Definisi Konflik Kerja
Konflik biasanya timbul dalam organisasi
sebagai hasil adanya masalah – masalah komunikasi, hubungan pribadi,
atau struktur organisasi.
Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak.
Konflik organisasi ( organizational conflict
) adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota – anggota atau
kelompok – kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa
mereka harus membagi sumber daya – sumber daya yang terbatas atau
kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka
mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.
Konflik
adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh
seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa
yang diharapkannya.
Penyebab – penyebab konflik antara lain :
1. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa
yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap,
serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur :
pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan
atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan
sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua
atau lebih kelompok– kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan
mereka.
3. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial
pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka,
dan perbedaan dalam nilai – nilai persepsi.
Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :
1. Pandangan tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu
yang di inginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2.
Pandangan perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau
peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa
bermanfaat ( konflik fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi (
konflik disfungsional ).
3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa
konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dan
sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan
ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi
perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi,
apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen
konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins
tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan baru ( pandangan
interaksionis ) tentang konflik dalam dilihat pada tabel 2.1 berikut ini
:
Perbedaan pandangan lama dan baru tentang konflik
Pandangan Lama :
1. Konflik dapat dihindarkan
2. Konflik disebabkan oleh kesalahan – kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3. Konflik menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4. Tugas manajemen adalah menghilangkan konfllik.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.
Pandangan Baru :
1. Konflik tidak dapat dihindarkan
2. Konflik timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi,
perbedaan tujuan yang tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi
dan nilai – nilai pribadi dan sebagainya.
3. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat.
4. Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.
Dari
tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konflik dapat difungsionalkan
ataupun berperan salah ( dysfunctional ). Secara sederhana hal ini
berarti bahwa konflik mempunyai potensi bagi pengembangan atau
pengganggu pelaksanaan kegiatan organisasi tergantung pada bagaimana
konflik tersebut dikelola.
Segi fungsional konflik antara lain :
1. Manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2. Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3. Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4. Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5. Penggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.
Bentuk –Bentuk Konflik Struktural :
Dalam organisasi klasik ada empat daerah struktural dimana konflik sering timbul :
1. Konflik Hierarki, yaitu konflik amtara berbagai tingkatan
organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama,
pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus
dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.
2. Konflik
Fungsional, yaitu konflik antar berbagai departemen fungsional
organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi
dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian
personalia.
3. Konflik Lini Staf yaitu konflik yang terjadi antara
pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan
wewenang/otoritas kerja. Contoh : karyawan staf secara tidak fornal
mengambil wewenang berlebihan.
4. Konflik Formal Informal yaitu
konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh : Pemimpin yang
menempatkan norma yang salah pada organisasi.
Jenis – Jenis Konflik :
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu
menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk
melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan,
atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini
sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini
berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan
bawahan )
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan
dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang
dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu
mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar
norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk
persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini
telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan
jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih
efisien.
Penyebab Terjadinya Konflik Kerja :
Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :
1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
2. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
3. Tugas yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan )
4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
5. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
6. Perbedaan persepsi.
7. Sistem kompetensi insentif ( reward )
8. Strategi pemotivasian tidak tepat.
Konflik Lini dan Staf
Bentuk
umum konflik organisasi yang sering terjadi adalah konflik antara
anggota – anggota lini dan staf . Perbedaan pandangan para anggota lini
dan staf yang dapat menimbulkan konflik di antara mereka, walaupun
perbedaan–perbedaan tersebuta juga dapat meningkatkan efektifitas
pelaksanaan tugas–tugas mereka :
1. Pandangan Lini
Para anggota lini sering memandang para anggota staf dalam hal :
1. Staf melangkahi wewenangnya, karena manajer garis merupakan
pemegang tanggung jawab atas hasil akhir, mereka cenderung menolak
rorongan staf dan wewenangnya.
2. Staf tidak memberi nasehat yang
bermanfaat, para anggota staf sering tidak terlibat dalam kegiatan
operasional harian yang di hadapi oleh para anggota lini, sehingga
saran–sarannya sering tidak terap.
3. Staf menumpang keberhasilan
lini, para anggota staf sering lebih dekat dengan manajer puncak
dibanding orang–orang lini, sehingga dapat mengambil keuntungan atas
posisi mereka.
4. Staf memiliki pandangan sempit, sehingga
mempunyai pandangan terbatas dan kurang dapat merumuskan sarannya atas
kebutuhan dan tujuan organisasi keseluruhan.
2. Pandangan Staf
Para anggota staf mempunyai keluhan–keluhan yang berlawanan tentang para anggota lini :
1. Lini kurang memanfaatkan staf. Manajer lini menolak bantuan staf
ahli, karena mereka ingin mempertahankan wewenangnya atas bawahan atau
karena mereka tidak berani secara terbuka mengakui bahwa mereka
membutuhkan bantuan. Sebagai akibatnya staf hanya diminta bantuannya
bila situasi benar–benar sudah kritis.
2. Lini menolak gagasan –
gagasan baru, anggota staf biasanya yang pertama berkepentingan dengan
menggunakan inovasi dalam bidang keahlian mereka. Manajer garis mungkin
menolak perubahan–perubahan tersebut.
