A. PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Hukum pidana adalah norma atau aturan hukum yang di dalamnya terdapat sanksi berupa pidana.
Sifat aturan hukum pidana:
- Larangan, yakni orang tidak boleh melakukan suatu perbuatan tertentu, kalau melakukan dapat dijatuhi sanksi pidana.
Contoh: dilarang menghilangkan nyawa orang lain.
- Keharusan, yakni orang harus melakukan suatu perbuatan tertentu, kalau tidak melakukan dapat dijatuhi sanksi pidana.
Contoh: harus datang apabila dipanggil sebagai saksi di pengadilan.
Sanksi
pidana adalah hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang telah melakukan
pelanggaran terhadap norma atau aturan hukum. Sanksi pidana dapat
dikenakan pada nyawa (pidana mati), kemerdekaan (pidana penjara,
kurungan, dan tutupan), atau harta benda (denda, ganti rugi). Sanksi
pidana bersifat khusus, karena lapangan hukum lain tidak mengenal sanksi
seperti sanksi pidana ini.
B. FUNGSI HUKUM PIDANA
1. Umum, yakni mengatur kehidupan masyarakat atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat
2. Khusus, yakni melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memaksanya. Kepentingan hukum dapat milik Negara, masyarakat, korporasi maupun orang perorangan.
C. SUMBER HUKUM PIDANA
1. Tertulis,
yakni sumber hukum pidana yang berupa peraturan hukum pidana yang
dikeluarkan oleh lembaga Negara yang berhak membuat peraturan hukum.
Sumber hukum pidana tertulis antara lain:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagai sumber hukum pidana tertulis yang utama.
Sistematika KUHP terdiri dari tiga buku, yaitu:
Buku I : Ketentuan Umum (Pasal 1 – Pasal 103)
Buku II : Kejahatan (Pasal 104 – Pasal 488)
Buku III : Pelanggaran (Pasal 489 – Pasal 569)
b. Peraturan perundangan (di luar KUHP), seperti:
- UU No.31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- UU No. 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- UU No. 23 Tahun 2004, tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
- UU No. 8 Tahun 2010, tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
2. Tidak
tertulis, yakni kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat
tertentu sehingga menjadi suatu peraturan hukum pidana adat. Keberadaan
hukum pidana adat diakui dengan masih berlakunya Pasal 5 ayat (3) sub b
UU Darurat No. 1 Tahun 1951.
D. PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
1. Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus
- Hukum
pidana umum: hukum pidana yang berlaku untuk siapa saja (sipil dan
militer).Contoh: KUHP (Buku I KUHP: Ketentuan Umum, yakni Pasal 1- Pasal
85), UU No.15 Tahun 2003 tentang Terorisme.
- Hukum
pidana khusus: hukum pidana yang hanya berlaku untuk golongan militer.
Contoh: KUHP Militer, KUHP Buku II: Kejahatan, KUHP Buku III:
Pelanggaran dan semua peraturan perundangan di luar KUHP.
2. Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil
- Hukum pidana materiil (in abstracto):
hukum pidana yang berisi aturan tentang perbuatan yang diancam pidana,
pihak-pihak yang dapat dipidana, dan sanksi pidana yang dapat dijatuhkan
kepada pelaku tindak pidana.
- Hukum pidana formil (in concreto):
hukum pidana yang berisi aturan cara-cara Negara melaksanakan haknya
untuk mengenakan pidana. Hukum pidana formil untuk menegakkan hukum pidana materiil.
3. Hukum pidana nasional, hukum pidana lokal dan pidana internasional.
- Hukum pidana nasional: hukum pidana yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia, yang berbentuk Undang-Undang.
- Hukum pidana lokal: hukum pidana yang berlaku untuk daerah tertentu saja, yang berbentuk perda.
- Hukum
pidana internasional: hukum pidana yang berlakunya antarnegara
(transnasional), yang berbentuk traktat multilateral maupun bilateral.
4. Hukum pidana dikodifikasikan dan tidak dikodifikasikan
- Hukum
pidana dikodifikasikan: hukum pidana yang disusun dalam suatu buku
kodifikasi menurut sistem-sistem tertentu. Contoh: KUHP. KUHP Militer.
