Khutbah/Ceramah idul fitri 1435 H / 2014 M Terbaru
الله أكبر الله اكبر الله اكبر لا اله الا الله الله اكبر الله اكبر ولله الحمد
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لااله الا الله
وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده. لااله الا الله
ولانعبد الا اياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون لااله الا الله و الله
اكبر الله اكبر ولله الحمد.
الحمد لله الذى شرع للمسلمين الصيام فى شهر رمضان سببا على تكفير الذنوب و
مضاعفة الأجور من صام نهاره وقام لياله ايمانا واحتسابا غفر له ما تقم من
ذنبه. أشهد أن لااله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
أرسل إلى جميع عباد الله من الإنس والجان. وصلى الله على محمد خير الأنام
وسيدنا المرسلين وعلى آله وصحبه والتابعين وتابعهم إلى آخرالزمان. اما بعد
- Al-Hamdulillah, puji syukur kita panjatkan
kehadhirat Allah SWT atas perkenan-Nyalah kita bisa berkumpul di tempat
ini untuk menunaikan shalat Idul Fitri sembari kita mengumandangkan
Takbir, Tahmid dan Tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran-Nya.
Idul Fitri adalah hari raya Islam yang disebut hari raya berbuka,
setelah sebulan penuh kita berpuasa, menahan lapar dan dahaga, kini
tibalah saatnya hari berbuka.
Shalawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad
SAW, Nabi yang telah mengajarkan kepada kita pentingnya menunjukkan
kepedulian kepada sesama. Keselamatan dan kesejahteraan semoga tercurah
kepada beliau, keluarganya, sahabatnya dan orang-orang yang
mengikutinya.
Sebagai muslim, kita wajib meyakini bahwa Allah SWT tidaklah menciptakan kita kecuali untuk menyembah kepada-Nya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.“ (QS.
Az-Dzariyat: 56). Olehnya itu, jika ada manusia yang menyombongkan diri
tidak mau taat dan tunduk kepada Allah SWT, maka ia telah mengingkari
tujuan ia diciptakan. Akibat dari keingkaran tersebut, ia akan menghuni
neraka dalam keadaan dihinakan.
Ketika masih berada di alam rahim, Allah SWT telah mengambil perjanjian
kesiapan dari manusia untuk menyembah hanya kepada-Nya sebelum mereka
lahir ke muka bumi ini. Allah SWT menanyai ruh manusia tentang kesiapan
mereka mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya dengan semua konsekuensinya,
lalu ruh tersebut menjawab dengan tegas bahwa mereka bersaksi tiada
Tuhan selain Allah yang berhak mereka imani dan mereka sembah. Allah
bertanya kepada ruh tersebut:
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang
yang lengah terhadap (ketauhidan) ini” (QS. Al-A’raf: 172)
Dalam menjaga komitmen kehambaan yang diikrarkan pada alam rahim
tersebut, Allah SWT memerintahkan manusia setelah ia lahir, agar
menghadapkan wajahnya kepada agama yang lurus sebagai fitrah
kehambaannya, sebagaimana firman-Nya:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ
النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ
الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)
Fitrah adalah kesucian jiwa yang senantiasa tunduk dan patuh kepada
Allah SWT. Namun keadaan manusia sekitarnya yang telah mempengaruhinya
sehingga menodai kesucian fitrah tersebut. Maka berubahlah ia dari
ketauhidan menjadi kemusyrikan, dari keimanan menjadi kekafiran.
Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah
yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)
Fitrah adalah suasana jiwa yang suci yang menjelma dalam pemeliharaan
tauhid, ketundukan dan penghambaan, serta pemeliharaan kesucian diri
sebagai hamba Tuhan yang Maha Pengasih. Jika di penghujung Ramadhan ini
kaum muslimin merayakan hari Raya Idul Fitri, tentu maknanya adalah
kesiapan untuk menjadikan momentum Ramadhan ini sebagai proses
pembersihan diri dan kesadaran akan urgensi kembali kepada fitrah. Dan
hakikat kembali fitrah itu diwujudkan dalam bentuk mengokohkan ketauhidan,menguatkan komitmen ubudiyah, dan memelihara karakteristik terpuji.
Wujud kembali kepada fitrah yang pertama adalah: Mengokohkan Ketauhidan
Ibadah Ramadhan telah kita sempurnakan, mulai dari puasa, shalat
tarawih, tilawatil Qur’an, membayar zakat fitrah dan zakat harta,
I’tikaf, membaca dzikir dan ma’tsurat, hingga hari ini kita tuntaskan
dengan melaksanakan shalat Idul fitri. Semuanya itu kita yakini sebagai
bentuk aktualisasi keimanan kita kepada Allah SWT.
