keturunan merupakan kebahagiaan yang
didamba-dambakan oleh setiap pasangan suami istri.
Beragam cara digunakan untuk
memperoleh keturunan, baik dengan jalan berhubungan intim antar suami
istri, konsultasi pada dokter kandungan, inseminasi buatan, bahkan
sampai pada pembuatam bayi secara test tube baby atau yang lebih popular
dikenal dengan bayi tabung. Memang benar tujuan dari pernikahan adalah
memperoleh keturunan, namum perlu diketahui bahwa dalam hukum Islam pun
terdapat aturan main dalam mendapatkan keturunan. Agar keturunan yang
diperoleh sah secara Islami dan mendapatkan keturunan yang shalih dan
shalihah, yang mampu mendo’akan kedua orang tuanya sebagai bentuk birrul
walidain.
Namun memperoleh keturunan
dengan cara bayi tabung merupakan proses produksi bayi atau keturunan
dengan menggunakan jalan atau cara yang tidak lazim, yang menggunakan
alat bantu selain dari kelamin kedua suami istri. Maka pada kesempatan
kali ini hendaknya kita mengetahui bagaimana sebenarnya bayi tabung
tersebut, dan bagaimana pula pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan
bayi tabung, agar kita tidak melampaui batas-batas hukum Islam dalam
memperoleh keturunan.
Ada banyak pertanyaan mengenai masalah tersebut, seperti:
1. Apa pengertian bayi tabung ?
2. Bagaimana proses pembuatan bayi tabung ?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap bayi tabung ?
Berikut akan dijelaskan satu per satu mengenai masalha tersebut.
1. Pengertian bayi tabung
Bayi
tabung merupakan penemuan baru oleh akal manusia dibidang kedokteran,
yang sejak lama diusahakan oleh para pakar kandungan untuk menolong para
wanita yang sulit hamil. Tets tube baby atau bayi tabung yang di
dapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim sehingga
terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu
kedokteran.
Proses pembuahan dengan metode
bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur isteri,
sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel
sperma suami ke sel telur isteri. Sel sperma tersebut kemudian akan
membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami. Sel telur yang telah
dibuahi ini kemudian diletakkan pada rahim isteri dengan suatu cara
tertentu sehingga kehamilan akan terjadi secara alamiah di dalamnya.
Dalam kehidupan modern ini, ada
kemungkinan seorang istri menghamilkan suatu benih laki-laki bukan
melalui jalur biasa, yaitu melalui hubungan kelamin. Tetapi melalui cara
suntikan atau operasi, sehingga benih laki-laki itu di tempatkan
kedalam rahim istri (wanita) itu sampai ia mengandung. Karena benih
laki-laki disedot dari zakar laki-laki itu dan disimpan lebih dulu dalam
suatu tabung, maka kehamilan seperti itulah yang dinamakan kehamilan
bayi tabung.
Ahmad Al-Hajj Al-Kurdi
mengunggkapkan bawa bayi tabung adalah meletakkan ovum (bibit) perempuan
kedalam tabung dan mengawinkannya dengan bibit laki-laki, dan
memindahkan kedalam rahim perempuan.
Dari
uraian tersebut dapat diambil pengertian bahwa bayi tabung adalah
pembuahan yang dilakukan di luar rahim, untuk mempersatukan sperma
laki-laki dan ovum (sel telur) perempuan dalam sebua tabung dalam alat
medis, kemudian dimasukkan atau ditempatkan dalam rahim perempuan.
2. Proses pembuatan bayi tabung
Proses
atau cara dalam memperoleh keturunan dengan jalan bayi tabung yaitu
pembuahan yang dilakukan di luar rahim, perlu disediakan ovum (sel
telur) dan sperma. Ovum diambil dari tuba follopii (kandung telur)
seorang ibu, dan sperma diambil dari ejakulasi seorang ayah. Sperma
tersebut diperiksa terlebih dahulu apakah mengandung benih yang memenuhi
persyaratan atau tidak. Begitu juga dengan sel telur dari seorang ibu.
Dokter berusaha menentukan dengan tepat saat ovulasi (bebasnya sel telur
dari kandung telur), dan memeriksa apakah terdapat sel telur yang masak
atau tidak pada saat ovulasi tersebut. Bila pada saat ovulasi terdapat
sel-sel yang benar-benar masak, maka sel telur tersebut dihisap dengan
sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut. Sel telur itu kemudian
ditaruh dalam suatu tabung kimia dan agar sel telur tetap dalam keadaan
hidup, sel telur tersebut disimpan di laboratorium yang diberi suhu
menyamai panas badan seorang wanita.