- Hukum
pidana tidak dikodifikasikan: uhukum pidana di luar kodifikasi, yakni
semua peraturan perundangan pidana di luar kodifikasi.
E. SIFAT HUKUM PIDANA
1. Publik:
dalam mempertahankan hukum tersebut di dalamnya negara harus terlibat
secara aktif, tanpa diminta oleh pihak-pihak yang berurusan .
2. Privat:
keterlibatan negara baru terjadi apabila pihak-pihak memang menghendaki
untuk menyelesaikan masalah hukum dengan melibatkan negara. Dalam hukum
privat, negara berperan pasif. Contoh: hukum perdata.
F. SANKSI PIDANA
Sanksi
pidana adalah nestapa yang sengaja diberikan kepada pelaku tindak
pidana yang memenuhi syarat-syarat tertentu, yang dijatuhkan oleh hakim
Negara.
Jenis-jenis sanksi pidana dalam Pasal 10 KUHP
Pasal 10 KUHP terdiri atas:
1. Pidana pokok:
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Kurungan
d. Denda
e. Tutupan (UU No. 20 Tahun 1946)
2. Pidana tambahan:
a. Pencabutan hak-hak tertentu
b. Perampasan barang-barang tertentu
c. Pengumuman keputusan hakim.
Putusan hakim bagi pelaku tindak pidana berupa tindakan (maatregel),
dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana di bawah umur atau anak-anak.
Putusan berupa pengembalian anak kepada kedua orang tuanya atau
diserahkan kepada Negara.
G. TUJUAN PEMIDANAAN
Pemidanaan adalah pemberian sanksi pidana kepada pelaku tindak pidana yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Tujuan: melindungi masyarakat dari perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana.
Teori dalam tujuan pemidanaan:
1. Teori absolut/pembalasan: pelaku tindak pidana dijatuhi sanksi pidana sebagai pembalasan atas perbuatan yang telah dilakukan.
2. Teori
relatif/tujuan: pelaku dijatuhi sanksi pidana untuk menegakkan tata
tertib dalam masyarakat, agar masyarakat takut dan tidak melakukan
tindak pidana.
3. Teori gabungan: menggabungkan teori absolut dan relatif.
H. TINDAK PIDANA, JENIS-JENIS TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
1. Tindak pidana (delic/criminal act/strafbaarfeit)
Tindak
pidana adalah suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu,
apabila ada orang yang melakukan perbuatan tersebut dapat dipidana.
Syarat-syarat suatu perbuatan disebut tindak pidana:
a. Perbuatan orang perorangan atau korporasi
b. Melanggar peraturan perundangan
c. Bersifat melawan hokum
Jenis-jenis tindak pidana
a. Kejahatan dan pelanggaran
- Kejahatan diancam dengan sanksi pidana mati atau penjara. Peraturan perundangan dalam KUHP terdapat pada Buku II. Peraturan perundangan di luar KUHP contohnya UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
- Pelanggaran diancam sanksi pidana kurungan atau denda. Peraturan perundangan dalam KUHP terdapat pada Buku III. Peraturan perundangan di luar KUHP contohnya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Perbedaan
jenis tindak pidana ini didasarkan pada kriteria kuantitatif, yaitu
kejahatan diancam sanksi pidana yang lebih berat dari pada pelanggaran.
b. Tindak pidana formil dan tindak pidana materiil
- Tindak
pidana formil: tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan pada
perbuatan yang dilarang. Tindak pidana tersebut selesai dengan
dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan tindak pidana
dalam pasal.
Contoh: Pasal 263 KUHP (Pemalsuan Surat)
Pasal 362 KUHP (Pencurian)
UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 (Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)
- Tindak
pidana materiil: tindak pidana yang perumusannya dititikberatkan pada
akibat yang dilarang. Tindak pidana ini selesai apabila akibat yang
dilarang telah terjadi.