3. Lini memberi wewenang
terlalu kecil kepada staf. Anggota staf sering merasa bahwa mereka
mempunyai penyelesaian masalah–masalah yang paling baik dalam
spesialisasinya. Oleh sebab itu mereka kecewa bila saran – sarannya
tidak didukung dan di implementasikan oleh manajer lini.
Beberapa
faktor dapat menimbulkan berbagai konflik diantara departemen dan orang
– orang lini dan staf. Faktor–faktor tersebut meliputi :
1.
Perbedaan umur dan pendidikan, orang – orang staf biasanya lebih muda
dan lebih berpendidikan daripada orang–orang staf sehingga menimbulkan
“generation gap “.
2. Perbedaan tugas, dimana orang ini lebih
teknis dan generalis, sedang staf spesialis. Hal ini dapat menimbulkan
kejadian–kejadian sebagai berikut : (1). Karena staf sangat spesialis,
mungkin menggunakan istilah–istilah dan bahasa yang tidak dipahami orang
lini. (2).Orang lini mungkin merasa bahwa staf spesialis tidak
sepenuhnya mengerti masalah–masalah lini dan mengganggap mereka tidak
dapat diteraplan atau dikerjakan.
3. Perbedaan sikap, ini tercermin
pada : (1). Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cenderung
memberikan perintah–perintah kepada orang lini untuk membuktikan
eksistensinya. (2). Orang staf cenderung merasa yang paling berjasa
untuk gagasan–gagasan yang diimplementasikan oleh lini, sebaliknya orang
lini mungkin tidak menghargai peranan staf dalam membantu pemecahan
masalah – masalahnya. (3).Orang staf selalu merasa dibawah perintah
orang lini, dilain pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin
memperluas kekuasaannya.
4. Perbedaan posisi. Manajemen puncak
mungkin tidak mengkomunikasikan secara jelas luasnya wewenang staf dalam
hubungannya dengan lini. Padahal organisasi departemen staf ditempatnya
relatif pada posisi tinggi dekat menajemen puncak. Depertemen lini
dengan tingkatan lebih rendah cenderung tidak suka dengan hal tersebut.
Untuk
menghapuskan konflik–konflik tersebut, manajemen punsak harus secara
jelas menyampaikan delegasi departemen–departemen staf. Lebih dari itu,
supaya efektif, departemen–departemen staf harus menyadari bahwa
pekerjaan mereka adalah “to sell, not to tell“ artinya “menjual“ kepada
departemen–departemen lini gagasan–gagasan mereka, bukan “memberitahu”
mereka bagaimana menjalankan fungsi.
Bagaimanapun juga staf
spesialis perlu ditambahkan dalam organisasi untuk membantu kerja lini
agar lebih efektif. Disamping itu dunia bisnis modern berkembang semakin
kompleks, dan semua manajer tidak akan menguasai semua kecakapan,
pengetahuan maupun ketrampilan. Kegiatan–kegiatan tertentu mungkin tidak
efisien bila dikerjakan oleh orang lini, dan sebagainya.
Penanggulangan Konflik Lini dan Staf
Para
penulis manajemen telah menyarankan berbagai cara dengan mana
aspek–aspek peran-salah konflik lini dan staf dapat dikurangi :
1. Tanggung jawab lini dan staf harus ditegaskan.
Secara
umum, para anggota lini bertanggung jawab atas keputusan–keputusan
operasional organisasi, atau dengan kata lain, mereka harus bisa
menerima, mengubah, atau menolak saran–saran ahli. Dilain pihak, para
anggota staf harus bebas untuk memberikan saran bila mereka merasa hal
itu diperlukan tidak hanya bila anggota lini memintanya.
2. Mengintegrasikan kegiatan–kegiatan lini dan staf.
Saran–saran
staf akan lebih realistik bila berkonsultasi terlebih dahulu dengan
anggota lini dalam proses penyusunan saran – saran mereka. Konsultasi
staf – lini ini juga akan membuat para anggota lini bersedia
mengimplementasikan gagasan–gagasan staf.
3. Mengajarkan lini untuk menggunakan staf
Manajer
lini akan lebih efektif memanfaatkan keahlian staf bila mereka
mengetahui kegunaan staf spesialis bagi mereka di perusahaan.
4. Mendapatkan pertanggung-jawaban staf atas hasil –hasil
Para
anggota lini akan lebih bersedia melaksanakan saran–saran staf bila
para anggota staf ikut bertanggung jawab atas kegagalan yang terjadi.
Pertanggungjawaban ini juga akan membuat para anggota staf lebih
berhati–hati dalam menyusun saran–saran mereka.
Cara Mengatasi Konflik Kerja
Manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara antara lain :
1. Pemecahan masalah ( Problem Solving )
2. Tujuan tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal )
3. Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4. Menghindari konflik ( avoidance )
5. Melicinkan konflik ( Smoothing )
6. Perintah dari wewenang (Authoritative Commands )
7. Mengubah variabel manusia ( Altering the Human Variabel )
8. Mengubah variabel struktural (Altering the Structural Variables)
9. Mengidentifikasikan musuh bersama ( Identifying a Common Enemy )