Kelestarian Lingkungan

Islam adalah Diin yang Sya>mil (Integral), Ka>mil (Sempurna) dan Mutakammil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, hal ini didasarkan pada firman ALLAH SWT : "Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan AKU cukupkan atasmu nikmatku, dan Aku rid}ai Islam sebagai aturan hidupmu." (QS. 5 : 3). Oleh karena itu aturan Islam haruslah mencakup semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Demikian tinggi, indah dan terperinci aturan Sang Maha Rahma>n dan Rahi>m ini, sehingga bukan hanya mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya.[1]
            Jagat raya seisinya adalah ciptaan allah SWT, karenanya disebut sebagai makhluk Allah. Dan manusia, bumi, langit dan lainnya adalah bagian dari alam. Walaupun demikian, manusia merupakan makhluk mulia. Allah SWT menciptakan manusia tidak hanya berbeda dengan makhluk yang lain, tetapi juga memberikan kelebihan yang tidak diberikan kepada yang lainnya.  Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang seindah-indahnya”. (Q.S. Al Ti>n:4)[2]
            Sebagai makhluk yang mulia yang dianugrahi akal, manusia dapat berfikir, memilih yang baik dan yang buruk, dan dengan akal manusia dapat mengembangkan kehidupannya. Oleh karena itu manusia tidak boleh menimbulkan kerusakan terhadap alam dan lingkungan bahkan ia harus


memelihara alam dan lingkungannya (Q.S. Al-Ru>m:41). Pada hakikatnya setiap kita hidup di tengah suatu tatanan lingkungan hidup yang telah diciptakan oleh Allah SWT. Harus memanfaatkan keberadaanya tapi sekaligus harus mempertahankan fungsi dan kualitasnya. Sebagaimana amanat Tuhan kepada manusia, sembari dilaksankna-Nya pula bahwa bumi secara keseluruhan adalah suatu tatanan lingkungan hidup yang terbesar, yang perlu senantiasa dicermati, “ Dia menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmur bumi tersebut” (Q.S.Hud/ 11:61)
            Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebut dalam QS Al-Baqarah:30, (“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khali>fah di bumi.”…). Arti khalifah di sini adalah: “seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara”[3]. Di samping itu, Surat Ar-Rahma>n, khususnya ayat 1-12, adalah ayat yang luar biasa indah untuk menggambarkan penciptaan alam semesta dan tugas manusia sebagai khalifah.[4]
           

            Ayat ini ditafsirkan secara lebih spesifik oleh Sayyed Hossein Nasr, dosen studi Islam di George Washington University, Amerika Serikat.  dalam dua bukunya “Man and Nature (1990)” dan “Religion and the Environmental Crisis (1993)”, yang disajikan sebagai berikut: “……Man therefore occupies a particular position in this world. He is at the axis and centre of the cosmic milieu at once the master and custodian of nature. By being taught the names of all things he gains domination over them, but he is given this power only because he is the vicegerent (khalifah.) of God on earth and the instrument of His Will. Man is given the right to dominate over nature only by virtue of his theomorphic make up, not as a rebel against heaven.” Jelaslah bahwa tugas manusia, terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai wakil Allah dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan hidup).[5]
            Salah satu contoh pendekatan pelestarian lingkungan melalui Al-Qura>n dan Al-Hadith yang berhasil adalah di Tanzania. Bekerjasama dengan CARE-organisasi bantuan untuk memberantas kemiskinan di dunia-IFEES menggelar pertemuan dengan para pemuka agama dan para nelayan untuk mendiskusikan bagaimana hubungan antara ayat-ayat yang ada dalam al-Qura>n dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan ayat-ayat al-Qura>n serta hadith, mereka berusaha meyakinkan para nelayan untuk tidak lagi menggunakan dinamit, jala dan tombak ketika menangkap ikan.
            IFEES juga bekerjasama dengan Misali Island Conservation (MICA)-lembaga yang bergerak dalam perlindungan terumbu karang-untuk melatih para imam-imam masjid di Tanzania agar mampu menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan lewat khutbah-khutbah Jumat mereka. IFEES yang berbasis di Inggris, adalah salah satu organisasi yang pada tahun 1998 meluncurkan proyek penyadaran kelestarian lingkungan dengan menggunakan basis ajaran Islam. "Kami mencari ajaran-ajaran yang sudah terlupakan itu dan mengumpulkannya kembali dalam bentuk yang modern, " kata Khalid.
