Akuntansi pada awalnya dikenal dengan sistem tata buku berpasangan (double entry),
pertama Pilihan kali diperkenalkan oleh pedagang Venesia di Italia pada tahun
1494. Penulisnya adalah seorang rahib dari Orde Fransiskan, yang bernama
Luca Pacioli, seorang ahli matematika yang mengajar di berbagai
universitas di Perugia, Naples, Pisa, dan Florence. Tata buku
berpasangan mencatat kedua aspek transaksi sedemikian rupa yang
mwmbwntuk suatu perkiraan yang berimbang. Misalnya, bila seseorang
meminjam uang sebesar Rp. 1.000.000,- dari suatu bank, maka jumlah
pinjaman tersebut dicatat baik berupa kas sebesar Rp. 1.000.000,- maupun
sebagai kewajiban membayar kembali (utang) sebesar Rp. 1.000.000,-.
Dari pencatatan ini terlihat lebih sistematis yang menghasilkan laporan
keuangan yang menyeluruh dalam satuan uang berupa laba dalam periode
tertentu, jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan, dan hak (equity)
atas aktiva tersebut.Pada akhir abad ke-15, ditemukannya belahan dunia
dan jalur perdagangan baru yang mengakibatkan pusat perdagangan
berpindah ke Spanyol, Portugis, dan kemudian Belanda. Sejak perpindahan
tersebut terjadi kemajuan yang pesat dalam bidang akuntansi, yaitu
dibuatnya perhitungan laba rugi tahunan. Hal ini kemudian mendorong
dikembangkannya penyusunan neraca untuk jangka waktu tertentu. Pada
tahun 1673, Perancis mengharuskan kepada setiap perusahaan di negaranya
untuk membuat neraca perdagangan paling tidak sekali dalam dua tahun.
Revolusi Industri di Inggris, yang terjadi pada pertengahan abad ke-18
hingga sampai pertengahan abad ke-19, membawa banyak perubahan
sosial-ekonomi. Salah satu yang menonjol adalah perubahan cara
memproduksi barang dagangan dari kerajinan rumah tangga (handycraft)
ke sistem pabrik. Penggunaan mesin yang menghasilkan banyak produksi
menimbulkan keharusan untuk menetapkan besarnya biaya produksi dari
buatan mesin tersebut, dibandingkan dengan biaya produksi buatan tangan
pengrajin yang relatif lebih sedikit jumlahnya. Spesialisasi dalam
akuntansi biaya meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam analisis
berbagai biaya dan teknik pencatatannya.
Di Indonesia, profesi akuntan
berkembang dengan pesat sejak dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman
Modal Asing tahun 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam negeri
tahun 1968. Peran pemerintah membentuk tim koordinasi pengembangan
akuntansi serta reformasi perpajakan tahun 1984 telah mendorong kian
pesatnya perkembangan profesi ini. Akuntan sendiri pada mulanya dikenal
mulai tahun 1642. Penghapusan Undang-Undang Tanam Paksa yang dilakukan
Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1870, memicu banyaknya kaum pengusaha
Belanda menanamkan modal di Indonesia dan hal ini mendorong perkembangan
akuntansi.
Sistem yang dianut oleh pengusaha Belanda ini adalah seperti yang
diajarkan oleh Luca Pacioli. Sistem ini disebut juga dengan tata buku
yang sebenarnya tidaklah sama dengan akuntansi, di mana tata buku
menyangkut kegiatan-kegiatan yang bersifat konstruktif dari proses
pencatatan, peringkasan, penggolongan, dan aktivitas lain yang bertujuan
menciptakan informasi akuntansi berdasarkan pada data. Sedangkan
akuntansi menyangkut kegiatan-kegiatan yang bersifat konstruktif dan
analitikal seperti kegiatan analisis dan interpretasi berdasarkan
informasi akuntansi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pembukuan
merupakan bagian dari akuntansi. Tahun 1850, orang Belanda menemukan
metode baru dalam pembukuan yang efisien. Selama periode 1850-1900
terjadi semacam dualisme antara yang menggunakan metode lama dan yang
menggunakan metode baru. Pada awal abad ke-20, metode pembukuan lama
hilang dari sejarah akuntansi Belanda. Perkembangan ini juga dibawa ke
Indonesia.