Kedua sel kelamin tersebut (sel
telur dan sperma) dibiarkan bercampur (zygote) dalam tabung sehingga
terjadilah fertilasi. Zygote yang dihasilkan berkembang dalam medium
tang terdapat dalam tabung reaksi, sehingga menjadi morulla. Morulla
yang terbentuk melalui teknik embrio transfer dinidasikan kerahim
seorang ibu yang telah disiapkan, dan akhirnya ibu akan hamil.
Berdasarkan penelitian ahli kedokteran dapat diketahui beberapa kemungkinan terjadinya pembuahan dalam bayi tabung, yaitu :
a.
Pembuahan di luar tubuh, antara sperma suami dengan ovum istri dan
diinplantasikan dalam rahim istri. Dalam hal ini spermatozoon, ovum dan
kehamilan seluruhnya berasal dari suami-istri yang bersangkutan.
b. Pembuahan di luar tubuh antara sperma donor dengan ovum istri. Sedang inplantasinya tetap pada rahim istri.
c. Pembuahan yang berasal dari suami-istri hanyalah unsur spermatozoon dan kehamilan saja, sedang ovum berasal dari orang lain.
d. Pembuahan yang spermatozoon dan ovum berasal dari suami-istri, tetapi kehamilannya dititipkan kepada wanita lain.
3. Pandangan Islam terhadap bayi tabung
Dapat
dikatakan bahwa, masalah bayi tabung adalah masalah yang sama sekali
baru, belum dibicarakan oleh para ahli fiqih (fuqoha’) tedahulu. Lebih
dari itu Al-qur’an dan Hadits pun tidak membahas secara emplisit masalah
tersebut. Karena itu, dalam membahas dan menyelesaikan masalah bayi
tabung ini diperlukan ijtihad kolektif, yang melibatkan dari para ahli
dari berbagai disiplin ilmu, terutama ahli kedokteran, biologi dan ahli
agama Islam. Dengan pengkajian multidisipliner itu diharapkan dapat
ditetapkan hukumnya.
Dalam menetapkan hukum bayi
tabung tedapat berbagai macam pendapat, sepertihalnya ditubuh golongan
Muhammadiyah sendiri terdapat dua pendapat. Pendapat yang pertama
mengatakan hukumnya mubah, dengan syarat sebagai berikut :
a. Teknis pengambilan sperma dengan cara yang tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
b. Penempatan zygote sebaiknya dilakukan oleh dokter wanita.
c. Resepien adalah istri sendiri.
Perlu diketahui bahwa rahim
wanita bukanlah seperti panci dapur, yang isinya bisa dipindahkan
seenaknya dari yang satu ke yang lain. Akan tetapi ia akan memiliki
andil dalam proses pembentukan janin yang mengkonsumsi zat makanan yang
dibutuhkan dari darah wanita tersebut. Ibu adalah orang yang
melahirkannya, dialah walidah (wanita yang melahirkan). Bagaimana
mungkin seorang wanita melahirkan tetapi tidak menjadi ibunya.
Pendapat pertama ini merujuk kepada beberapa ayat Al-qur’an yang artinya sebagai berikut :
"Allah
menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu…-al-ayat-" (Al-Nahl : 72)."Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak … -al-ayat-" (Ali Imran : 14).
"Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa." ( Al-Furqan : 54).
"Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir. " (Al-Rum : 21).
Pendapat yang pertama ini tidak
menjelaskan secara eksplisit cara pengambilan dalil dari ayat-ayat di
atas. Namun demikian, penggunaan ayat-ayat di atas dapat ditelusuri
dengan memperhatikan ayat demi ayat dan menghubungkannya dengan masalah
bayi tabung. Dalam beberapa hal dapat dibandingkan dengan pendapat
beberapa ahli tafsir. Dengan memperhatikan ayat 72 surat Al-Nahl dapat
dipahami, bahwa manusia secara nalurilah menghendaki keturunan atau anak
cucu. Bahkan manusia akan merasa bangga dengan keturunan yang
diperolehnya, hal ini diisyaratkan oleh ayat 14 surat Ali-Imran dan ayat
54 surat Al-Furqan.
Sebaliknya apabila pasangan
suami istri tidak dapat memperoleh keturunan, maka pasangan itu akan
merasa resah dan gelisah. Padahal perkawinan seperti diisyaratkan oleh
ayat 21 surat Al-Rum di atas, diharapkan dapat menjadi tempat untuk
memperoleh ketenteraman dan mencurahkan kasih sayang. Karena itu, usaha
pasangan suami istri yang tidak atau belum dikaruniai anak perlu
digiatkan, sampai keturunan itu dapat diperolehnya.
