BAB I
PENDAHULUAN
- 1. Istilah “Ilmu Jiwa” dan “Psycologi”.
- Ilmu jiwa itu merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan yang dikenal tiap-tiap orang, sehingga kamipun menggunakannya dalam artinya yang luas dan telah lazim dipahami orang. Pengetahuan” suatu istilah yang “scientific”, sehingga kami mempergunakannya untuk menunujukan kepada pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak ilmiah tertentu.
- Ilmu-jiwa kami gunakan dalam arti yang lebih luas dari pada istilah “psychology”. Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, tetapi jugaa segala khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu. Psychology meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat-syaratnya psychology pada zaman sekarang ini.
Kegiatan “psykhologi” itu merupakan kegiatan yang “baik”, ber”mutu”, “berhasil”, melawan kegiatan “ilmu jiwa” yang “interior”, kurang “bermutu”, tak dapat “dipercayai”.
Psykhologi zaman modern itu tidak dapat disamakan dengan ilmu jiwa, seperti yang dipelajari oleh Platoatau Aristoteles,dua orang filsuf termashur yang juga berilmu-jiwa. Psychologi dalam arti zaman moern itu bukan merupakan cabang dari ilmu filsafat seperti zaman yag lampau. Psychologi dalam arti itu juga bukan sendirinya merupakan ilmu “rohaniah” saja, sejajar dengan ilmu filsafat atau teologi, sebab pandangan demikian bukan lagi memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan modern pada zaman sekarang. Disamping ilmu rohaniah psychologi merupakan juga suatu ilmu pengetahuan alam yang eksata , seperti juga biologi itu merupakan ilmu pengetahuan alam yang eksata.
Hal ini disebabkan oleh karena jiwa manusia seprti yang dipandang oleh psychologi modern itu, bukan merupakan sesuatu yang “rohaniah” terlepas dari pada raga manusia yang “jasmaniah”, seperti pandangan zaman lampau. Pandangan terakhir ini bahwa jiwa adalah terlepas dari raga adalah pandangan ilmu jiwa zaman lampau yang kolot. Menurut psychologi modern maka jiwa manusia itu bersama dengan raganya merupakan satu kesatuan jiwa raga yang tidak dapat dipisah-pisah. Kegiatan jiwa itu tampak juga kepada kegiatan raga. Istilah psychologi menunjukkan kepada ilmu pengetahuan yang sekaligus bercorak ilmu kerohanian, ilmu eksata, dan ilmu sosial zaman modern.
Hal ini disebabkan oleh krena jiwa manusia seperti yang dipandang oleh psychologi modern itu, bukan merupakan sesuatu yang “ rohaniah” terlepas daripada raga manusia yang “jasmaniah” seperti pandangan zaman lampau. Pandangan terakhir ini bahwa jiwa adalah terlepas dari raga. Begitupun ilmu jiwa (psychologi) dalam artinya yang modern sebenarnya merupakan suatu ilmu jiwa-raga. Dan karena itu pula ilmu jiwa raga itu merupakan juga suatu ilmu-pengetahuan alam yang eksakta, sejajar dengan ilmu-pengetahuan biologi atau fisikologi.
Maka kiranya sudah agak jelas maksud kami dalam penggunaan istilah-istilah ilmu jiwa yang lebih luas dan istilah psychologi yang lebih terbatas itu. Istilah psychologi menunjukan kepada ilmu pengetahuan yang sekaligus bercorak ilmu rohaniah, ilmu eksakta dan ilmu sosial zaman modern.
- 2. Sekedar Sejarah Ilmu Jiwa.
Pandangan ilmu jiwa zaman lampau itu tidak hanya memisahkan jiwa dari pada raga, melainkan jiwa itupun dipisah-pisahkanyya menjadi “daya-daya tertentu yang bekerja tersendiri secara terbatas tanpa ada saling hubungannya yang dinamis antara yang satu dengan yang lain. Maka pandangan semacam ini disebujt pula pandangan “atomistis”. Yang hanya memperhatikan pecahan-pecahan dari pada jiw-manusia serta fungsi-fungsinya yang terbatas-batas, tanpa memperhatiakn saling hubungan serta dinamika ke dalam seluruh jiwa raga itu.
Pandangan atomistis itu yang tampak dengan jelas pada hasil pemikiran kaum filsuf-filsuf sejak Plato sampai kepada pertengahan abad ke-19, merupakan pandangan yang khas daripada ilmu jiwa zaman lampau, Yng sudah kolot itu. Pada akhir abad yang ke-19 ketika lahirnya aliran”experimental psychology” yang tidak hanya bersifilfiah saja mengenai gejala-gejala kejiwaan melainkan juga menelitinya secra empiris dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang seobyektif mungkin.
Maka dengan demikian dapatlah kita beda-bedakan dua bagian besar di dalam maninjau kepada sejarah perkembangan ilmu jiwa pada umumnya, ialah sejarah ilmujiwaketika masih bertaraf Cabang Ilmu Pengetahuan Filsafat, dan sejarah ilmu jiwa ketika sudah menjadi Ilmu Pengetahuan Otonom dan berdiri sendiri seperti yang terjadi pada akhir abad ke-19 itu. Mulai pada akhir abad ke-19, maka ilmu jiwa dapat disebut psychologi yang di dalam hal isi, maka ilmu jiwa dapat disebut psychologi yang di dalam hal isi, metode, dan penggunaannya sudah berbeda dengan taraf ilmu jiwa sebelumnya.
