1. Pengertian Pengendalian sosial
a. Berger (1978). Pengendalian sosial adalah
berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang
membangkang.
b. Roucek (1965). Mengemukakan bahwa pengendalian
sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana dimana
individu dianjurkan, dibujuk ataupun dipaksa untuk menyesuaikann diri pada
kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa
upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat disebut
pengendalian sosial (social control).
2. Tujuan Pengendalian sosial
Tujuan
pengendalian sosial adalah terciptanya suatu keadaan yang serasi antara
stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat dan untuk memulihkan keadaan yang
serasi seperti sebelum terjadinya perubahan.
3.
Cara Pengendalian sosial
a. Dari aspek pelaksanaan
Dilihat
dari aspek pelaksanaannya, cara pengendalian sosial dapat dilakukan dengan cara
berikut :
1) Persuasif. Pengendalian sosial secara
persuasif menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing dan dapat berupa
anjuran. Contohnya, himbauan kepada PKL (Pedagang Kaki Lima) untuk tidak
berjualan di sepanjang trotoar dan bersedia menempati kios-kios yang disediakan
pemerintah.
2) Coercive. Pengendalian sosial secara
coercive/paksaan dilakukan setelah langkah persuasif tidak berhasil. Yaitu
dengan tindakan ancaman dan kekerasan. Contohnya : penggrebekan sarang
perjudian dan warung penjual minuman keras.
3) Pervasi. Cara ini dilakukan dengan jalan norma
dan nilai disampaikan secara berulang-ulang dan terus menerus dengan harapan
norma atau nilai tersebut melekat dalam jiwa, sehingga akan terbentuk sikap
yang diharapkan, misalnya bahaya narkoba dapat disampaikan pada masyarakat melalui
media massa secara berulang-ulang dan terus menerus.
4) Kompulsi. Pengendalian sosial yang dilakukan
dengan menciptakan suatu situasi yang dapat mengubah sikap atau perilaku yang
negatif. Contohnya, seorang siswa yang enggan memakai dasi sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan sekolah. Agar siswa patuh untuk memakai dasi waktu
sekolah. Setiap ada siswa yang tidak memakai dasi ditegur dan dijelaskan sebab
mereka harus memakai dasi.
b. Berdasarkan ruang lingkup atau jumlah cakupan
yang terlibat
1) Pengawasan dari individu terhadap individu
lain, misalnya seorang bapak memperingatkan anaknya untuk tidak merokok.
2) Pengawasan dari individu terhadap kelompok,
misalnya seorang polisis yang sedang mengatur lalu lintas di perempatan jalan
demi kelancaran dan keamanan pengguna jalan.
3) Pengawasan dari kelompok terhadap kelompok,
misalnya PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) memberikan peringatan
kepada seluruh tim sepak bola peserta liga sepak bola untuk menaati segala
peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan.
4) Pengawasan dari kelompok terhadap individu,
misalnya sebuah organisasi kepemudaan mengeluarkan salah satu anggotanya karena
ketidakdisiplinannya guna menjaga eksistensi organisasi.
Selain cara
di atas, menurut Koentjaraningrat pengendalian sosial dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :
1)
Mempertebal keyakinan para warga
masyarakat akan kebiasaan adat istiadat.
2)
Melalui jalur pendidikan baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
3)
Mengembangkan rasa malu dalam jiwa warga
masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat istiadat
4)
Mengembangkan rasa takut dalam jiwa
warga masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat istiadat dengan
ancaman-ancaman dan kekuasaan.
5)
Memberi ganjaran kepada warga masyarakat
yang taat kepada adat istiadat (menciptakan sistem hukum).
4. Sifat-sifat Pengendalian Sosial
Sifat-sifat pengendalian sosial dapat
dibedakan menjadi tiga sebagai berikut:
1) Preventif (mencegah). Usaha pengendalian
sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran. Tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya pelanggaran. Contoh : pemberian nasihat orang tua terhadap
anak-anaknya.
2) Represif (memperbaiki). Represif diadakan
apabila telah terjadi pelanggaran dengan diupayakan supaya keadaan pulih
kembali seperti sediakala. Contoh : seseorang yang ingkar janji untuk membayar
utang diadukan ke pengadilan.
3) Kuratif, adalah pengendalian sosial yang
dilakukan pada saat terjadi penyimpangan sosial. Contoh, seorang guru menegur
dan menasihati siswanya karena ketahuan menyontek pada saat ulangan.