Sebagai hamba, kita menyadari begitu banyak kekurangan yang telah kita
lakukan. Terkadang kita sibuk berhari-hari, berbulan-bulan, atau bahkan
bertahun-tahun bekerja keras dan banting tulang hanya untuk menyenangkan
hati orang-orang yang kita cintai. Suami menghabiskan hampir semua
waktu siangnya untuk menyenangkan istrinya hingga berkali-kali ia
meninggalkan shalat Zhuhur dan Asharnya, dan istri menghabiskan hampir
semua waktu malamnya untuk menyenangkan suaminya hingga berkali-kali
ketinggalan shalat Maghrib dan isyanya. Keadaan itu tentu menjadikan
kita seolah lemah keimanannya hingga boleh jadi sampai pada titik
keimanan yang sangat lemah. Jika suasana itu terus berlanjut, kita pasti
akan semakin jauh dari fitrah kita.
Ramadhan adalah momentum yang sangat efektif untuk mengokohkan keimanan
kita dan mengembalikan kita kepada fitrah. Ramadhan merupakan bulan yang
disiapkan Allah SWT untuk mendidik jiwa-jiwa yang menjauhi-Nya untuk
kembali kepada-Nya, mendidik jiwa-jiwa yang berlumur dosa untuk datang
memohon ampunan kepada-Nya, mendidik jiwa-jiwa yang lalai dari ibadahnya
untuk bersimpuh bersujud dan mengikhlaskan pengabdiannya. Semoga
Ramadhan ini mampu kita buktikan sebagai bulan mengokohkan iman dan
ihtisab (mengharap pahala) kita kepada-Nya, sehingga kita semua
mendapatkan ampunan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa berpuasa dengan iman dan ihtisab (mengharap pahala
hanya dari Allah), akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR.
Bukhari)
Melalui momentum Idul fitri ini, marilah kita mengokohkan keimanan dan
tauhid kita, yang dengannya kita akan senantiasa terjaga pada fitrah
kehambaan kita yang lurus, kita akan dijauhkan dari sikap menghinakan
diri kepada makhluk. Dengan kekuatan tauhid, orang yang kaya akan
menjaga fitrah dirinya sehingga tidak sombong dan angkuh, dengannya pula
orang miskin akan tegar mengarungi ujian hidupnya dan tidak berputus
asa.
Wujud kembali kepada fitrah yang kedua adalah: Menguatkan Komitmen Ubudiyah
Fitrah kehambaan menuntut setiap muslim untuk membuktikan komitmen
ibadahnya. Dia dituntut tidak hanya bersungguh-sungguh menunaikan semua
ibadah-ibadah fardhu, tapi juga ibadah-ibadah sunnah. Dengan pembuktian
komitmen tersebut, setiap muslim akan mampu mengantarkan dirinya kepada
ketakwaan. Al-Qur’an menegaskan bahwa dibalik perintah ibadah puasa
tersebut Allah SWT menghendaki agar setiap hamba yang melaksanakannya
dapat mengantarkan dirinya ke derajat takwa.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Perintah takwa adalah perintah agama yang harus dilanggengkan dalam
kehidupan setiap muslim, ia wajib memeliharanya hingga ia berhadapan
dengan kematiannya. Apabila seseorang memelihara ibadahnya secara benar
dan konsisten, akan terangkat derajat ketaqwaannya, suatu derajat
istimewa yang menjadikannya lebih mulia dari hamba-hamba yang lain.
Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kalian saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Jika seorang muslim ingin membuktikan kesungguhannya untuk kembali
kepada fitrahnya, salah satu bentuknya adalah dengan membuktikan
komitmen ibadahnya. Ia memelihara shalat yang difardhukan kepadanya dan
melengkapinya dengan shalat-shalat sunnah. Ia berpuasa wajib dan
melengkapinya dengan puasa-puasa sunnah. Mengeluarkan zakat dan
menyempurnakannya dengan infak dan sedekah. Ia melaksanakan haji ke
Baitullah dan menyempurnakannya dengan umrah.
Ibadah itu mempunyai tujuan asasi dan tujuan-tujuan lain yang
menyertainya, di mana tujuan-tujuan yang menyertai ibadah tersebut
merupakan keshalihan jiwa dan meraih keutamaan dalam setiap ibadah. Imam
As-Syathibi mengatakan bahwa asal mula disyariatkannya ibadah shalat
adalah ketundukan kepada Allah SWT dengan mengikhlaskan penghadapan diri
kepada-Nya, bersimpuh di atas kaki kehinaan di hadapan-Nya dan
mengingatkan jiwa agar senantiasa ingat kepada-Nya. Allah SWT berfirman “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (QS. Thaha: 14) Dan firman-Nya, “Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) lebih besar keutamaannya.”