Fungsi pemeriksaan (auditing) mulai dikenalkan di indonesia tahun 1907, yaitu sejak seorang anggota NIVA, Van Schagen, menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan. Pengiriman Van Schagen ini merupakan cikal bakal dibukanya Jawatan Akuntan Negara (Government Accountant Dienst [GAD]) yang resmi didirikan pada tahun 1915. Akuntan publik pertama adalah Frese & Hogeweg, yang mendirikan kantornya di Indonesia pada tahun 1918. Pada tahun 1920 berdiri kantor akuntan H.Y. Voerens. Dalam tahun 1921 didirikan Jawatan Akuntan Pajak (Belasting Accountant Dienst [BAD]). Akuntan internal pertama kali datang ke Indonesia adalah J.W. Labrijn yang sudah ada di Indonesia dalam tahun 1896. Pada zaman penjajahan Belanda tidak banyak orang Indonesia yang terjun ke bidang akuntansi, 90 % jabatan-jabatan tersebut dipegang oleh orang Belanda. Jika pun ada orang Indonesia, mereka hanya merupakan tenaga-tenaga pelaksana. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi tercatat J.D. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku untuk Jawatan Akuntan Pajak pada 21 September 1929. Oleh karena itu, ketika masa pendudukan Jepang, Indonesia sangat kekurangan tenaga di bidang akuntansi. Atas prakarsa Mr. Slamet, didirikan kursus-kursus untuk mengisi kekosongan jabatan tadi dengan tenaga-tenaga Indonesia. Pada masa itu dikenal kursus A, B, C, dan D. Para pengikut kursus-kursus inilah yang nantinya merupakan cikal bakal tenaga-tenaga akuntan di Indonesia. Mengenai sistem akuntansinya, tidak banyak terjadi perubahan selama zaman Jepang ini.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, hanya ada seorang akuntan berbangsa Indonesia, yaitu Prof. Dr. Abutari. Pemerintah RI mulai melakukan pembenahan dengan mengirim putra-putrinya ke luar negeri untuk belajar akuntansi. Di dalam negeri sendiri, pendidikan akuntansi mulai dirintis dengan dibukanya jurusan akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tahun 1952. Pembukaan ini kemudian diikuti Institut Ilmu Keuangan (sekarang Sekolah Tinggi Akuntansi Negara), tahun 1960 dan fakultas-fakultas ekonomi di Universitas padjadjaran (1961), Universitas Sumatera Utara (1962), Universitas Airlangga (1962) dan Universitas Gadjah Mada (1964). Dewasa ini, fakultas ekonomi universitas-universitas negeri yang mempunyai jurusan akuntansi terdapat di Universitas Andalas, Universitas Riau, Universitas Jambi, Universitas Syiah Kuala, Universitas Diponegoro, Universitas Sebelas Maret, Universitas Udayana, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas jenderal Sudirman, Universtitas Brawijaya, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tamansiswa Banjarnegara tentunya, tempatku belajar.
Pada tanggal 23 Desember 1957, organisasi profesi yang kemudian diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) didirikan. Dalam tahun 1978, berdiri Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik yang kini berubah nama menjadi Institut Akuntan Publik Indonesia. Tahun 1986, berdiri Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen (kini berubah nama menjadi Institut Akuntan Manajemen Indonesia) dan Akuntan Pendidik. Dan pada tahun 2001 berdiri Kompartemen Akuntan Pemerintah.
Pada era globalisasi ini, batas-batas negara bukan menjadi suatu penghalang dalam aktivitas bisnis. Hal ini juga berdampak pada persaingan profesi akuntan yang semakin tajam. Kondisi ini menuntut sikap profesional akuntan Indonesia agar menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Setelah krisis ekonomi Indonesia tahun 1997, peran profesi akuntan diakui semakin signifikan mengingat profesi ini memiliki peranan strategis di dalam menciptakan iklim transparasi di Indonesia. Suatu iklim yang diharapkan mampu mendorong bangkitnya kembali roda ekonomi Indonesia. Rumor ketidakprofesionalnya akuntan lokal juga semakin santer ketika IMF maupun Bank Dunia menekan pemerintah untuk menggunakan akuntan asing dalam mengaudit bank-bank bermasalah di Indonesia. Dengan danya perubahan pradigma organisasi profesi dan pemerintah dalam meningkatkan kualitas akuntan, baik melalui penyempurnaan Standar Akuntansi Keuangan dan Standar Profesi, maupun yang mengharuskan menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) untuk mendapatkan gelar akuntan sebagai pendidikan tambahan setelah menempuh pendidikan S1 di perguruan tinggi.