5. Macam-macam Pengendalian sosial
a. Dilihat dari asalnya dibedakan menjadi :
1) Pengendalian sosial internal, yaitu
pengendalian yang berasal dari pemerintah kepada kelompok masyarakat tertentu
yang dianggap menyimpang.
2) Pengendalian eksternal, yaitu pengendalian
sosial yang berasal dari rakyat kepada penguasa karena dirasa adanya
penyimpangan yang dilakukan oleh penguasa. Misalnya, usulan melalui DPR,
pemogokan, demonstrasi.
b. Dilihat dari pelaksanaannya dibedakan menjadi
:
1) Pengendalian sosial primer, yaitu pengendalian
yang dilakukan oleh kelompok primer berupa kelompok yang kecil, akrab, dan
bersifat informal, seperti keluarga, klien, kelompok bermain.
2) Pengendalian sosial sekunder, yaitu pengendalian
sosial yang dilakukan kelompok sekunder berupa kelompok yang lebih besar, tidak
bersifat pribadi (impersonal) dan mempunyai tujuan yang khusus, misalnya
serikat buruh, asosiasi pedagang.
6. Jenis-Jenis Pengendalian sosial
Jenis
pengendalian sosial terdapat dalam suatu lembaga baik lembaga pengendalian yang
formal maupun lembaga pengendalian nonformal, yaitu berupa :
a. Pendidikan. Dengan pendidikan, seseorang
diberikan pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan semakin mampu memahami perilaku yang sesuai
dengan nilai dan norma sosial. Pengaruh pendidikan yang ditanamkan oleh orang
tua sangat besar terhadap pembentukan kepribadian anak.
b. Agama. Agama dibangun dari sebuah kepercayaan yang
dipegang teguh oleh pemeluknya. Dalam agama diajarkan nilai kebenaran dan norma
yang menjadi pedoman untuk hidup di dunia dan akhirat. Ajaran agama berisi
perintah dan larangan yang harus ditaati oleh manusia. Agama merupakan cara
pengendalian sosial yang sangat efektif pada masyarakat selama masyarakat masih
memegang teguh kesakralan dari agama yang dianut.
c. Hukum. Hukum menjadi suatu alat pengendali
yang efektif apabila masyarakat sudah mempunyai kesadaran hukum yang tinggi.
Dalam masyarakat modern, hukum menjadi suatu alat pengendalian paling tinggi.
d. Kekerasan. Kekerasan menjadi efektif dalam
pengendalian sosial ketika individu yang dikendalikan sulit untuk diberi
penjelasan atau dalam situasi yang kacau balau. Massa yang berlaku brutal akan
lebih efektif bila diberikan kekerasan daripada dengan himbauan.
e. Cemoohan. Cemoohan merupakan bentuk
pengendalian sosial yang bersifat individual terhadap pelaku penyimpangan.
Cemoohan akan efektif pada kelompok masyarakat tertentu.
f. Desas desus. Desas desus dapat mencegah suatu
penyimpangan yang akan dilakukan oleh individu. Dengan adanya desas desus
biasanya individu mengurungkan niatnya untuk berbuat menyimpang.
g. Teguran. Teguran sebagai alat pengendalian
sosial akan mudah dilakukan pada pengendalian secara individual. Orang yang
ditegur biasanya akan merasa malu dan tidak akan mengulang perbuatannya.
7. Peran Lembaga Pengendalian sosial
Lembaga
pengendalian sosial adalah lembaga yang dibuat oleh masyarakat dengan tujuan
untuk menegakkan aturan sosial yang telah disepakati bersama. Lembaga
pengendalian sosial dapat berupa formal maupun nonformal.
a. Lembaga Formal
Lembaga formal adalah lembaga yang dibuat
dengan struktur dan organisasi yang nyata. Lembaga formal berhubungan dengan
lembaga yang resmi diatur oleh pemerintah. Pada lembaga formal berlaku hukum
formal yang berupa aturan-aturan tertulis disertai dengan sanksi yang jelas.
Beberapa lembaga pengendalian sosial formal, yaitu :
1) Pengadilan
2) Kepolisian
b. Lembaga nonformal
Lembaga pengendalian sosial yang bersifat
nonformal, antara lain :
1) Adat
2) keluarga
3) tokoh
masyarakat