- 3. Plato
- 4. Aristoteles
Penemuan aristoteles yang kelak mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu jiwa perumusannya mengenai dalil-dalil asosiasi dalam ingatan orang. Menurut aristoteles maka dua atau lebih ingatan, mudah terasosiasi apabila ingatn-ingatan tersebut berdasarkan kejadian-kejadian yang dahulunya telah berlangsung:
- Pada waktu yang sama
- Dengan berurutan waktu
- Dengan persamaan artinya
- Dengan berlawanan artinya.
- 5. Descaste
Menurut pendapat Descartes makailmu jiwa adalah pengetahuan mengenai gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia, terlepas dari badanya. Hubungan jiwa raga adalah demikian erat , sehingga tekanan jiwa yang besar dapat mempengaruhi kesehatan badan penyakit yan psychogeen, dan sebaliknya.
- 6. Jonh Locke
- Semua pengetahuan, tanggapan dan perasaan jiwa manusia itu diperolehnya karena pengalaman melalui alat-alat indranya.
- Susunan gejala-gejala manusia menurut J. Locke itu pada akhirnya terdiri atas unsur-unsur pengalaman sederhana yang menggabungkan diri menjadi gejala jiwa yang lebih rumit seperti komplek-komplek perasaan , berteori yang sulit dll.
- 7. David hume
- Impression of sensations
- Impression of refrections
- Ideas of sensations
- Ideas of refrections,
- Asosiasi karena berdekatan dalam waktu dan ruang
- Asosiasi karena persamaan artiasosiasi karena sebab akibat
- 8. Wilhelm wundt
- 9. Sigmund Freud
- Gejala-gejala tingkah-laku keliru
- Gejala-gejala mimpi
- Gejala-gejala neurose
- 10. Szondi
- 11. Carl C. Jung
- 12. Iktisar lapangan psychology
- 13. Psychology teoretis
- Psychology Umum
- Psychology khusus
- Psychology pelaksanaan (praktis).
- a. Psychodiagnostik
- b. Psychology klinis dan bimbingan psychologis.
- c. Psychology perusahaan,
- d. Psychology pendidikan .
- 15. Obyekdari pada psychology
- Makhluk individual
- Makhluk sosial
- Makhluk berke-Tuhanan
- A. manusia makhluk individu
Baruslah psychologi zaman modern inilah menegaskan bahwa kegiatan jiwa manusia dalam kehidupan sehari-harinya itu merupakan kegiatan keseluruhan jiwaranganya, dan bukan kegiatan alat-alat tubuh saja atau kemampuan-kemampuan jiwa satu persatu terlepas daripada yang lain.
- B. manusia adalah makhluk sosial
Pada dasarnya peribadi manusia tak sanggup hidup seorang diri tampa lingkungan pasychis atau rohaniahnya walapun secara biologis- fisiologis ia mugkin dapat mempertahankan pada kehidupan vegetatif.
- C. manusia sebagai makhluk berke-Tuhanan.
Walaupun begitu secara psychologis dapat diakui bahwa segi manusia mahluk berke-tuhanan itu dapat pula dengan sadar atau tidak sadar ditunjukan dan digerakan oleh sesuatu obyek yang bukan merupakan Tuhan Yang Maha Esa, pencipta seluruh univerrsum itu, universum yang tak terhingga dan yang menurut ahli-ahli ilmu alam sekrang-kurangnya berumur 2000 juta tahun lagi.
BAB II
MOTIF DAN ATTITUDE
- 1. Motif Manusia
- 2. Motif tunggal , motif bergabung
- 3. Motif biogenetis
- 4. Motif sosiogenetis
- 5. Motif teogenetis
- 6. Attitude
Attitude itu mungkin terarahkan terhadap benda-benda, orang –orang tetapi juga terhadap peristiwa, pemandangan lembaga, norma nilai, dan lain.lain.
- 7. Attitude sosial/individual
- Bahwa attitude individual dimiliki seorang demi seorang saja , misalnya kesukaan terhadap binatang- binatang tertentu.
- Bahwa attitude individual berkenaan dengan obuek-obyek yang bukan merupakan obyek perhatian sosial.
- 8. Ciri attitude
- Attitude bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu, dalam hubungannya dengan obyeknya.
- Attitude itu dapat berubah-ubah, oleh karena itu attitude dapat dipelajari oleh orang, atau sebaliknya, attitude itu dapat berubah pada orang –orang bila terdapat keadaan dan syart-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang itu.
- Attitude itu tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek.
- Obyek attitude itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga meru[pakan kumpulan dari hal hal tersebut. Jadi attitude itu dapat berkenaan dengan satu obuek saja tetapi juga berkenaandengan sederetan obyek-obyek yang serupa.
- Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inulah yang membedakan attitude daripada kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki orang.
- 9. Memahami attitude
- 10. Pembentukan dan perubahan attitude
- 11. Mengenai faktor extern
- Dalm interaksi kelompok, di mana terdapat hubungan timbale balik yang langsung antara manusia.
- Karena komunikasi , di mana terdapat pengaruh-pengaruh( hubungan) langsung dari satu puhak saja.
- 12. Interaksi kelompok. .
- 13. Shiting of reference-groups
- Ia menetap kepada norma dan attitude kehidupan daripada kelompok keluarganya
- Ia melepaskan norma dan attitude reference gropunya itu dan menyesuaikan dirinya dengan norma dan attitude dari membership groupnya.
- 14. Kesimpulan umum
- Sumber penerangan itu memperoleh kepercayaan orang banyak
- Orang banyak belum mengentahui benar atau ragu-ragu tentang idi dan fakta attitude baru
- Attitude yang di bentukitu tidak terlampau jauh isinya dari pada “frame of reference” daripada lingkungan sosial tempat orang banyak. Itu hidup
- “two-sided” argument lebih bertahan kepada counter-counter propaganda daripada”one side” argument.
- 15. Prasangka sosial.
- 16. Cirri pribadi orang berprasangka.