Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang =(50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 28% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu:
(Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak – Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas.
Contoh 1):
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000.
Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000.
Pajak Penghasilan yang terutang = 50% x 28% x Rp 500.000.000
= Rp 70.000.000
Contoh 2):
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto§ yang memperoleh fasilitas
= (Rp 4.800.000.000 : Rp 30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000
= Rp 480.000.000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari§ bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
= Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang§
= (50%x 28% x Rp480.000.000) + (28% x Rp2.520.000.000)
= Rp 67.200.000 + Rp 705.600.000
= Rp772.800.000
“angsuran bulanan PPh Pasal 25 pada tahun pajak 2009 untuk bulan-bulan sejak Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan dihitung dengan cara sebagai berikut :
1. PPh terutang atas PKP menurut SPT Tahun 2008 dihitung menggunakan tarif lama.
2. Perhitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan tarif lama.
3. PPh terutang atas PKP menurut SPT Tahun 2008 dihitung dengan menggunakan tarif baru.
4. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2009 adalah perbandingan PPh Terutang tarif baru (angka 3) dengan tarif lama (angka 1) dikalikan dengan besarnya angsuran menurut tarif lama (angka 2).
Contoh:
SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2008
‘- Omset 1.000.000.000,-
‘- Penghasilan kena pajak (PKP) 200.000.000
‘- PPh terhutang (tarif lama) UU No. 17/2000
‘- 10% x 50.000.000 = 5.000.000
‘- 15% x 50.000.000 = 7.500.000
‘- 30% x 100.000.000 = 30.000.000
Total PPh terhutang UU No. 17/2000 sebesar 42.500.000
‘- Kredit pajak PPh 22, 23, 24 sebesar 6.500.000
‘- PPh yang harus dibayar sendiri sebesar 42.500.000 – 6.500.000 = 36.000.000
‘- Angsuran PPh tahun 2009 sebesar 36.000.000/12 bulan = 3.000.000
Berdasarkan ketentuan baru:
‘- Omset 1.000.000.000,-
‘- Penghasilan kena pajak (PKP) 200.000.000
‘- PPh terhutang (tarif lama) UU No. 36/2008
‘- 50% x 28% x 200.000.000 = 28.000.000
(50% dasar pengenaan pajak yang disebabkan omset dibawah 50.000.000.000
sesuai dengan pasal 31E (1) UU No. 36/2008)
‘- Angsuran PPh 25 tahun 2009 = (28.000.000/42.500.000) x 3.000.000
= 1.976.470