Pelanggan merupakan aset terbesar bagi suatu perusahaan, tanpa pelanggan
maka suatu perusahaan tidak akan pernah ada. Pelayanan yang berkualitas
terhadap pelanggan merupakan kunci utama untuk meraih sukses dalam
jangka panjang. bila sebuah perusahaan ingin berhasil dalam jangka
panjang maka usaha-usaha untuk memelihara pelanggan melalui pelayanan
yang memuaskan harus memperoleh perhatian yang utama.
Ada kalanya
muncul pertanyaan kenapa lebih difokuskan pada memelihara atau
mempertahankan, bukan menarik pelanggan?? bukankah pelanggan berarti
pangsa pasar yang besar? jawabanya akan menjadi jelas jika dipahami
bahwa usaha memperoleh pelanggan baru (offensive marketing) jauh lebih
mahal dibandingkan dengan usaha mempertahankan pelanggan (deffensive
marketing). hal ini terjadi karena diperlukan suatu usaha keras dan
biaya yang banyak untuk membujuk pelanggan yang selama ini setia pada
merek pesaing agar bersedia mencoba atau pindah pada merek yang
ditawarkan perusahaan. tidak sedikit dana yang diperlukan untuk menarik
mereka menjadi pelanggan tetap. alangkah efektifnya promosi yang
dilaksanakan bila seandainya pelanggan yang diraih akan menjadi
pelanggan tetap atau pelanggan loyal. Lalu apakah perusahaan tidak
berarti menambah jumlah pelanggan?
Jawabannya
terletak pada seberapa besar tambahan profit yang diperoleh dengan
pertambahan jumlah pelanggan baru. jangan sampai pelanggan yang baru
merupakan pelanggan yang sifatnya coba-coba atau pelanggan yang peka
harga, yang hanya pindah ke produk kita saat dilakukan promosi. bila hal
ini terjadi perolehan tambahan pangsa pasar sifatnya hanya sesaat yaitu
pada periode promosi saja.
Terlebih lagi pada masa krisis seperti
sekarang relatif sulit untuk menambah jumlah pelanggan baru. Untuk
sebagian besar produk, menurunnya daya beli menyebabkan konsumen semakin
bersikap rasional. Artinya, membeli produk karena benar-benar didasari
oleh manfaat inti (core benefit) yang diberikan oleh produk tersebut.
Kesetiaan
pelanggan dapat diciptakan melalui customer relantionship marketing,
yang berarti menjaga hubungan dengan pelanggan dengan memberikan
pelayanan yang berkualitas merupakan kunci keberhasilan jangka panjang.
Dalam kaitannya ini ada lima tingkatan jalinan hubungan yang bisa dibina
antara produsen dengan pelanggan, yaitu sebagai berikut :
1. Basic, para penjual hanya menjual produk dan sama sekali tidak melakukan kontak setelah pembelian terjadi.
2. Reactive, penjual menjual produk dan menyarankan agar mengontak
mereka bila ada yang perlu ditanyakan pelanggan . Disini pihak penjual
memiliki program pelayanan purnajual, hanya pelaksanaannya menunggu
inisiatif pembeli/pelanggan. Perlu disadari bahwa karena sesuatu hal,
banyak di antara pelanggan yang enggan menyampaikan keluhan-keluhannya.
bagi golongan konsumen ini lebih baik berganti penjual atau berganti
merek dari pada harus berurusan dengan complaint yang akan banyak
menghabiskan energi. Perlu disadari pula bahwa sebagian besar konsumen
indonesia termasuk golongan ini.
3. Accountable, penjual mengontak
pelanggan beberapa saat setelah penjualan terjadi untuk memastikan
apakah produk ini sudah sesuai dengan harapan mereka. Penjual juga
mengumpulkan segala informasi dan keluhan pelanggan sebagai bahan
masukan untuk memperbaiki produk dan pelayanan di masa yang akan datang.
4. Proactive, tenaga penjual melakukan kontak dengan pelanggan setiap
saat untuk memaastikan bahwa tidak terjadi gangguan dalam penggunaan
produknya serta menginformasikan adanya produk baru. sesuai dengan
namanya, pihak penjual tidak saja memperhatikan kinerja produk yang
telah dibeli pelanggan, tetapi secar aproaktif menawarkan produk-produk
terbaru yang dimiliki perusahaan yang kemungkinan besar dibutuhkan
mereka. misalnya dengan menginformasikan bagaimana menggunakan produk
secaralebih aman, lebih baik, dan lebih efisien. atau bagaimana merawat
sehingga menjadi lebih awet dan sebagainya. Melalui langkah ini pihak
penjual telah membantu pelanggan untuk membantu proses konsumsi secara
lebih baik untuk menghasilakn out-put lebih baik pula.
5.
Partnership, pihak penjual bekerja sama secara kantinyu dengan pelanggan
untuk menemukan suatu cara agar pelanggan bisa menjadi lebih baik. pada
tingkatanterkahir ini antara pihak penjual dengan pelanggan telah
terjalin komunikasi yang baik sehingga sampai pada suatu kesepahaman,
yaitu bagaimana caranya memuaskan pelanggan akhir dengan baik. mereka
tidak saja memusatkan perhatian pada kinerja produk yang digunakan saat
ini tetapi pada produk lain yang langsung maupun tidak langsung terkait
dengan penggunaan produk tersebut. mau tidak mau mereka akan membentuk
suatu jaringan (mungkin tidak bekerja sama dengan pemasok) yang bisa
membentuk suatu mata rantai untuk memberi pelayanan lebih baik, lebih
cepat, dan lebih memuaskan pelanggan akhir. dalam kondisi demikian kedua
belah pihak sangat menydari bahwa persaingan telah bergeser dari
persaingan produk ke persaingan jaringan. hal ini terjadi karena
pelanggan mulai mengukur kualitas penawaran denan membandingkan nilai
yang mereka terima dari suatu produk (total customer value) dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh produk tersebut (total
customer cost). produk mana yang memberikan selisih terbesar dari kedua
komponen itu (customer delivered value) itulah yang akan dibeli.
