SHALAT TAHIYATUL MASJID

Ketika seseorang memasuki masjid, janganlah ia duduk sehingga melaksanakan shalat dua rakaat yang disebut dengan tahiyatul masjid.
Secara bahasa tahiyatul masjid berarti menghormati masjid. Sedangkan ‎menurut istilah shalat tahiyatul masjid adalah shalat dua rakaat yang dilaksanakan sesaat setelah ‎kita memasuki masjid. ‎
Hukum shalat tahiyatul masid adalah sunnah. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW bersabda :

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ

Jika salah seorang kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sebelum mengerjakan shalat dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tata cara pelaksanaan shalat tahiyatul masjid adalah sebagai berikut :‎
  • Jumlah rakaatnya hanya 2 rakaat.‎
  • Dilaksanakan secara munfarid (sendirian).‎
  • Waktunya setiap saat memasuki masjid, baik untuk melaksanakan shalat ‎fardu maupun ketika akan beri’tikaf.‎
  • Urutannya secara garis besarnya :
    1. Berniat shalat Tahiyatul Masjid, contoh lafadznya :‎

    أُصَلِّي سُنَّةً تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ رَكْعَتَيْنِ للهِ تَعَالى

    ‎“Saya berniat shalat tahiyat masjid dua rakaat karena Allah Ta’ala.”‎
    ‎2.‎ Takbiratul ihram
    ‎3.‎ Shalat dua rakaat seperti biasa.‎
    ‎4.‎ Salam.‎
Tujuan dari pelaksanaan shalat dua rakaat ini adalah untuk menghormati masjid. Karena masjid memiliki kehormatan dan kedudukan mulia yang harus dijaga oleh orang yang memasukinya. Yaitu dengan tidak duduk sehingga melaksanakan shalat tahiyatul masjid ini. Karena pentingnya shalat ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tetap memerintahkan seorang sahabatnya – Sulaik al-Ghaathafani – yang langsung duduk shalat memasuki masjid untuk mendengarkan khutbah dari lisannya. Ya, Nabishallallahu ‘alaihi wasallam tidak membiarkannya duduk walaupun untuk mendengarkan khutbah dari lisannya, maka selayaknya kita memperhatikan shalat ini.
Begitu juga Jabir radhiyallahu ‘anhu, saat ia datang ke masjid untuk mengambil harga untanya yang dijualnya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau memerintahkannya untuk shalat dua rakaat. (HR. Bukhari Muslim )
Ibnu Hibban dalam Shahihnya, dari hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dia pernah masuk masjid, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya padanya, “Apakah kamu sudah shalat dua rakaat?” Dia menjawab, “Belum.” Beliau bersabda, “Bangunlah, laksanakan dua rakaat!”
Maka berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, seluruh ulama sepakat tentang disyariatkannya shalat tahiyatul masjid (Fathul Baari: 2/407). Bahkan sebagiannya -khususnya dari madzhab Dzahiriyah- berpendapat wajib dengan berpatokan pada dzahir hadits. Sedangkan jumhur ulama berpendapat sunnah, berdasarkan beberapa hadits lain yang memalingkannya kepada anjuran. Di antaranya, hadits tentang shalat lima waktu, maka ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah aku punya kewajiban selainnya?” Beliau menjawab, “Tidak, kecuali bila engkau mengerjakan yang sunnah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pengarang Shahih Fiqih Sunnah menguatkan pendapat jumhur dengan menyebutkan hadits Waqid al-Laitsi, “Bahwasanya tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallamsedang duduk di dalam masjid bersama jamaah, tiba-tiba datangnya tiga orang. Dua orang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan yang satunya pergi. Kemudian keduanya berdiri di hadapan beliau. Adapun salah seorang dari keduanya melihat celah di majlis itu, maka ia duduk di tempat yang kosong itu. Sedangkan yang lainnya duduk di belakang mereka.
Setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selesai dari majlisnya, beliau bersabda: “Maukah aku kabarkan tentang tiga orang tadi? Adapun seorang dari mereka, ia datang menemui Allah maka Allah datang menemuinya. Adapun yang seorang tadi, ia malu maka Allah malu kepadanya. Adapun yang seorang lagi, ia berpaling maka Allah berpaling darinya.” (Al-Bukhari)
Menurut Syaikh Abu Malik Kamal, kedua orang tersebut langsung duduk dan RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak memerintahkannya untuk shalat dua rakaat. Wallahu a’lam.