Bahan Kuliah Manajemen Keuangan. Konsep EVA merupakan suatu konsep penilaian kinerja keuangan
perusahaan yang dikembangkan oleh Stem Stewart & Co, sebuah
perusahaan konsultan manajemen keuangan di Amerika Serikat. Konsep EVA
membuat perusahaan lebih memfokuskan perhatian ke upaya penciptaan nilai
perusahaan dan menilai kinerja keuangan perusahaan secara adil yang
diukur dengan mempergunakan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur
modal awal yang ada (Widayanto,1994:188).
Dengan penghitungan EVA
diharapkan dapat memperoleh hasil perhitungan pada upaya penciptaan
nilai perusahaan (Creating a Firms value) yang lebih realistis. Menurut
Kiryanto(1997:125) Nilai bisa diartikan “nilai guna, daya guna maupun
benefits yang dinikmati oleh Stakeholders”. Hal ini disebabkan karena
EVA dihitung berdasarkan kepentingan kreditur dan terutama para pemegang
saham dan bukan berdasar nilai buku yang bersifat historis. Karena
seorang investor yang rasional tentu akan mendasarkan keputusannya pada
data keuangan yang paling up to date, bukan pada data yang bersifat
historis.
Konsep EVA merupakan pendekatan baru dalam menilai kinerja
perusahaan secara adil yang maksudnya konsep EVA memperhatikan
sepenuhnya para penyandang dana dalam hai kepentingan, harapan dan
derajat keadilan, yang diukur dengan mempergunakan ukuran tertimban
(weighted) dan struktur modal awal yang ada (Widayanto, 1993:195).
Sedangkan pengertian Economic Value Added menurut Widayanto (1993:115)
adalah : EVA dilandasi pada konsep bahwa dalam pengukuran laba suatu
perusahaan kita harus dengan adil mempertimbangkan harapan setiap
penyedia dana (kreditur dun pernegung saham). Derajat keadilan tersebut
dinyatakan dengan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur modal yang
ada. Untuk itulah perlu pemahaman mengenai konsep ongkos modal (cost of
capital) karena Nitami memang berangkat dari sini.
Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa EVA merupakan suatu alat analisis finansial untuk
menilai profitabilitas yang realistis dari operasi perusahaan dan EVA
mempergunakan biaya
modal dalam perhitungannya. Selain itu EVA juga mempertimbangkan dengan
adil harapan para penyandang dana, melalui perhitungan biaya modal
tertimbang dari struktur modal perusahaan. Konsep EVA merupakan suatu
konsep baru yang berangkat dari konsep lama yaitu biaya modal (cost of
capital). Konsep ini merupakan suatu konsep yang digunakan untuk
mengetahui berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sebagai
akibat dari penggunaan dana untuk pembelian barang dan modal ataupun
modal kerja. Pengertian biaya modal itu sendiri menurut Van Home dan
Wachowicz(1992:432) adalah : “Cost of Capital is the required rate of
return on the vurious types of financing”.
Definisi
tersebut mengidentifikasikan bahwa biaya modal merupakan tingkat
pengembalian yang harus dicapai oleh perusahaan agar dapat menutup beban
finansial atas penggunaan sumber dana jangka panjangnya.
Konsep cost
of capital (COC) merupakan konsep yang sangat penting dalam kegiatan
operasi perusahaan karena menyangkut 3 (tiga) hal. Pertama, berkenaan
dengan keputusan pengaggaran modal yang membutuhkan perkiraan biaya
modal untuk penganggaran yang tepat. Kedua, berkenaan dengan struktur
keuangan perusahaan yang mempengaruhi tingkat resiko dan besarnya arus
pendapatan sehingga mempengaruhi pula penetapan biaya modal, dan Ketiga,
berkenaan dengan keputusan-keputusan lain yang memerlukan perkiraan
biaya modal.(Weston dan Brigham, 1991 : 218). Dipandang dari sudut
pembelanjaan perusahaan, konsep cost of capital dimaksudkan untuk dapat
menentukan besarnya biaya secara riil harus ditanggung oleh perusahaan
untuk memperoleh laba. Seperti pendapat Riyanto (1 995 : 246) bahwa
konsep cost of capital tersebut dimaksudkan untuk dapat menentukan
besarnya biaya riil dari penggunaan modal dari masing-masing sumber
dana.
Penilaian biaya modal ini harus dilakukan dengan cepat dan
teliti, karena penilaian perusahaan sangat peka terhadap penggunaan
biaya modal ini. Kalkulasi biaya modal dihitung dari cara pembiayaan
yang digunakan yaitu pada pos-pos yang terdapat disisi kanan neraca
misal utang, saham preferen dan sham biasa. Besarnya biaya modal
menentukan besarnya biaya secara riil harus ditanggung oleh perusahaan
untuk memperoleh dana dari suatu sumber (Riyanto,1995:245). Apabila hal
ini dikaitkan dengan perhitungan biaya modal rata-rata tertimbang
dihitung dari biaya komponen modal dikalikan dengan komposisi
masing-masing komponen. Daya beli masyarakat terhadap suatu jenis
investasi juga akan mempengaruhi biaya modal (Martin dan Keown,
1993:299). Daya beli ini dipengaruhi oleh keadan ekonomi makro yang
sedang terjadi jika keadaan ekonomi masyarakat baik, maka daya beli
masyarakat akan naik, sehingga tingkat pengembalian akan turun dan akan
dapat menekan biaya. Menurut Martin dan Keown (1993:299) faktor-faktor
yang menentukan biaya modal adalah:
1. Keadaan- keadaan umum perekonomian
Faktor
ini menentukan permintaan dan penawaran modal dalam perekonomian
seperti halnya tingkat inflasi, variabel perekonomian tercermin pada
tingkat hasil bebas resiko. Tingkat ini menggambarkan tingkat hasil atas
suatu investasi bebas resiko seperti suku bungan surat berharga jangka
pendek.
2. Keadaan-keadaan pasar
Jika para investor meningkatkan
tingkat hasil minimumnya, ini akan menyebabkan biaya modal serempak
meningkat. Jika surat berharga tldak dipasarkan saat para investor ingin
menjualnya atau bahkan jika permintaan yang berkesinambungan untuk
surat ini ada, namun harga berubah secara signifikan, investor akan
memerlukan tingkat hasil yang relatif lebih tinggi. Di lain pihak, biula
suatu surat berharga mudah dipasarkan dan harganya relatif stabil para
investor akan menghendaki tingkat hasil yang lebih rendah dan biaya
modal perusahaan akan rendah.
3. Keputusan operasi dan pembiayaan perusahaan
Resiko
atau tingkat perubahan hasil juga diakibatkan oleh keputusan-keputusan
yang diambil dalam perusahaan. Resiko yang diakibatkan oleh keputusan
ini secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu : Pertama, resiko
keuangan adalah meningkatnya variabilitas hasil untuk pemegang saham
umum. Tingkat hasil minimum para investor (dan juga biaya modal) akan
bergerak dalam arah yang sama.
Kedua, resiko bisnis adalah tingkat variasi hasil dari aktiva-aktiva dan disebabkan
oleh keputusan investasi perusahaan itu.
4. Besarnya pembiayaan.
Bila
keperluan pembiayaan suatu perusahaan membesar, bobot biaya modalnya
akan meningkat dengan berbagai alasan. Sebagai umpamanya, bila semakin
banyak surat berharga yang diterbitkan, biaya pendirian (floation cost)
perusahaan akan mempengaruhi prosentase biaya dari modal untuk
perusahaan. Biaya modal merupakan konsep yang dapat menentukan besarnya
biaya yang secara riil harus ditanggung oleh perusahaan ,sebagai akibat
penggunaan dananya. Komponen biaya modal dapat dibedakan atas biaya
modal hutang yaitu menunjukkan seberapa besar biaya yang harus
ditanggung oleh perusahaan. Terdapat berbagai jenis utang, tetapi yang
menjadi titik bahasan utang disini adalah biaya modal atas obligasi. Hal
ini disebabkan karena jenis utang
lain besarnya ditentukan oleh
kreditur. Pendapat Weston dan Brigham(1991:425) mengenai biaya modal
hutang adalah : "Biaya komponen utang yang digunakan untuk kalkulasi
biaya modul rata-rata tertimbang adalah suku bunga utang (Kd) dikalikan
dengan (l-t), dimana t adalah tarif pajak perusahaan yang bersangkutan
“. biaya modal saham preferen merupakan gabungan dari saham biasa dan
utang (obligasi). Saham preferen ini membebani kewajiban perusahaan
untuk melakukan pembayaran kepada pemegangnya secara periodik. Biaya
komponen saham preferen yang digunakan
untuk menghitung biaya modal
tertimbang dapat dihitung dari deviden preferen (Dp) dengan harga netto
(Pn). biaya modal saham biasa yang besarnya deviden saham biasa tidak
ditentukan pada saat investor mengarahkan dana, tetapi bersifat tidak
tentu (uncertain) tergantung kinerja perusahaan tersebut dimasa yang
akan datang.
Hal ini berbeda dengan modal utang, karena sudah ada
kepastian tingkat bunga yang disetujui untuk menaksir biaya modal saham
biasa perlu pendekatan berdasarkan tingkat pengembalian yang diharapkan
oleh pemegang saham (owners Expectation). Itulah sebabnya maka untuk
menentukan biaya modal saham biasa harus berdasarkan nilai pasar yang
berlaku dan bukan nilai buku. Tiga model pertama dalam menentukan biaya
modal saham perusahaan dr atas berdasarkan data di pasar modal dan untuk
menghitung biaya modal saham penulis menggunakan pendekatan CAPM. biaya
modal laba ditahan adalah bagian pendapatan perusahaan yang tidak
dibagikan sebagai deviden, tetapi ditahan oleh perusahaan dan
diinvestasikan kembali untuk memperkuat permodalah perusahaan
Meskipun
dana ini diperoleh dengan mudah, tetapi bukan berarti tidak ada dana
yang harus dikeluarkan. Alasan perlu diperhitungkannya biaya modal untuk
laba ditahan dalah karena prinsip Opportunity cost, dalam hal ini
sebanding dengan tingkat pemulihan yang akan diperoleh para pemegang
saham seandainya bagian laba ini dibagikan sebagai deviden. biaya modal
rata-rata tertimbang EVA merupakan konsep yang berlandaskan pada prinsip
bahwa dalam pengukuran laba perusahaan kita harus dengan adil
mempertimbangkan harapan setiap penyandang dana (kreditur dan pemegang
saham), derajat keadilan tersebut dinyatakan dengan ukuran tertimbang
dari struktur modal yang ada dalam perusahaan. Setelah semua biaya dari
berbagai jenis modal ditetapkan secara individual yang merupakan
pertimbangan yang diperlukan untuk mengambil beberapa keputusan
pendanaan, selanjutnya perlu diperhitungkan biaya modal perusahaan
secara keseluruhan.
Penentuan EVA
Langkah-langkah untuk menentukan EVA (Mikke Rousana,1997:19) adalah sbb:
1. Menghitung cost of debt
2. Menghitung cost of common stock
3. Menghitung struktur permodalan dari neraca
4. Menghitung NOPAT
5. Menghitung tingkat pengembalian (r)
6. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang
7. Menghitung EVA
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan ukuran EVA menurut Widayanto (1994:223) adalah sebagai berikut :
I. Menghitung atau menaksir biaya modul utang (cost of debt)
Biaya utang (cost of debt) merupakan rate yang harus dibayar oleh perusahaan di
dalam
pasar sekarang untuk mendapatkan utang jangka panjang yang baru. Yang
dimaksudkan disini adalah utang obligasi. Perhitungannya dapat dilakukan
dengan
menghitung biaya utang sebelum pajak, dimana besarnya biaya
modal adalah sama dengan tingkat couponya, yaitu tingkat bunga yang
dibayarkan untuk tiap lembar obligasi. Perhitungan yang lain adalah
dengan cara menghitung biaya utang setelah pajak, dengan mengalikan suku
bunga utang (1-t), dimana t adalah tarif pajak perusahaan yang
bersangkutan.
2. Menaksir biaya modal saham (cost of equity)
Perhitungan
biaya modal (cost of equity) dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa pendekatan, antara lain CAPM yang melihat cost of equity
sebagai penjumlahan dari tingkat bunga tanpa resiko dan selisih tingkat
pengembalian yang diharapkan dari portofolio pasar dengan tingkat bungan
tanpa resiko dikalikan dengan resiko yang sistematis perusahaan (nilai
beta perusahaan). Pendekatan deviden yang melihat cost
of equity
sebagai nilai deviden per harga saham ditambah dengan prosentase
pertumbuhan dari deviden tersebut atau dengan pendekatan price earning
yang melihat cost of equity sebagai nilai dari laga per saham dibagi
dengan harga saham sekarang.
3. Menghitung struktur permodalan (dari neraca)
Modal
atau capital merupakan jumlah dana yang tersedia bagi perusahaan untuk
membiayai perusahaannya yang merupakan penjumlahan dari total utang dan
modal Saham.
4. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital-WACC)
WACC
merupakan rata-rata tertimbang biaya utang dan modal sendiri,
menggambarkan tingkat pengembalian investasi minimum untuk mendapatkan
tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor . Dengan demikian
perhitungannya akan mencakup perhitungan masing-masing komponennya,
yaitu biaya utang (cost of debt), biaya modal saham (cost of equity),
serta proporsi masing- masing di dalam struktur modal perusahaan.
5. Menghitung EVA
Dilakukan
dengan mengurangi laba operasional setelah pajak dengan biaya modal
yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Untuk melihat apakah dalam
perusahaan telah terjadi EVA atau tidak, dapat ditentukan dengan
kriteria yang dikemukakan oleh Widayanto(1994)sebagai berikut:
1 EVA
> 0, maka telah tejadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam
perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para
penyandang dana dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan
pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan
kreditur mendapatkan bungan. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan
berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga
menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik.
2. EVA < 0, maka
menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis (NITAMI) bagi
perusahaan, karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para
penyandang dana terutama pemegang saham yaitu tidak mendapatkan
pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur
tetap mendapatkan bungan. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya
mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik.
3 EVA = 0,
maka menunjukkan posisi impas karena semua laba yang telah digunakan
untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur dan
pemegang saham.
Sebagai suatu masalah fakta, EVA ini hanyalah
suatu ukuran yang dapat mendukung penilaian memandang ke depan dan
prosedur-prosedur capital budgeting dengan suatu cara yang mana kinerja
dapat dievaluasi. Untuk lebih bersifat praktek, EVA sebagai suatu alat
ukur bisa digunakan untuk penetapan sasaran, mengevaluasi kinerja,
penetapan bonus-bonus dan untuk capital budgeting. Menurut Roger Mills
dan Carole Print (Mills, Print,1995:35), EVA merupakan pendekatan yang
dapat digunakan untuk mengukur keuntungan/kerugian keuangan yang
potensial diterima para pemegang saham
akibat strategi manajemen dalam akuisisi, investasi dan restrukturisasi.
Menurut MH Armitage dan Vijay Jog, EVA menarik karena tiga factor yaitu (Armitrage, Jog,1996 22):
1.
Dalam membandingkan metode arus kas yang didiskontokan akan memberikan
suatu nilai yang diharapkan pada suatu waktu dari investasi di masa
depan, EVA menyediakan suatu pengukuran tahunan dari kinerja penciptaan
nilai yang sebenarnya (bukan ramalan).
2. Hasil EVA (positif/negatif) menelusuri lebih dekat ke kesejahteraan para pemegang
saham dibandingkan dengan ukuran-ukuran tradisional yang lain.
3.
EVA meluruskan strategi-strategi organisasi yang diinginkan dengan
pengukuran kinerja yang akuran dan prosedur-prosedur kompensasi.
Oleh
karena itu maka setiap perusahaan tentu menginginkan EVA naik, karena
EVA adalah tolak ukur fundamental dari tingkat pengembalian modal
(return of capital). Ada tiga cara untuk menaikkan NITAMI, menurut
Widayanto (1994:277) adalah sebagai berikut :
1. Tingkatan keuntungan
(profit) tanpa menggunakan tambahan modal Cost cutting sudah merupakan
metode yang sangat populer dewasa ini. Kegiatan ini akan membawa ke
kegiatan yang membabi buta dan tidak efektif dalam menaikkan NITAMI.
2. Kurangi pemakaian modal
Dalam
praktek, metode ini seringkali paling efektif menaikkan NITAMI. Coke
menggunakan kemasan plastik untuk concentratenya daripada menggunakan
kemasan logam.
3. Lakukan investasi pada proyek-proyek dengan tingkat pengembalian tinggi.
Yakinkan bahwa proyek-proyek tersebut bisa mendapatkan lebih hanya sekedar ongkos modal keseluruhan yang diperlukan.
Berbagai
paparan diatas jelas terlihat, bahwa EVA terutama digunakan sebagai
penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah pada
penciptaaan nilai (value creation) yang merupakan salah satu kelebihan
EVA.
Menurut Mirza (1997:299) mengungkapkan kelebihan lain dari EVA
adalah : EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan
memperhitungkan bebanbiaya modal sebagai konsekuensi investasi.
perhitungan Eva dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data
pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai
konsep penilaian dengan menggunakan analisis ratio. Konsep EVA adalah
alat pengukur karyawan perusahaan yang melihat segi ekonomis dalam
pengukurannya yaitu
dengan memperhatikan harapan para penyandang dana
secara adil, dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran
tertimbang dari struktur modal yang ada dan pedoman pada nilai pasar dan
bukan pada nilai buku. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar
penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang
memberikan EVA lebih, pada perusahaan yang mempunyai struktur terdiri
dari beberapa divisi suatu profit center, sehingga dapat dikatakan bahwa
EVA merupakan tolak ukur yang tepat untuk menjalankan Stakeholders
Satisfaction Concepts yaitu memperhatikan karyawan, pelanggan, dan
pemodal. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut
merupakan ukuran yang praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan,
sehingga
merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis.