Sementara itu kelompok yang
kedua berpendapat bahwa bayi tabung dalam berbagai bentuk dan sifatnya
hukumnya haram. Diantara alasan yang digunakan oleh kelompok ini adalah
bahwa pelaksanaan bayi tabung ternyata tidak ada petunjuk dari para
Rasul. Kelihatannya alasan ini bertentangan dengan prinsip dan manhaj
berijtihad yang telah ditetapkan oleh Muhammadiyah sendiri. Menurut
prinsip yang ditetapkan oleh Muhammadiyah bahwa segala sesuatu yang
bukan ibadah mahdhah tetapi masuk kekelompok al-umur al-dunyawiyat harus
menggunakan akal yang cerdas dan fitri, dengan tetap merujuk kepada
Al-qur’an dan Hadist.
Dari pendapat yang kedua ini
kelihatannya argumennya sangat lemah, jadi lebih utama pendapat dari
kelompok yang pertama. Kalau diperhatikan secara seksama, masalah bayi
tabung ini lebih banyak berhubungan dengan masalah teknis atau proses
memperoleh keturunan, bukan tentang proses hubungan laki-laki dan
perempuan atau pernikahan. Selama proses pernikahan sudah dapat
dibenarkan oleh syari’at Islam, maka suami istri boleh menempuh cara
yang tidak lazim untuk memperoleh keturunan. Masalah ini termasuk
masalah yang baru, karena itu pendekatan mashlahat perlu menjadi
pertimbangan utama. Salah satu unsur mashlahat dalam kasus ini adalah
untuk memperoleh keturunan. Hal ini termasuk kebutuhan yang termasuk
peringkat dzurriyat. Karena itu, sepanjang tidak berbenturan dengan
nash yang qat’i baik wurud maupun dalalat-nya, bayi tabung dengan sperma
dan ovum dari suami istri yang sah, hukumnya mubah.
Sedangkan hukum memproses bayi tabung menurut pandangan Nahdhotul Ulama’ dapat ditafsili menjadi tiga, yakni :
a.
Apabila mani yang di tabung dan yang dimasukkan kedalam rahim wanita
tersebut ternyata bukan mani suami istri, maka hukumnya haram.
b.
Apabila mani yang di tabung tersebut mani suami istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram.
c.
Apabila mani yang di tabung itu mani suami istri dan cara
mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke delam rahim
istrinya sendiri, maka hukumnya mubah (boleh).
Mani
muhtaram ialah mani yang keluar / dikeluarkan dengan cara tidak
dilarang oleh syara’. Sedang mani bukan muhtaram ialah selain yang
tersebut di atas. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa boleh dan
tidaknya melakukan bayi tabung adalah tergantung kepada teknisnya, jika
tidak bertentangan dengan hukum Islam maka hukumnya mubah (boleh), dan
jika bertentangan dengan hukum Islam maka hukumnya haram (tidak boleh).
Dari penjelasan yang telah dijabarkan di atas, maka ditariklah kesimpulan sebagai berikut:
1.
Bayi tabung adalah proses reproduksi dengan jalan mempertemukan atau
mengawinkan ovum dan sperma di luar rahim, yakni ditempatkan dalam
sebuah tabung.
2. Proses
pembuatan bayi tabung adalah dengan jalan mengeluarkan sperma dari pihak
laki-laki, dan mengambil ovum dari pihak perempuan, kemudian
dipertemukan dalam sebuah tabung, jika waktu yang dibutuhkan sudah
tercukupi maka hasil dari tabung tersebut dimasukkan kedalam rahim
perempuan.
3. Hukum pembuatan
bayi tabung menurut pandangan Islam ada dua macam, yakni : mubah dan
haram. Mubah dan haramnya tergantung teknis pelaksanaannya.
4. Referensi
Ahmad Al-Hajji Al-Kurdi, Hukum-Hukum Wanita Dalam Fiqih Islam, Dina Utama, Semarang, 1995.
Al-Qurthubi,
Al-Jami’liahkam Al-qur’an, Juz V, hal. 143. ( Sebagaimana dikutip oleh
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, Logos,
Jakarta, 1995. ).
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemah, J-Art, Jakarta, 2005.
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, Logos, Jakarta, 1995.
Lajnah
Ta’lif Wan Nash NU Jatim, Ahkamul Fuqoha’ Solusi Problematika Aktual
Hukum Islam, Keputusan Muktamar NU ( 1926-1999 ), Diantama, Surabaya,
2004.
M. Ali hasan, Masail Fiqhiyah Al- Haditsah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
Syaikh Ali Thantawi, Fatwa-Fatwa Populer Ali Thantawi, Era Intermedia, Solo, 1998.
AYAT (ARTI) TAMBAHAN
15. "Kami
perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku
dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk
orang-orang yang berserah diri". (Al- Ahqaf : 15).
23. "Dan
Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia[850].
[850]
mengucapkan kata ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi
mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar
daripada itu."