(QS. Al-Ankabut: 45).
Dengan menjaga konsistensi ibadah dan menegakkannya secara sempurna, seorang muslim akan terpelihara fitrah kesuciannya.
Wujud kembali kepada fitrah yang ketiga adalah: Memelihara Karakteristik Terpuji
Cara lain memaknai pemeliharaan fitrah kita adalah dengan menjaga
karakteristik kehambaan kita. Karakteristik yang dimaksud adalah
karakter amanah, jujur, sabar dan syukur. Apabila seseorang memiliki
sifat-sifat tersebut, maka ia akan merasakan ketenangan dalam hidupnya.
Ia tidak perlu merasa khawatir sebagaimana khawatirnya orang yang suka
berkhianat, karena takut terbongkar pengkhianatan-nya, atau seperti
pendusta yang takut terbongkar kebohongannya. Ia juga akan terhindar
dari bahaya pertengkaran dan perselisihan yang besar, karena sifat sabar
yang dimilikinya. Bahkan ia akan dicintai orang sekitarnya, karena
tidak menunjukkan sifat tamak dan rakus, disebabkan kuatnya sifat syukur
dalam dirinya.
Orang yang amanah, jujur, sabar dan syukur adalah orang yang akan
disenangi dan dirindukan semua orang. Ia adalah bukti nyata orang yang
bersungguh-sungguh memelihara fitrah kehambaanya. Semua karakter terpuji
itu tentu tidak lahir begitu saja, tapi melalui proses penempaan dan
pelatihan. Dan salah satu sarana pelatihan itu adalah puasa. Dengan
berpuasa, seseorang akan terdidik untuk bersifat amanah, karena dalam
berpuasa ia sudah melatih dirinya agar amanah memelihara puasanya dari
segala hal yang membatalkannya, meski pun orang lain tidak melihatnya.
Ia memelihara amalan puasanya semata-semata karena Allah SWT. Ia mungkin
bisa berbohong kalau ia makan dan minum secara sembunyi, tapi ia tidak
bisa membohongi dirinya sendiri yang sedang terkondisi untuk mendekat
kepada Allah SWT.
Puasa juga membentuk karakter sabar. Rasulullah SAW bersabda: “Puasa
adalah setengah dari kesabaran”. Dengan menguatnya sifat sabar pada diri
seorang muslim, ia akan bisa menjaga diri untuk tidak terlibat dalam
konflik, pertentangan, apalagi permusuhan sekecil apa pun lingkup dan
kadarnya. Dan kalau pun harus terlibat dalam sebuah perbedaan pendapat,
maka ia akan bisa menyikapinya dengan sikap-sikap yang bijaksana. Ia
tidak mau perbedaan pendapat itu mengundang malapetaka yang besar, yaitu
munculnya rasa gentar dan hilang kekuatannya dalam menghadapi
musuh-musuhnya. Ia merenungkan firman Allah SWT tentang hal tersebut:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.” (QS. al-Anfal: 46)
Marilah kita kokohkan persaudaraan kita sesama muslim di atas rasa cinta
dan itsar (mengutamakan saudara). Janganlah perbedaan-perbedaan seperti
menetapkan masuknya 1 Syawal menjadikan kita saling berbantah-bantahan
dan saling membenci. Sikap itu hanya akan memuaskan setan dan hawa nafsu
yang selalu menyuruh kepada keburukan. Kita juga akan dihinggapi rasa
lemah dan gentar sehingga kita tidak akan pernah menjadi umat yang kuat.
Hati kita pun akan kehilangan karakteristiknya yang terpuji, berganti
dengan karakter pemarah, egois, dan merasa paling benar. Akhirnya kita
tidak kembali kepada fitrah, padahal kita berkumpul menaikkan shalat
Idul fitri hari adalah agar kita kembali kepada fitrah kita.
Untuk mengakhiri khutbah ini, marilah kita tundukkan kepala kita,
melupakan kebesaran diri kita di hadapan manusia, mengakui betapa kecil
dan lemahnya kita di hadapan Allah Penggenggam langit dan bumi.
اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ
الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ
بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang
Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau
hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
Ya Allah Ya Rabb, kami berlindung pada-Mu dari hawa nafsu yang penuh
ambisi, yang selalu mau menang sendiri dan tidak mau peduli dengan
penderitaan sesama. Jadikanlah kami hamba-hamba yang tahu mensyukuri
nikmat dan karunia-Mu. Tanamkanlah dalam hati kami kepekaan rasa, yang
membuat kami mampu meraba penderitaan saudara-saudara kami dan mau
membantunya.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا
بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيم
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan
kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang“
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ
قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan
mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.
Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.
Ya Allah yang Maha Kuat! berikanlah kami kekuatan agar kami mampu
memikul beban yang dititipkan di pundak kami, Ya Allah yang maha Maha
Kaya lepaskanlah kami dari lilitan utang dan kesulitan ekonomi kami, Ya
Allah yang Maha Penyayang buanglah rasa benci dan dendam yang
bersemayam di dalam dada kami, Ya Allah yang Maha Pengasih tanamkanlah
dalam dada kami rasa kasih kepada orang tua kami, anak-anak kami, dan
saudara-saudara kami. Ya Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Penerima
Taubat dengarlah permohonan kami dan terimalah taubat kami. Innaka Antas Samiud Du’a wa Innaka Antat Tawwabur Rahim.
Ya Allah Ya Rabb, anugerahkan rasa syukur kepada kami agar kami dapat
mengerti arti jasa ibu bapak kami, terkhusus ibu kami, yang bersedia
dengan tulus menampung kami selama berbulan-bulan di dalam rahimnya
dalam keadaan lemah dan bertambah lemah, yang rela bersakit-sakit
bersimbah darah ketika melahirkan kami, yang bersedia mempertaruhkan
nyawanya demi agar kami dapat menghirup udara kehidupan, yang bersedia
terganggu tidurnya setiap malam demi agar kami dapat tertidur lelap,
yang bersedia menahan rasa lapar dan dahaganya demi agar kami dapat
merasakan kenyang.
Ya Allah Ya Rabb, kami tahu keridhaan-Mu terdapat pada keridhaannya dan
kemurkaan-Mu terdapat pada kemurkaannya, maafkan kami jika selama ini
khilaf telah melukai hatinya atau membuatnya tidak ridha kepada sikap
dan tingkah laku kami. Maafkan kami ya Allah jika kami tidak mampu
membalas kebaikannya. Kami tahu bahwa yang ia butuhkan dari kami
bukanlah materi dan harta tapi cinta dan kasih sayang kami seperti ia
menyayangi kami di waktu kecil. Maafkan kami jika ia sakit kami tak
menjenguknya. Jika ia butuh, kami tak di sampingnya. Jika ia merindukan
kami, kami tak datang menyapanya. Ya Allah ya Rabb Jadikanlah kami
hamba-hamba yang siap mengistimewakannya di dalam hati kami, lalu mau
membalas jasa-jasanya, meski kami sadar tidak akan mampu membalasnya.
ربنااغفر لنا ولوالدينا وارحمهما كما ربيانا صغيرا
Ya Allah Ya Rabb. Kabulkanlah permohonan orang-orang kecil bangsa kami
yang merindukan ketenangan, kestabilan dan kemakmuran. Jangan Engkau
timpakan azab kepada kami hanya karena kedurhakaan segelintir orang di
antara kami. Jadikanlah kami mulia dengan kesederhanaan kami dan
janganlah Engkau hinakan kami dengan curahan rezki yang melimpah ruah.
Bimbinglah ya Allah derap langkah kami dan pemimpin kami yang dengan
tulus ikhlas hendak mengeluarkan kami dari keterpurukan dan kesulitan
hidup, dengan kemurahan dan kasih sayang-Mu. Agar kami dapat
mengantarkan bangsa kami ini menuju negeri yang lebih baik yaitu
Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur.
اللهم يا مجيب دعوة المضطر اذادعاك نسألك موجبات رحمتك وعزائم مغفرتك
والعزيمة على الرشد والغنيمة من كل بر و السلامة من كل اثم والفوز بالجنة
والنجاة من النار
Ya Allah jika begitu lama kami melalaikan perintah-Mu. Jika
bertahun-tahun kami terpedaya oleh hawa nafsu kami sehingga lalai dari
jalan-Mu, jika dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan terang-terangan
atau sembunyi-sembunyi kami telah berbuat durhaka kepada-Mu dan telah
menganiaya diri kami sendiri. Maka maafkanlah kami dan ampunilah
dosa-dosa kami. Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Anna.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ ربنا تقبل منا انك انت السميع العليم وتب
علينا انك انت التواب الرحيم. آمين يا رب ا لعالمين يا حي يا قيوم يا
ذالجلال والإكرام وصل وسلم على نبينا محمد وعلى آله واصحابه اجمعين