Fungsi pemeriksaan (auditing) mulai dikenalkan di indonesia tahun 1907, yaitu sejak seorang anggota NIVA, Van Schagen, menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan. Pengiriman Van Schagen ini merupakan cikal bakal dibukanya Jawatan Akuntan Negara (Government Accountant Dienst [GAD]) yang resmi didirikan pada tahun 1915. Akuntan publik pertama adalah Frese & Hogeweg, yang mendirikan kantornya di Indonesia pada tahun 1918. Pada tahun 1920 berdiri kantor akuntan H.Y. Voerens. Dalam tahun 1921 didirikan Jawatan Akuntan Pajak (Belasting Accountant Dienst [BAD]). Akuntan internal pertama kali datang ke Indonesia adalah J.W. Labrijn yang sudah ada di Indonesia dalam tahun 1896. Pada zaman penjajahan Belanda tidak banyak orang Indonesia yang terjun ke bidang akuntansi, 90 % jabatan-jabatan tersebut dipegang oleh orang Belanda. Jika pun ada orang Indonesia, mereka hanya merupakan tenaga-tenaga pelaksana. Orang Indonesia pertama yang bekerja di bidang akuntansi tercatat J.D. Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku untuk Jawatan Akuntan Pajak pada 21 September 1929. Oleh karena itu, ketika masa pendudukan Jepang, Indonesia sangat kekurangan tenaga di bidang akuntansi. Atas prakarsa Mr. Slamet, didirikan kursus-kursus untuk mengisi kekosongan jabatan tadi dengan tenaga-tenaga Indonesia. Pada masa itu dikenal kursus A, B, C, dan D. Para pengikut kursus-kursus inilah yang nantinya merupakan cikal bakal tenaga-tenaga akuntan di Indonesia. Mengenai sistem akuntansinya, tidak banyak terjadi perubahan selama zaman Jepang ini.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, hanya ada seorang akuntan berbangsa Indonesia, yaitu Prof. Dr. Abutari. Pemerintah RI mulai melakukan pembenahan dengan mengirim putra-putrinya ke luar negeri untuk belajar akuntansi. Di dalam negeri sendiri, pendidikan akuntansi mulai dirintis dengan dibukanya jurusan akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tahun 1952. Pembukaan ini kemudian diikuti Institut Ilmu Keuangan (sekarang Sekolah Tinggi Akuntansi Negara), tahun 1960 dan fakultas-fakultas ekonomi di Universitas padjadjaran (1961), Universitas Sumatera Utara (1962), Universitas Airlangga (1962) dan Universitas Gadjah Mada (1964). Dewasa ini, fakultas ekonomi universitas-universitas negeri yang mempunyai jurusan akuntansi terdapat di Universitas Andalas, Universitas Riau, Universitas Jambi, Universitas Syiah Kuala, Universitas Diponegoro, Universitas Sebelas Maret, Universitas Udayana, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas jenderal Sudirman, Universtitas Brawijaya, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tamansiswa Banjarnegara tentunya, tempatku belajar.
Pada tanggal 23 Desember 1957, organisasi profesi yang kemudian diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) didirikan. Dalam tahun 1978, berdiri Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik yang kini berubah nama menjadi Institut Akuntan Publik Indonesia. Tahun 1986, berdiri Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen (kini berubah nama menjadi Institut Akuntan Manajemen Indonesia) dan Akuntan Pendidik. Dan pada tahun 2001 berdiri Kompartemen Akuntan Pemerintah.
Pada era globalisasi ini, batas-batas negara bukan menjadi suatu penghalang dalam aktivitas bisnis. Hal ini juga berdampak pada persaingan profesi akuntan yang semakin tajam. Kondisi ini menuntut sikap profesional akuntan Indonesia agar menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Setelah krisis ekonomi Indonesia tahun 1997, peran profesi akuntan diakui semakin signifikan mengingat profesi ini memiliki peranan strategis di dalam menciptakan iklim transparasi di Indonesia. Suatu iklim yang diharapkan mampu mendorong bangkitnya kembali roda ekonomi Indonesia. Rumor ketidakprofesionalnya akuntan lokal juga semakin santer ketika IMF maupun Bank Dunia menekan pemerintah untuk menggunakan akuntan asing dalam mengaudit bank-bank bermasalah di Indonesia. Dengan danya perubahan pradigma organisasi profesi dan pemerintah dalam meningkatkan kualitas akuntan, baik melalui penyempurnaan Standar Akuntansi Keuangan dan Standar Profesi, maupun yang mengharuskan menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) untuk mendapatkan gelar akuntan sebagai pendidikan tambahan setelah menempuh pendidikan S1 di perguruan tinggi.