Jangan
pernah merasa bahwa pelanggan akan bergantung kepada kita (terlebih
pada kondisi persaingan yang ketat), tetapi sebenarnya kitalah yang
tergantung pada mereka. bila hal ini dikaitkan dengan konsep pemasaran
yang menyatakan bahwa laba hanya dicapai melalui kepuasan pelanggan,
tidaklah mengherankan bahwa sebenarnya eksistensi sebuah perusahaan
sangat ditentukan oleh pelanggan.
Banyak pesaing yang berlaga dalam
arena persaingan dengan berbagai merek produk yang ditawarkan memberikan
banyak alternatif kepada konsumen. konsumen bebas menentukan pilihan
atas produk yang dirasakan memberikan kepuasan lebih tinggi. bagi
perusahaan yang selalu berorientasi kepada kepuasan pelanggan
denganmenitikberatkan pada customer value, kondisi tersebut (sampai saat
tertentu) mungkin belum begitu mengkhawatirkan. tidak ada yang bisa
menjamin bahwa pelanggan akan selalu tetap setia kepada produk ataupun
merek yang ditawarkan.
Dalam kenyataan tidaklah banyak banyak
perusahaan yang sadar akan pentingnya memberi pelayanan yang memuaskan
pelanggan. kalaupun kesadaran itu ada dan memiliki komitmen untuk
mewujudkan keinginan tersebut, sering terjadi bahwa pelayanan yang baik
dan memuaskan sangat jarang diperoleh pelanggan. keadaan ini disebabkan
oleh tiga hal (Le Boeuf, 1992), yaitu sebagai berikut :
1. Para
Karyawan tidak Memahami Dasar-Dasar Pelayanan. Acap kali karyawan
ditugasi melaksanakan pekerjaannya tanpa terlebih dahulu memahami jelas
hal-hal yang diperlukan untuk meraih mempertahankan pelanggan.
2.
Saat Kontrak, yang merupakan saat rawan yang bisa merusak bisnis tidak
ditangani dengan baik. Setiap kali seorang pelanggan melakukan kontak
dengan suatu perusahaan, ia akan diliputi oleh perasaan senang atau
tidak senang terhadap kontrak tersebut. Bagaimana sebaiknya menangani
karyawaan saat kontrak tersebut setiap hari. itulah yang menentukan
keberhasilan perusahaan pada masa mendatang.
3. Sistim Imbalan.
Sistem imbalan yang baik akan memenangkan tiga pihak yang terlibat yaitu
pelanggan, karyawan dan perusahaan. Hal inilah sebenarnya merupakan
hakikat bisnis yang baik.
Dalam upaya memberikan pelayanan yang
baik dan memuaskan, terlebih dahulu harus dipahami apakah sebetulnya
yang dibeli oleh pelanggan kita mereka melakukan bisnis dengan kita?
jawabannya bahwa pelanggan tidak membeli apa yang dijual oleh
perusahaan. Sebenarnya mereka membeli apa yang bisa diperbuat oleh
barang dan jasa itu terhadap mereka. Jangan menjual barang terhadap
mereka tetapi jualah harapan, perasaan, rasa bangga dan kebahagiaan.
Pelanggan hanya mau menukar uang yang telah dcarinya dengan susah payah
hanya untuk dua hal : 1. rasa senang dan puas, 2. serta pemecahan atas
masalah.
Rasa senang dan puas karena masalah yang dihadapi dapat
terpecahkan akan dinikmati pelanggan melalui pelayanan yang berkualitas.
Kualitas pelayanan seperti apakah yang mampu membuat pelanggan merasa
puas? Tidak jarang terjadi beberapa perusahaan merasa telah memberikan
pelayanan yang berkualitas, namun pelanggan mereka tetap merasakan
ketidakpuasan dan berpaling kepada pesaing. Pelanggan akan datang untuk
membeli dan kembali untuk membeli lagi bukanlah karena kualitas
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan melainkan karena kualitas
pelayanan yang dipersepsika oleh mereka. Persepsi pelanggan terhadap
kualitas pelayanan adalah perbedaan antara apa yang mereka peroleh
dengan apa yang mereka harapkan.
Bagi setiap orang apa yang
dipersepsikannya, itulah kenyataan. karena tak ada dua orang memiliki
pengalaman masa lalu serta harapan yang sama, tak akan ada pula dua
orang yang memiliki persepsi yang sama. seseorang yang sedang menunggu
untuk memperoleh layanan tertentu akan merasakan bahwa waktu tunggu 15
menit cukup singkat, sementara yang lain merasakan terlalu lama. jadi,
periode waktu yang sama dirasakan berbeda oleh orang yang berbeda karena
mereka memiliki persepsi yang berbeda dalam memandang atau merasakan
lama tidaknya sebuah layanan. Dalam upaya untuk memelihara pelanggan
maka keberhasilan bisnis sebuah perusahaan ditentukan oleh persepsi
pelanggan terhadap kualitas layanan.
Sumber : Buletin Studi Ekonomi V.6 No. 10 '01