Seperti dibahas sebelumnya dalam Stress Kerja ; Definisi dan Faktor Penyebab, bahwa ada
tiga sumber yang dapat menyebabkan timbulnya stress yakni Faktor
Lingkungan, Faktor Organisasi dan Faktor Individu. Stres dalam pekerjaan
dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya
yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya,
yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif. Hampir sama
pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang
harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat
persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang
berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan
apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah
lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk
mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum
untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar,
menjadi bagian penting agar
seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama
yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja.
Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa
tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan
tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari
sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga
sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat
(Margiati, 1999:76). Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari
sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika
karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat
stres lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan
mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat
stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat
menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan
keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal
tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin
akan berpikir untuk menibcrikan tugas yang menyertakan stress ringan
bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya
itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja.
Maka
diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
1. Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. Strategi
yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu,
latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan
pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan
tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan
latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima
sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk
mengurangi sires yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan
santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah
dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat
memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2. Pendekatan Organisasional
Beberapa
penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur
organisasi yang scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga
faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang
mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya
adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain
pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi
organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut
akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta
adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap
kondisi fisik dan mental. Secara umum strategi manajemen stres kerja
dapat dikelompokkan mcnjadi strategi penanganan individual,
organisasional dan dukungan sosial (Margiati, 1999:77-78):
1. Strategi Penanganan Individual
Yaitu
strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi
individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kogtiitif.
Artinya,
jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para
karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara
time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih
dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi
sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudlu
bagi orang Islam, dan sebagainya.
b. Melakukan reiaksasi dan
meditasi. Kegiatan relaksasi dan medilasi ini bisa dilakukan di rumah
pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi,
karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian
karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer
kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di
mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa
dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan
pikiran yang mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.
c.
Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah
mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak,
memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan
sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin,
tenis, bulu tangkis, dan sebagainya (Baron & Greenberg dalam
Margiati, 1999:78).
2. Strategi-strategi Penanganan Organisasional.
Strategi
ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol penekan
tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja untuk
pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan
dengan :
a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.
Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi
dengan
menyertakan infleksibel, iktim impersonal. Ini dapat membawa pada stres
kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat
struktur tebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan
partisipatif dan aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan
proses struktural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi
pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan
mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.
b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik
dengan
meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan,
dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau
dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill,
identitas tugas, Signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin
membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung
jawab, pengetahuan hasil-hasil.
c. Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional.
Konflik
peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah
penekan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi
konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga penyebab
stress ini dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing pekerjaan
mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang
ambigious dari apa yang dia kerjakan. Sebuah strategi klarifikasi peran
yang spesifik memungkinkan seseorang mengambil sebuah peranan menemukan
sebuah catatan ekspektansi dari masingmasing pengirim peran. Catatan
ini kemudian akan dibandingkan dengan ekspektansi fokal seseorang, dan
banyak perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi
ketidakjelasan dan negoisasikan untuk memecahkan konflik.
d. Rencana dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling.
Secara tradisional, organisasi telah hanya menunjukkan melalui kepentingan dalam
perencanaan karir dan pengembangan pekerja mercka. Individu dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan slrategi karir sendiri.
3. Strategi Dukungan Sosial.
Untuk
mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang
terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain.
Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada
semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh seperti dikatakan
Landy (dalam Margiati, 1999:78) dan Goldberger & Breznitz (dalam
Margiati, 1999:78).
Karyawan dapat mengajak berbicara orang lain
tentang masalah yang dihadapi, atau sctldaknya ada tempat mengadu atas
keluh kesahnya (Minner dalam Margiati, 1999:78).
Ada empat pendekatan
terhadap stres kerja, yaitu dukungan social (social support), meditasi
(meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi (personal
wellness programs). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat Keith
Davis & John W. Newstrom, (dalam Mangkunegara, 2002:157-158) yang
mengemukakan bahwa "Four approaches that of ten involve employee and
management cooperation for stres management are social support,
meditation, biofeedback and personal wellnes programs".
