al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah
Sesungguhnya seluruh penyakit-penyakit qalbu berasal dari jiwa. Maka al-mawadul fasidah (unsur-unsur yang rusak) selalu bersumber darinya, lalu daripadanya menyebar ke seluruh anggota tubuh, dan yang pertama kali diserang adalah qalbu. Dengan demikian, kalau jiwanya sudah rusak maka yang pertama kali diserang adalah qalbu.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dalam bersabda dalam khutbah hajat,
اَلْحَمْدَ لِلّٰهِ نَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَهْدِيْهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
“Segala puji bagi Allah, kita memohon pertolongan, petunjuk dan ampunan-Nya. Dan kita berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan jiwa kita dan dari keburukan-keburukan perbuatan kita.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad dari jalur Ishaq dari Abul Ahwash dari Ibnu Mas’ud dan sanadnya shahih)
Dan sungguh beliau Shallallahu’alaihi wasallam telah berlindung dari kejahatan jiwa (hawa nafsu) secara umum, dan dari kejahatan apa-apa yang lahir daripadanya berupa amalan (berbagai perbuatan) buruk, serta dari kejahatan apa-apa yang diakibatkan darinya berupa hal-hal yang dibenci dan siksa yang menimpa.
Beliau Shallallahu’alaihi wasallam menggabungkan berlindung dari kejahatan jiwa (hawa nafsu) dan dari keburukan-keburukan perbuatan. Maka dalam permohonan perlindungan beliau ini ada dua bentuk:
Pertama, penyandaran macam kepada jenisnya. Yakni, aku berlindung kepada-Mu dari macam perbuatan-perbuatan ini.
Kedua, yang dimaukan adalah siksaan yang menimpa karena berbagai amalan jelek yang mengakibatkan buruk pelakunya.
Pada pengertian pertama berarti beliau Shallallahu’alaihi wasallam berlindung dari sifat jiwa (hawa nafsu) dan perbuatannya. Dan pada pengertian kedua berarti beliau Shallallahu’alaihi wasallam berlindung dari siksaan dan sebab-sebabnya.
Telah sepakat as-Saalikuuna ilallah (orang-orang yang menuju Allah) dengan berbagai perbedaan thariqah dan suluk (jalan dan metode) mereka, bahwasanya hawa nafsu memutus hubungan qalbu untuk sampai kepada Rabb, dan bahwasanya qalbu itu tidak akan sampai kepada Allah Subhanahu wata’ala dan tidak akan terhubung menuju-Nya kecuali setelah menaklukan hawa nafsu itu dan meninggalkannya dengan cara menyelisihinya dan dan mengalahkannya.
Sesungguhnya manusia terdiri dari dua macam:
Pertama, orang yang dikalahkan oleh hawa nafsunya, maka hawa nafsu berhasil menguasai dirinya dan menghancurkannya, iapun tunduk di bawah perintah-perintah hawa nafsunya.
Kedua, orang yang bisa mengalahkan hawa nafsunya, maka ia mengendalikan hawa nafsunya, sehingga hawa nafsunya tunduk patuh pada perintah-perintahnya.
Berkata sebagian al-‘Aarifiin (orang-orang yang bijak), “Telah berakhir perjalanan panjang ath-Thaalibiin (orang-orang yang mencari Allah Azza wajalla) dengan mengalahkan hawa nafsunya. Maka barangsiapa yang mengalahkan hawa nafsunya berarti dia telah beruntung dan berhasil. Sebaliknya, barangsiapa yang dikalahkan oleh hawa nafsunya berarti dia orang yang merugi dan binasa.”
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
فَأَمَّا مَنْ طَغَى وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى. وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
“Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” (an-Naazi’aat: 37-41).
Maka hawa nafsu menyeru kepada kedurhakaan dan mengutamakan kehidupan dunia, sedangkan Rabbuna Jalla wa’ala menyeru hamba-Nya agar takut kepada-Nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.
Dan qalbu berada di antara dua penyeru itu, terkadang ia cenderung kepada penyeru ini, dan terkadang pula cenderung kepada penyeru yang lain. Dan dunia ini tempat ujian dan cobaan.
(Disalin dari kitab Ighatsah al-Lahfan min Mashaaid asy-Syaithan, Karya al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah)