Yang
dimaksud tentang Rencana Tata Ruang Kota dalam peraturan pemerintah RI
nomor 69 tahun 1996 tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta bentuk
dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang meliputi:
1. Ruang
adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup
dan melakukan kegiatan guna memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
3. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatn ruang.
4. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
5. Wilayah
adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
6. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.
7. Kawasan
pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole)
Pusat
pertumbuhan (Growth Pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara
fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan
adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang
karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga
mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar
(hinterland). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi
yang banya memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya
tarik (pole attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik
untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan
fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada
interaksi antara usaha-usaha tersebut. Tidak semua kota generatif dapat
dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan harus
memiliki empat ciri, yaitu adanya hubungan intern antara berbagai macam
kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiplier effek (unsure
pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan bersifat mendorong
pertumbuhan daerah belakangnya (hinterland) (Robinson Tarigan,2004).
Arsyad
(1999) menyebutkan bahwa teori kutub pertumbuhan yang dipopulerkan oleh
ekonom Perroux (1970) menyatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di
berbagai daerah pada waktu yang sama. Pertumbuhan hanya terjadi di
beberapa tempat yang merupakan pusat (kutub) pertumbuhan dengan
intensitas yang berbeda. Inti teori yang dikemukakan oleh Perroux dapat
dijabarkan sebagai berikut;
1)
Dalam proses perubahan akan timbul industri unggulan yang merupakan
penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Karena keterkaitan
antara industri sangat erat, maka perkembangan industri unggulan akan
mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan erat dengan
industri unggulan tersebut.
2)
Pemusatan industi pada suatu daerah akan mempercepat pertumbuhan
perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi
yang berbeda antar daerah, sehingga perkembangan industri di daerah
tersebut akan mempengaruhi perkembangan daerah-daerah lainnya.
3)
Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif
(industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu
industri yang tergantung dengan industri unggulan/pusat pertumbuhan.
Daerah yang relatif maju/aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang
relatif pasif.
Menurut
Badrudin (1999), terdapat dua hal penting yang berkaitan dengan kutub
pertumbuhan: pertama, kutub pertumbuhan merupakan sekelompok kegiatan
industri yang mempunyai keterkaitan ke depan (forward lingkage) dan
keterkaitan ke belakang (backward lingkage) yang kuat sebuah industri
yang unggul, sehingga akan mempunyai kemampuan untuk menggerakkan
aktivitas perekonomian dan sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi pada
suatu negara. Kedua, kelompok industri tersebut akan berupaya memilih
lokasi pada kota-kota besar dengan mempertimbangkan kemudahan berbagai
prasarana dan fasilitas, namun tetap memperhatikan hubungan dengan
daerah pendukung (hinterland) sebagai salah satu pemasok input atau sumberdaya, konsep ini dikenal dengan aglomerasi ekonomi.