1. Pendekatan dukungan sosial.
Pendekatan
ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan
sosial kepada karyawan. Misalnya: bennam game, dan bercanda.
2. Pendekatan melalui meditasi.
Pendekatan
ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam
pikiran, mengcndorkan kerja otot, dan menenangkan emosi meditasi ini
dapat dilakukan selama dua periode waktu yang masing-masing 15-20 menit.
Meditasi bias dilakukan di ruangan khusus.
3. Pendekatan melalui biofeedback.
Pendekatan
ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter,
psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat
menghilangkan stress yang dialaminya.
4. Pendekatan kesehatan pribadi.
Pendekatan
ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal
ini karyawan secara periode waktu yang kontinyu memeriksa kesehatan,
melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur.
Mendeteksi
penyebab stres dan bentuk reaksinya, maka ada tiga pola dalam mengatasi
stres, yaitu pola sehat, pola harmonis, dan pola psikologis
(Mangkunegara, 2002:158-159):
1. Pola sehat
Pola sehat adalah pola
menghadapi stres yang terbaik yaitu dengan kemampuan mengelola perilaku
dan tindakan sehingga adanya stres tidak menimbulkan gangguan, akan
tetapi menjadi lebih sehat dan berkembang. Mereka yang tergolong
kelompok ini biasanya mampu mengelola waktu dan kesibukan dengan cara
yang baik dan teratur sehingga ia tidak perlu merasa ada sesuatu yang
menekan, meskipun sebenamya tantangan dan tekanan cukup banyak.
2. Pola harmonis
Pola
harmonis adalah pola menghadapi stres dengan kemampuan mengelola waktu
dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan.
Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan
tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur. Individu tersebut
selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendelegasikan
tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan
penuh. Dengan demikian, akan terjadi keharmonisan dan keseimbangan
antara tekanan yang diterima dengan reaksi yang diberikan. Demikian juga
terhadap keharmonisan
antara dirinya dan lingkungan.
3. Pola patologis.
Pola
patologis adalah pola menghadapi stres dengan berdampak berbagai
gangguan fisik maupun sosial-psikologis. Dalam pola ini, individu akan
menghadapi berbagai tantangan dengan cara-cara yang tidak memiliki
kemampuan dan keteraturan mengelola tugas dan waktu. Cara ini dapat
menimbulkan reaksireaksi yang berbahaya karena bisa menimbulkan berbagai
masalah-masalah yang buruk.
Untuk menghadapi stres dengan cara sehat
atau harmonis, tentu banyak hal yang dapat dikaji. Dalam menghadapi
stres, dapat dilakukan dengan tiga strategi yailu, (a) memperkecil dan
mengendalikan sumber-sumber stres, (b) menetralkan dampak yang
ditimbulkan oleh stres, dan (c) meningkatkan daya tahan pribadi. Dalam
strategi pertama, perlu dilakukan penilaian terhadap situasi
sumbersumber stres, mengembangkan alternatif tindakan, mengambil
tindakan yang dipandang paling tepat, mengambil tindakan yang lebih
positif. Strategi kedua, dilakukan dengan mengendalikan berbagai reaksi
baik jasmaniah, emosional, maupun bentuk-bentuk mekanisme pertahanan
diri. Dalam membentuk mekanisme pertahanan diri dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Misalnya menangis, menceritakan masalah kepada orang
lain, humor (melucu), istirahat dan sebagainya. Sedangkan dalam
menghadapi reaksi emosional, adalah dengan mengendalikan emosi secara
sadar, dan mcndapatkan dukungan sosial dari lingkungan. Strategi ketiga,
dilakukan dengan memperkuat diri sendiri, yaitu dengan lebih memahami
diri, memahami orang lain, mengembangkan ketrampilan pribadi,
berolahraga secara teratur, beribadah, pola-pola kerja yang teralur dan
disiplin, mengembangkan tujuan dan nilai-nilai yang lebih realistik