Apa yang di maksud dengan intangible asset? The New York Times
Dictionary of Money and Investing (Gillis, 2003) mendefinisikan
intangible asset sebagai "a legal claim to some future benefit,
typically a claim to future cash. Simply put, an intangible asset is an
asset that is not physical in nature. Definisi ini sejalan dengan dua
syarat utama assets, yaitu (1) sacrifices made dan (2) future economic
benefits. Intangible asset juga dikenal dengan intellectual assets,
intellectual capital, intellectual property, atau knowledge capital.
Contoh-contohnya meliputi copyrights, patents, intellectual property,
goodwill, brands,
trademarks, ideas, dan relationships. Daftar ini dengan mudah dapat
diperluas sehingga mencakup elemen-elemen seperti creativity,
innovation, professionalism, dan loyalty. Intangible assets umumnya
memiliki dua karakteristik utama, yaitu : (1) ketiadaan eksistensi fisik
dan (2) tingkat ketidakpastian yang tinggi terkait dengan manfaat masa
depannya. Diskusi-diskusi mendalam yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa ketiadaan eksistensi fisik, sebagai karakteristik intangible
assets, bukan merupakan kriteria utama. Bank deposits, piutang usaha,
dan investasi jangka panjang juga memenuhi kriteria ketiadaan eksistensi
fisik, tetapi diperlakukan sebagai tangible assets. Para akuntan
umumnya mengedepankan karakteristik yang kedua sebagai kriteria utama
intangible assets. Kieso dan Weygant (1989) mengarisbawahi bahwa the
major characteristic of an intangible assets is the high degree of
uncertainty concerning the future benefits that are to be received from
its employment. Dalam Kieso dan Weygant (1989) dinyatakan bahwa
intangible assets dibedakan berdasarkan empat karakteristik, yaitu (1)
identifiability, (2) manner of acquisition, (3) expected period of
benefit, dan (4) separability from an entire enterprise. Paralel dengan
perlakuan terhadap tangible assets, intangible assets harus dicatat at
cost. Hal ini mengindikasikan bahwa intangible assets dicatat dalam
sistem akuntansi apabila didahului oleh adanya transaksi akuisisi. Kieso
dan Weygant (1989) menegaskan if intangible assets are acquired for
stocks or in exchange for other assets, the cost of the intangible is
the fair market value of the consideration given or is the fair market
value of the intangible received, whichever is more clearly evident.
Atas nama reliability, dengan mengorbankan relevancy, intangible assets
yang dikembangkan sendiri oleh perusahaan tidak dilaporkan dalam laporan
keuangan. Pada kenyataannya intangible assets yang dikembangkan sendiri
oleh perusahaan sering kali merupakan faktor penting penentu value
perusahaan.
Goodwill
Salah
satu jenis intangible assets yang memperoleh porsi kajian yang cukup
besar, mungkin paling besar dibandingkan dengan yang lain, adalah
goodwill. Apa itu goodwill? Goodwill merupakan bagian dari aktiva dalam
neraca yang mencerminkan kelebihan pembayaran atas aktiva yang
dibutuhkan perusahaan dibandingkan dengan nilai pasar. Atau, intangible
assets merepresentasikan jumlah yang lebih besar dari nilai buku yang
dibayar oleh suatu perusahaan untuk mengakuisisi perusahaan lain. Secara
teoretis, goodwill merupakan nilai sekarang dari kelebihan laba dari
suatu perusahaan pada masa yang akan datang (Wikipedia, 2008).
Goodwill
dapat timbul dari akuisisi. Goodwill yang timbul akibat akuisisi
mencerminkan pembayaran yang dilakukan oleh pengakuisisi untuk
mengantisipasi manfaat ekonomi yang akan diperoleh pada masa depan.
Manfaat ekonomi tersebut dapat dihasilkan dari sinergi antar assets yang
diakuisisi. Manfaat ini juga dapat timbul dari assets yang tidak
memenuhi persyaratan untuk diakui dalam laporan keuangan, namun
pengakuisisi bersedia membayarnya. Pada saat dibukukannya suatu
akuisisi, mungkin goodwill yang diakui tidak merefleksikan manfaat
ekonomi pada masa depan bagi pengakuisisi. Hal tersebut dapat terjadi
karena sejak dilakukan negosiasi telah terjadi penurunan terhadap
ekspektasi future cash flows dari assets yang diakuisisi.
Dalam
transaksi akuisisi dapat terjadi negative goodwill. Jika cost of the
acquisition lebih rendah daripada interest pengakuisisi atas nilai wajar
assets dan kewajiban yang dapat diidentifikasi pada tanggal transaksi,
maka nilai wajar non-monetary assets yang diakuisisi harus diturunkan
secara proporsional sampai seluruh selisih tersebut tereliminasi.
Apabila nilai wajar non-monetary assets sudah diturunkan seluruhnya,
namun ternyata masih terdapat sisa selisih yang belum tereliminasi, maka
sisa selisih tersebut diakui sebagai negative goodwill dan diperlakukan
sebagai deferred income. Secara sistematis jumlah tersebut diamortisasi
selama suatu periode yang tidak kurang dari dua puluh tahun. Dengan
berlalunya waktu manfaat goodwill akan berkurang. Hal ini mencerminkan
menurunnya kemampuan goodwill untuk memberikan kontribusi pada future
income. Oleh karena itu, goodwill diamortisasi dan dibukukan sebagai
beban secara sistematis selama masa manfaatnya.
Menurut Prinsip
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK, 2007), dalam mengamortisasi goodwill
digunakan metode garis lurus, kecuali terdapat metode lain yang dianggap
lebih tepat pada keadaan tertentu. Periode amortisasi goodwill tidak
lebih dari lima tahun. Apabila terdapat dasar yang justifiable, periode
amortisasi goodwill dapat lebih panjang, tetapi tidak lebih dari dua
puluh tahun.
Mengingat goodwill merupakan manfaat ekonomi dan hasil
sinergi, maka sering kali sulit untuk mengestimasi masa manfaatnya.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengestimasi masa manfaat
goodwill meliputi:
a. ramalan unsur bisnis atau industri yang bersangkutan;
b. pengaruh keusangan produk, perubahan dalam permintaan, dan faktor ekonomi lainnya;
c. ekspektasi sisa masa kerja para manajer atau kelompok karyawan yang menjalankan usaha penting;
d. antisipasi tindakan para pesaing atau calon pesaing; serta
e.
ketentuan hukum, peraturan yang berlaku, atau ketentuan konstraktual
yang mempengaruhi masa manfaat goodwill. Saldo goodwill yang belum
diamortisasi harus dievaluasi pada setiap tanggal neraca. Apabila
terdapat indikasi bahwa jumlah tersebut sepenuhnya atau sebagian tidak
dapat dipulihkan dari ekspektasi manfaat ekonomi pada masa depan, maka
bagian langsung dibukukan sebagai beban pada periode yang bersangkutan.
Setiap penurunan nilai goodwill tidak boleh dinaikkan kembali pada
periode selanjutnya. Impairment nilai goodwill dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti trend ekonomi yang tidak menguntungkan,
perubahan situasi persaingan dan hukum, dan regulasi. Penurunan jumlah
arus kas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai deciding indicator
untuk menyatakan telah terjadinya impairment nilai goodwill. Dalam
keadaan tersebut saldo goodwill segera diturunkan dan diakui sebagai
beban.