            "Saya sekarang tahu bahwa cara saya menangkap ikan selama ini sudah merusak lingkungan. Konservasi ini bukan dari mzungu (kata untuk menyebut orang kulit putih dalam bahasa Swahili, yang digunakan di seluruh Afrika Timur-red), tapi dari al-Quran, " ujar Salim Haji, seorang nelayan di sebuah pulau kecil. Proyek ini membuahkan hasil setahun setelah diluncurkan, terutama di Misali dan kepulauan Zanzibar yang didominasi warga Muslim. Saat ini, banyak nelayan di Misali yang sudah mengganti alat penangkap ikannya dengan alat yang lebih ramah lingkungan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.[6]
            Kita tentu masih teringat kepada peristiwa lingkungan alam berupa asap tebal di musim kemarau panjang tahun 1994 dan 1997 yang lalu. Asap itu diketahui berasal dari daerah atau lingkungan hidup selingkup Sumatera Selatan, di samping Propinsi Jambi dan Propinsi kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Bukankah permasalahan asap tebal itu sampai pula pengaruh buruknya hingga ke Singapura, Malaysia, Taiwan dan bahkan Jepang.
            Masalah asap itu telah meresahkan banyak orang di negara sahabat. Orang kita pun khawatir terhadap asap yang keberadaanya pasti dibarengi dengan perubahan suhu bumi yang kian panas. Jangan-jangan hal itu akan mempercepat mencairnya gunung-gunung es di kutub Utara dan kutub Selatan serta membawa dampak pula pada tenggelamnya pulau-pulau kecil di Nusantara beserta penghuninya.
            Dalam lingkungan hidup yang lebih sempit pula, kejadian juga searah masalah kepadatan populasi Eceng gondok di perairan Lebak Kabupaten Ogan komerang Ilir (OKI) atau longsoran tebing dipinggiran sungai (erosi bantaran), ternyata tidak cuma merobohkan sebuah jembatan beton akibat tekanan kepadatan tubuh air dan lumpur ketika banjir datang, tetapi hanyutnya menimbulkan masalah kebersihan perairan hilir sungai Musi khususnya dalam kota Palembang.          Sementara itu pencemaran air oleh buangan limbah dari berbagai pabrik di pinggiran Sungai Musi, kiranya juga ikut  berperan mengurangi jumlah dan kualitas ikan serta udang di perairan Muara Sungsang serta laut sekitar Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
            Semua kejadian buruk tersebut dalam pandangan agama, jelas mencerminkan kelengahan kita memegang amanat Allah SWT dalam surat Hud yang dimaksud di atas. Seyogyanya mengingatkan kita kepada peringatan Allah dalam Surat Rum (30) ayat 41, “ (telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian (akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
            Kejadian bermacam-macam permasalahan lingkungan hidup yan dialami itu, sudah seharusnya membangun kesadaran bahwa semua itu merupakan peringatan dari Allah Rabbul ‘alami>n atas kelalaian manusia, dan Allah SWT mengaharuskan manusia kembali ke jalan yang benar. Oleh karena itu manusia sudah selayaknya menarik pelajaran berharga dari pengalaman buruk masa lalu demi kebaikan dikemudian hari.
            Dalam konteks ini kita perlu berpaling kepada firman Allah dalam Surat al-Hashr (59) ayat 2, “ fa’tabiru> ya> ulil abs}a>r” ( hendaklah kamu ambil semuanya menjadi pelajaran, hai orang-orang yang berpandangan tajam). Untuk itu setidaknya ada 3 hal yang patut direnungi sesuai dengan kehendak agama yaitu:
            1. Sudahkah dipahami dan dihayati bahwa lingkungan hidup tempat kita berada adalah sarana kesejahteraan yang memang diamantkan Tuhan YME untuk kita lestarikan fungsi dan kualitasnya supaya senantiasa bermanfaat dalam menopang penghambaan kita kepada sang Khalik dari waktu ke waktu dan generasi ke generasi.
            2. Sudahkan dicermati dan diakui bahwa masalah dan tragedi lingkungan hidup yang muncul akibat perbuatan tangan dan kelalain manusia, tidak hanya merugikan manusia sendiri tetapi akan merugikan tetangga, bangsa, dan negara sehingga berimplikasi pada merendahkan harkat martabat bangsa sendiri.
