1. Definisi As Sunnah
Al Imam Abu Zahra’, mendifinisikan As Sunnah adalah
Al Imam Abu Zahra’, mendifinisikan As Sunnah adalah
اَلسُّنَّةُ النَّبَوِيَّةُ هِيَ اَقْوَالُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ اَفْعَا لُهُ وَتَقْرِيْرَاتُهُ
Sunnah Nabi adalah sabda-sabda Nabi SAW, perbuatan beliau dan taqrir beliau.
2. Pembagian Sunnah Dilihat dari bentuknya
a. Sunnah Qauliyah
Yakni berbentuk ucapan nabi SAW, misalnya:
a. Sunnah Qauliyah
Yakni berbentuk ucapan nabi SAW, misalnya:
عَنْ أبِيْ هُرَيْرَةَ رض قَالَ صلعم لاَ يَشْرَبُنَّ أحَدُكُمْ قَائِم
”Janganlah minum salah seorang daripada kamu sambil berdiri”.
b. Sunnah fi’liyah
Sunnah berupa perilaku nabi SAW, artinya Nabi SAW melakukan sesuatu perbuatan, misalnya:
Sunnah berupa perilaku nabi SAW, artinya Nabi SAW melakukan sesuatu perbuatan, misalnya:
عَنِ بْنِ عَبَّا سٍ رض قَالَ سَقََيْتُ رَسُوْلُ اللهِ صعلم مِنْ زَمْزمٍ وَ هُوَ قَائِم
“Dari Ibu Abbas RA., ia berkata: Saya telah memberi minum Rosulullah SAW dengan air zamzam, sedangkan beliau dalam keadaan berdiri”.
c. Sunnah Taqririyah
Yakni Nabi SAW membiarkan perbuatan sahabat, artinya tidak menegur perbuatan yang perbuatan yang dilakukan oleh sahabat, misalnya:
Yakni Nabi SAW membiarkan perbuatan sahabat, artinya tidak menegur perbuatan yang perbuatan yang dilakukan oleh sahabat, misalnya:
عَنِ بْنِ عُمَرَ قَالَ نَأ كُلُ عَلىَ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صعلم وَنحْنُ نَمْشِى وَنشْرَبُ وَنَحْنُ قِيَامٌ
”Saya pernah makan dihadapan Rasulullah SAW, sedangkan kami dalam keadan berjalan, dan kami pernah minum dihadapan beliau sedangkan kami berdiri.”
d. Sunnah Hammiyah
Yaitu cita-cita Nabi SAW. Para ulama’ berbeda pendapat tentang stutus dalil Sunnah Hamiyah ini. Ada yang menganggap bahwa sunnah hammiyah menjadi sumber hukum karena telah disabdakan oleh Nabi SAW, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa sunnah hammiyah tidak menjadi sumber hukum. Contoh hammiyah Nabi SAW adalah
Yaitu cita-cita Nabi SAW. Para ulama’ berbeda pendapat tentang stutus dalil Sunnah Hamiyah ini. Ada yang menganggap bahwa sunnah hammiyah menjadi sumber hukum karena telah disabdakan oleh Nabi SAW, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa sunnah hammiyah tidak menjadi sumber hukum. Contoh hammiyah Nabi SAW adalah
لَئِنْ بَقَيْتُ اِلىَ قَابِلٍ لأصُوْمَنَّ التَّا سِعَ يَعْنِى يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ
“Sungguh jika aku masih hidup sampai tahun depan aku akan puasa hari kesembilan dari hari Asyuro.”
3. Pembagian As Sunnah dari bilangan perawinya.
a. As Sunnah / Al Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan pada tiap tingkatan sanadnya oleh orang banyak yang tidak terhitung jumlahnya dan menurut akal masing-masing tingkatan perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berbuat bohong.
b. As Sunnah / Hadits Masyhur
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang seorang pada lapisan pertama (sahabat) dan lapis kedua (tabi’in), kemudian setelah itu tersebar luas dinukilkan oleh segolongan (banyak) orang yang tak dapat didakwa mereka itu bersepakat berbuat bohong.
c. As Sunnah / Hadits Ahad
3. Pembagian As Sunnah dari bilangan perawinya.
a. As Sunnah / Al Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan pada tiap tingkatan sanadnya oleh orang banyak yang tidak terhitung jumlahnya dan menurut akal masing-masing tingkatan perawi itu tidak mungkin bersepakat untuk berbuat bohong.
b. As Sunnah / Hadits Masyhur
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang seorang pada lapisan pertama (sahabat) dan lapis kedua (tabi’in), kemudian setelah itu tersebar luas dinukilkan oleh segolongan (banyak) orang yang tak dapat didakwa mereka itu bersepakat berbuat bohong.
c. As Sunnah / Hadits Ahad
Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang perorang atau beberapa orang, mulai lapisan pertama sampai terakhir, tetapi tidak cukup terdapat padanya tanda-tanda yang dapat menjadikannya hadits Masyhur apalagi hadits mutawatir.
