Petir merupakan peristiwa lepasnya muatan listrik statis yang terjadi
secara dramatik dan alamiah. Peristiwa ini akibat dari keluarnya
muatan-muatan listrik dari benda, dalam hal ini adalah awan. Pelepasan
listrik statis kadangkadang terjadi secara perlahan dan tenang. Namun,
sesekali berlangsung cepat disertai percikan cahaya atau suatu bunyi
ledakan. Percikan cahaya yang muncul ini disebut dengan kilat.
Petir
terjadi akibat adanya dua awan bermuatan listrik sangat besar dan
berbeda jenis yang bergerak saling mendekati. Lalu, bagaimana awan dapat
memiliki muatan listrik yang sangat besar? Pada awan hitam yang
merupakan gumpalan air hujan, berhembus angin yang sangat kencang.
Akibatnya, partikel-partikel di dalam awan yang bercampur debu, garam
dari lautan, dan lain-lain, saling bertabrakan. Tabrakan ini menyebabkan
lepasnya elektron dari partikel-partikel tersebut. Partikel yang
kehilangan elektron bermuatan positif dan yang mendapat tambahan
elektron bermuatan negatif. Akibatnya, awan yang memuat partikel
tersebut akan menyimpan muatan listrik yang sangat besar.
Muatan
listrik negatif turun ke bagian dasar awan dan muatan positif naik ke
bagian atas. Ketika awan melewati sebuah bangunan, terutama yang tinggi,
bagian bawah awan yang merupakan tempat terkumpulnya muatan negatif
menginduksi bagian atas bangunan sehingga menyebabkan bagian atas
bangunan ini bermuatan positif dan muatan negatif bangunan dipaksa turun
ke bagian bawah bangunan.
Karena muatan pada kedua benda ini
berlainan jenis berdasarkan sifat muatan, maka masing-masing muatan akan
saling menarik satu sama lain. Saat itu, elektron melompat ke bagian
atas bangunan dan menimbulkan kilat dengan energi panas yang sangat
besar dan seringkali disertai bunyi menggelegar yang disebut petir.
Selain bangunan, benda lain yang ada dan menjulang tinggi di permukaan
bumi akan mengalami peristiwa yang sama. Benda yang terinduksi awan
hingga menyebabkan timbulnya loncatan bunga api listrik (kilat) biasa
disebut sebagai benda yang terkena sambaran petir.
Untuk menghindari bahaya yang diakibatkan oleh sambaran petir, Benjamin Franklin, orang pertama yang mengamati bahwa petir tak lain adalah listrik statis
membuat alat yang ditujukan sebagai penangkal petir. Ia mengusulkan
untuk menggunakan batang logam runcing yang ditaruh di atas benda yang
akan dihindarkan dari petir, biasanya benda yang berupa bangunan,
seperti gedung. Alat penangkal petir terdiri atas batang logam runcing
yang disimpan di atap bangunan, lempeng logam tembaga yang tertanam
dalam tanah sekitar kedalaman 2 meter, dan kawat penghantar sebagai
penghubung batang logam dan lempeng tembaga.
Bagian ujung
penangkal terbuat dari logam yang merupakan konduktor. Aliran ion
positif dari logam yang runcing ini menuju ke awan sehingga dapat
mengurangi muatan listrik induksi pada atap bangunan dan menetralkan
beberapa muatan listrik negatif pada awan. Ini dapat mengurangi
kesempatan atap gedung tersambar petir. Jika petir masih menyambar,
kawat penghantar pada alat ini menjadi jalan untuk elektron-elektron
bergerak menuju ke dalam tanah tanpa merusak bangunan.