Meskipun
konsep EVA berorientasi pada kinerja operasional akan tetapi sangat
berpengaruh untuk dipertimbangkan dalam penentuan arah strategi
perkembangan portofolio perusahaan. Sebagai contoh bila suatu unit usaha
selalu mempunyai EVA yang negatif, kemungkinan sudah saatnya perusahaan
induknya memutuskan untuk keluar dari bisnis tertentu. Sehingga dapat
dikatakan bahwa EVA merupakan suatu metode penilaian
yang secara
akurat dan komprehensif mampu memberikan penilaian secara wajar atas
kondisi suatu perusahaan. Melihat berbagai kelebihan EVA, ternyata juga
mempunyai kelemahan-kelemahan yang diungkapkan Mirza (1997:197-198)
sebagai berikut :
1 EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep
ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas dan
tingkat retensi konsumen.
2 EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa
investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan
mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu, padahal
faktor-faktor lain terkadang justruk lebih dominan.
3 Konsep ini sangat tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan EVA secara akurat.
Walaupun
terdapat beberapa kelemahan, EVA tetap berguna untuk dijadikan acuan,
mengingat EVA memberikan pertimbangan atas harapan investor terhadap
investasi
mereka. Pengembalian dari suatu investasi, baru akan
berarti apabila besarnya pengembalian tersebut melebihi biaya modal yang
dikeluarkan untuk mewujudkan
investasi tersebut.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari EVA menurut Siddharta (1997:176-177) adalah :
1. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan keputusan pemegang saham.
2.
Dengan EVA para manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya
pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimalkan tingkat
pengembalian dan meminimalkan tingkat biaya modal sehingga nilai
perusahaan dapat dimaksimalkan.
3. EVA membuat manajer memfokuskan
perhatian pada kegiatan yang menciptakan nilai dan mengevaluasi kinerja
berdasar kriteria memaksimumkan nilai perusahaan.
4. EVA dapat
digunakan untuk mengidentifikansikan kegiatan atau praktek yang
memberikan pengembalian yang lebih tinggi dari pada biaya modal.
5. EVA akan menyebabkan perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan struktur modal.
Metode
EVA ini juga menyoalkan agar para manager bertindak dari titik pandang
pemilik perusahaan karena berdasarkan suatu penelitian tentang EVA oleh
Kenneth Lehn dan Anill K Makhija sebagai berikut (Lehn, Makhija, 1996
:34-38):
1. EVA berkorelasi positif dengan tingkat pengembalian investasi dalam saham.
Dengan demikian para pemegang saham akan memperoleh penghasilan yang lebih besar bila EVA perusahaan milik mereka meningkat.
2.
EVA berkorelasi negatif dengan tingkat perputaran pimpinan eksekutif
perusahaan. Data-data menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang
memiliki EVA di bawah median industri memiliki tingkat perputaran
sebesar 19,3% sedangkan perusahaan-perusahaan yang memiliki EVA diatas
median industri hanya memiliki tingkat perputaran sebesar
9%,
sehingga layaklah jika para pimpinan eksekutif perusahaan berlomba-lomba
meningkatkan EVA untuk menyelamatkan posisi mereka yang umumnya
disertai dengan gaji
yang menggiurkan.
3.
EVA membantu para manajemen puncak perusahaan untuk memfokuskan
kegiatan usaha mereka, yaitu memperoleh EVA setinggi mungkin agar para
pemegang saham mendapatkan penghasilan yang maksimal. Fokus ini sangat
membantu mengurangi konflik yang umum terjadi antara pihak manajemen dan
pemilik perusahaan.
Dengan demikian konsep EVA mampu mendorong
manajer untuk memaksimumkan EVA jika ingin meningkatkan nilai
perusahaan. Selain itu sebagai pengukur kinerja perusahaan, EVA juga
secara langsung menunjukkan seberapa besar perusahaan telah menciptakan
nilai bagi pemilik modal, hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya
kesadaran manajer bahwa tugasnya adalah untuk memaksimumkan nilai
perusahaan serta meningkatkan nilai pemegang saham dan bukannya untuk
mencapai tujuan lain.