            3. Sudahkah disadarai dan direnungi bahwa sikap iman yang terpuji jika kita menyatakan menyesal lahir dan bathin kepada Ila>hi Rabbi> untuk tidak mengulangi perbuatan lalai dan mungkin serakah, seraya berjanji untuk selalu menghindari tindakan tak peduli lingkungan, demi keberhasilan hidup sejati dalam maghfirah dan ridha ila>hi.
            Timbulnya kerusakan alam dan lingkungan hidup akibat perbuatan manusia, karena manusia yang diberi tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Manusia mempunyai daya inisiatif,  kreatif sedangkan makhluk lainnya tidak memiliki. Oleh karena itu sejak awal Allah memperingatkan akan adanya akibat ulah tangan manusia.
            Kerusakan yang terjadi sebagai akibat keserakahan manusia, disebabakan manusia memperturutkan hawa nafsunya dan tidak mentaati tuntutan dan ajaran Allah, “ Adapun orang kafir sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain jika kamu (hai orang muslim) tidak melaksanakan apa yang diperintahkan Allah, niscaya akan terjadi kekacauan besar” (Q.S. Al-Anfa>l: 73). Oleh karena itu Allah melarang manusia membuat kerusakan di muka bumi, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya” (Q.S. Al-A’ra>f:85) dan dalam Q.S. Hud:85, “Shuaib berkata: Hai kaumku ini cukupklah takaran dan timbangan dengan adil dan jangan kamu merugikan manusia terhadap hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”.
            Dalam kaitan ini Allah memberikan semacam motivasi dalam janji kebahagian dalam kehidupan akhirat bagi orang-orang yang tidak berbuat kerusakan atau melarang orang yang berbuat kerusakan atau melarang orang yang berbuat itu. Hal ini dinyatakan Allah SWT,“Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa”.
            Dari uraian di atas dapat dipahami betapa tuntutan Allah SWT bagi umat manusia agar dapat memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dalam rangka mewujudkan tanggung jawabnya  sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, maka manusia mempunyai kewajiban untuk memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup dengan cara :
            1. Berdzikir kepada Allah SWT dan bersyukur kepada-Nya yaitu ingat kepada-Nya dengan  selalu mengingat ciptaan dan tujuan dari ciptaan-Nya. Kemudian bersyukur kepada Allah dan disertai memanfaatkan, memelihara nikmat dan karunia-Nya sesuai dengan tujuan penciptaan-Nya.
            2. Merenungkan, mentadabburi dan mentafakkuri kejadian alam semesta, hal ini bertunjuan memperkokoh keyakinan terhadap keagungan dan kekuasaan Allah (Q.S. Yunus:101)
            3. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap rahasia alam dan asal usul kejadiannya, tujuan dan akhir kejadiannya. Melalui penelitian dan pengakjian akan tersingkap kebesaran Allah untuk mempertebal iman dan menambah ilmu pengetahuan guna kemaslahatan umat manusia.
            4. Mengambil i’tiba>r dari umat terdahulu. Hal ini yang demikian sangat penting dan bermanfaat bagi umat manusia untuk memperoleh pelajaran dari i’tiba>r dalam menata kehidupan masa kini dan masa depan. Karena dalam sejarah kehidupan umat manusia terdahulu terdapat aspek-aspek positif dan negatif, keberhasilan dan kegagalan, kesempurnaan dan kekurangan.   Untuk   hal tersebut kita mengambil hal-hal yang positif dan meninggalkan hal-hal yang negatif.



DAFTAR PUSTAKA
            Al-Quran dan Hadist Terbukti Ampuh Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup, Eramuslim, 1 November 2007
            Alim Yusmin, MSc. Lingkungan dan Kadar Iman Kita, Hidayatullah.com, 27 Juni 2006
            Fazlun M. Khalid, pendiri Islamic Foundation for Ecology and Environmental        Sciences (IFEES) di Birmingham, Inggris. Islam dan Lingkungan Hidup, Green Press Network, 20 November 2007
            Fuad Nabiel Al-Musawa. Islam dan Lingkungan Hidup, Kota Santri.com, Publikasi 13-05-2005
            Muchtar Aflatun, wawasan al Quran tentang keseimbangan dan kelestarian Alam (Islam Humanis), Moyo Segoro Agung, jakarta,2001
Shihab Quraish, Membumikan Al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu dalam    Kehidupan Masyarakat, Penerbit Mizan, Cetakan 13, 1996