1. Definisi / ta’arif Ijma’
Yang dimaksud dengan ijma’ adalah
إتِّفَاقُ مُجْتَهِدِي أمَّةُ مُحَمَّدٍ صلم بَعْدَ وَفَا تِهِ فِيْ عَصْرِ مِنَ الأعْصَارِ وَعَلىَ أمْرٍ مِنَ الأمُوْرِ
“Kesepakatan para ulama’ mujtahidin (ahli ijtihad) dari ummat Muhammad SAW setelah wafat beliau dalam suatu waktu dari beberapa waktu dan atas sesuatu masalah dari beberapa masalah”.
2. Kehujjahan Ijma’
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa kehujjahan ijma’ adalah dhonni, bukan qoth’i. Oleh karena itu ijma’ hanya dapat dipergunakan sebagai peganan dalam bidang amal dan tidak bisa dipakai sebagai pegangan dalam bidang aqidah (I’tiqod), sebab urusan aqidah harus berdasarkan dalil yang qoth’i.
3. Sandaran Ijma’
Ijma’ dipandang sah manakala bersandar pada Al Qur’an dan As Sunnah:
2. Kehujjahan Ijma’
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa kehujjahan ijma’ adalah dhonni, bukan qoth’i. Oleh karena itu ijma’ hanya dapat dipergunakan sebagai peganan dalam bidang amal dan tidak bisa dipakai sebagai pegangan dalam bidang aqidah (I’tiqod), sebab urusan aqidah harus berdasarkan dalil yang qoth’i.
3. Sandaran Ijma’
Ijma’ dipandang sah manakala bersandar pada Al Qur’an dan As Sunnah:
الإجْمَاعُ لَيْسَ مِنَ الدَّلِيْلَةِ الْمُسْـتَفِلَّةِ
“Ijma’ itu bukanlah merupakan dalil yang berdiri sendiri”
4. Pembagian Ijma’
Dilihat dari caranya maka ijma’ itu dibagi dua yakni ijma’ qouli dan sukuti.
1) Ijma’ qauli (القولي)
Ijma’ qouli adalah ijma’ berupa ucapan, dimana para ulama’ mujtahid yang berijma’ itu menyatakan persetujuannya atau kesepakatan pendapatnya dengan terang-terangan memakai ucapan atau tulisan. Ijma’ ini disebut juga dengan ijma qoth’i (ijma’ yang menyakinkan)
Dilihat dari caranya maka ijma’ itu dibagi dua yakni ijma’ qouli dan sukuti.
1) Ijma’ qauli (القولي)
Ijma’ qouli adalah ijma’ berupa ucapan, dimana para ulama’ mujtahid yang berijma’ itu menyatakan persetujuannya atau kesepakatan pendapatnya dengan terang-terangan memakai ucapan atau tulisan. Ijma’ ini disebut juga dengan ijma qoth’i (ijma’ yang menyakinkan)
2) Ijma’ sukuti (السكوتي)
Ijma’ sukuti (ijma’ diam), yakni apabila persetujuan ulama mujtahid pada pendapat ulama mujtahid lain itu dinyatakan dengan cara diam, yakni tidak mengomentari sama sekali terhadap pendapat ulama mujtahid lain itu, namun diamnya itu bukan karena takut atau malu atau segan. Ijma’ ini disebut dengan ijma’ zhanni (kurang meyakinkan). Artinya, hukumnya masih bersifat zhanni dan masih dapat dilakukan ijtihad atasnya. [1]
Ijma’ sukuti (ijma’ diam), yakni apabila persetujuan ulama mujtahid pada pendapat ulama mujtahid lain itu dinyatakan dengan cara diam, yakni tidak mengomentari sama sekali terhadap pendapat ulama mujtahid lain itu, namun diamnya itu bukan karena takut atau malu atau segan. Ijma’ ini disebut dengan ijma’ zhanni (kurang meyakinkan). Artinya, hukumnya masih bersifat zhanni dan masih dapat dilakukan ijtihad atasnya. [1]
Sikap ulama terhadap ijma’ sukuti antara lain adalah:
a. Imam Syafi’i, Imam Al baqillani dari golongan As’aiyah dan sebagian ulama hanafi seperti Ibnu Iyan menyaakan bahwa ijma’ sukuti tidak bisa menjadi hujjah, sebab kemungkinan ada ulama’ yang setuju dan tidak setuju.
b. Al Juba’i menyatakan ijma’ sukuti bisa menjadi hujjah sebagaimana ijma’ qouli.
c. Imam Al Amidi menyatakan bahwa ijma’ sukuti bias saja menjadi hujjah kehujjahannya adalah zhanni bukan qoth’i.
a. Imam Syafi’i, Imam Al baqillani dari golongan As’aiyah dan sebagian ulama hanafi seperti Ibnu Iyan menyaakan bahwa ijma’ sukuti tidak bisa menjadi hujjah, sebab kemungkinan ada ulama’ yang setuju dan tidak setuju.
b. Al Juba’i menyatakan ijma’ sukuti bisa menjadi hujjah sebagaimana ijma’ qouli.
c. Imam Al Amidi menyatakan bahwa ijma’ sukuti bias saja menjadi hujjah kehujjahannya adalah zhanni bukan qoth’i.
Masih banyak lagi ijma’ sebagian umat ini, seperti ijma’ ulama Kufah, ijma’ Khulafa Al-Arba’ah, ijma’ Al-Syaikhani, dan lain seagainya