4. Pembagian As Sunnah ditinjau dari shoheh tidaknya
a. Hadits Shahih
Hadits shoheh adalah hadits yang bersambung-sambung sanadnya oleh para perowi yang dhobit (antara lain bersifat kokoh ingatan, adil jujur dan lain-lain) dan tidak terdapat padanya sifat-sifat pribadi yang menjadikan keganjilan dan cacat-cacat yang memburukkannya atau tidak dapat dipercayai selaku pembawa khabar berita.
b. Hadits hasan
Hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan dengan bersambung-sambung sanadnya, namun ada perowinya yang kurang mempunyai derajat kepercayaan yang sempurna.Menurut Ibnu Taimiyah, hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan dengan banyak jalan datangnya, tak ada dalam sanadnya orang yang tertuduh dusta atau sadz.
c. Hadits dha’if
Hadits dha’if atau lemah adalah hadits yang tidak didapati didalamnya syarat-syarat hadits shoheh maupun hadist hasan.
d. Hadits Maudhu’ (palsu)
Hadits maudhu adalah hadits palsu, yakni bukan dinukilkan dari Nabi SAW, misalnya:
a. Hadits Shahih
Hadits shoheh adalah hadits yang bersambung-sambung sanadnya oleh para perowi yang dhobit (antara lain bersifat kokoh ingatan, adil jujur dan lain-lain) dan tidak terdapat padanya sifat-sifat pribadi yang menjadikan keganjilan dan cacat-cacat yang memburukkannya atau tidak dapat dipercayai selaku pembawa khabar berita.
b. Hadits hasan
Hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan dengan bersambung-sambung sanadnya, namun ada perowinya yang kurang mempunyai derajat kepercayaan yang sempurna.Menurut Ibnu Taimiyah, hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan dengan banyak jalan datangnya, tak ada dalam sanadnya orang yang tertuduh dusta atau sadz.
c. Hadits dha’if
Hadits dha’if atau lemah adalah hadits yang tidak didapati didalamnya syarat-syarat hadits shoheh maupun hadist hasan.
d. Hadits Maudhu’ (palsu)
Hadits maudhu adalah hadits palsu, yakni bukan dinukilkan dari Nabi SAW, misalnya:
إتَّخَذُوْا بِالْعَقِيْقِ فَإنَّهُ يَنْفِى الْفَقْرَ
"Pakailah cincin permata akik, karena ia dapat menghilangkan kefakiran".
5. Dalalah dari Al Hadits
Jumhur ulama’ sepakat bahwa status dalil hadits Mutawatir adalah qoth’i (menyakinkan) sedangkan hadits ahad adalah dhonni (disangka kuat kebenarannya), sehingga hanya hadits mutawatir yang dapat dipegangi sebagai dalil/hujjah masalah aqoid, sedangkan hadits ahad hanya dapat sebagai hujjah masalah amalan-amalan.
Jumhur ulama’ sepakat bahwa status dalil hadits Mutawatir adalah qoth’i (menyakinkan) sedangkan hadits ahad adalah dhonni (disangka kuat kebenarannya), sehingga hanya hadits mutawatir yang dapat dipegangi sebagai dalil/hujjah masalah aqoid, sedangkan hadits ahad hanya dapat sebagai hujjah masalah amalan-amalan.
6. Status hukum sunnah / hadits
Para ulama’ sepakat bahwa sunnah / hadits adalah merupakan sumber hukum syar’i yang kedua sesudah Al Qur’anul Karim.
7. Hubungan As Sunnah dengan Al Qur’an
Hubungan As Sunnah dengan Al Qur’an itu sebagai urutan yang mengiringi atau sebagai urutan kedua sesudah Al-Qur’an . Ditinjau dari segi hukum yang ada, maka tidak lebih dari tiga masalah ini:
a. As Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang telah ada didalam Al- Qur’an.
b. As Sunnah sebagai penjelas atau penafsir dari ketentuan hukum yang ada dalam Al-Qur’an, dalam hal ini As Sunnah menjelaskan tentang Mujmalnya Al Qur’an, Mutlaqnya Al Qur’an.
c. As Sunnah membentuk dan menetapkan hukum tersendiri yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an, misalnya perihal tata cara makan, pesta dan lain sebagainya.
Para ulama’ sepakat bahwa sunnah / hadits adalah merupakan sumber hukum syar’i yang kedua sesudah Al Qur’anul Karim.
7. Hubungan As Sunnah dengan Al Qur’an
Hubungan As Sunnah dengan Al Qur’an itu sebagai urutan yang mengiringi atau sebagai urutan kedua sesudah Al-Qur’an . Ditinjau dari segi hukum yang ada, maka tidak lebih dari tiga masalah ini:
a. As Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang telah ada didalam Al- Qur’an.
b. As Sunnah sebagai penjelas atau penafsir dari ketentuan hukum yang ada dalam Al-Qur’an, dalam hal ini As Sunnah menjelaskan tentang Mujmalnya Al Qur’an, Mutlaqnya Al Qur’an.
c. As Sunnah membentuk dan menetapkan hukum tersendiri yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an, misalnya perihal tata cara makan, pesta dan lain sebagainya.