Contoh: Pasal 338 KUHP (Pembunuhan)
Pasal 378 KUHP (Penipuan)
c. Tindak pidana Dolus dan tindak pidana Culpa
- Tindak pidana Dolus : Tindak pidana yang dilakukan dengan unsur sengaja (Pasal 187, 197, 245, 263, 310 KUHP)
- Tindak pidana Culpa : Tindak pidana yang dilakukan dengan unsur alpa (Pasal 195, 201, 359, 360 KUHP).
d. Tindak pidana dengan berbuat (comissionis) dan tidak berbuat (omissionis)
- Tindak pidana dengan berbuat (comissionis)
: tindak pidana yang dilakukan dengan berbuat aktif secara fisik yang
melanggar aturan hukum pidana yang bersifat larangan (Pasal 338, 351,
362 KUHP).
- Tindak pidana tidak berbuat (omissionis)
: tindak pidana yang dilakukan dengan tidak melakukan perbuatan apapun
secara fisik yang melanggar aturan hukum yang bersifat keharusan (Pasal
522, 531 KUHP)
e. Tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan
- Tindak
pidana biasa: tindak pidana yang tidak memerlukan laporan yang bersifat
aduan untuk mengusutnya (Pasal 104, 284, 340, 352, 379 KUHP)
- Tindak pidana aduan: tindak pidana yang memerlukan laporan yang bersifat aduan untuk mengusutnya (Pasal 284, 310, 367 KUHP)
3. Pertanggungjawaban pidana (Criminal Responsibility)
Syarat-syarat pertanggungjawaban pidana:
a. Kesalahan
Kesalahan adalah kunci daripertanggungjawaban pidana, merupakan sikap batin yang dimiliki pelaku bentuknya sengaja atau alpa.
b. Mampu bertanggungjawab
kemampuan bertanggungjawab yakni pelaku tindak pidana tersebut dapat dijatuhi tindak pidana.
I. ASAS-ASAS HUKUM PIDANA
1. Asas berlakunya hukum pidana menurut waktu:
a. Asas Legalitas (nullum delictin noela poena sine praevia lege poenale)
Tiada
suatu tindak pidana jika belum diatur dalam peraturan perundangan. Asas
ini menghendaki bahwa tindak pidana harus tertulis dalam peraturan
perundangan. Sebagai dasar hukumnya Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang
menyatakan: Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan
dilakukan.
Tujuan
asas ini untuk kepastian hukum dan mencegah tindakan
kesewenang-wenangan penguasa. Asas ini mempunyai konsekuensi peraturan
perundangan pidana tidak boleh berlaku surut, artinya peraturan
perundangan harus berlaku setelah peraturan perundangan tersebut
diundangkan. Selain itu tidak diperbolehkan menggunakan penafsiran
analogi yang menggunakan logika saja.
Berkaitan dengan asas legalitas ini terdapat asas lex temporis delicti yaitu suatu tindak pidana harus diperiksa berdasarkan peraturan hukum yang ada pada saat tindak pidana itu dilakukan.
b. Asas retroaktif
Apabila
ada perubahan peraturan perundangan, dan pelaku tindak pidana belum
dijatuhi putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka dipakai ketentuan
yang menguntungkan bagi pelaku. Dasar hukumnya Pasal 1 Ayat (2): Jika
sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan
dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa. Asas ini dapat
dikatakan bertentangan dengan asas legalitas yang melarang peraturan
perundangan berlaku surut, karena asa ini memberi kemungkinan
diperbolehkannya peraturan perundangan berlaku surut asal menguntungkan
pelaku tindak pidana.
2. Asas berlakunya hukum pidana menurut tempat:
a.
Asas teritorial: peraturan perundangan hukum pidana Indonesia berlaku
terhadap semua tindak pidana yang dilakukan dalam wilayah Indonesia,
tidak memandang jenis kewarganegaraannya (WNI/WNA). Wilayah Indonesia
dalam hal ini meliputi tiga pengertian, yakni wilayah daratan dari
Sabang sampai Merauke termasuk laut dan udaranya, kapal yang berbendera
Indonesia serta pesawat udara yang dimiliki oleh maskapai penerbangan
Indonesia.
b.
Asas personal atau nasional aktif: peraturan perundangan hukum pidana
Indonesia berlaku terhadap semua tindak pidana yang dilakukan WNI di
luar wilayah Indonesia.
c.
Asas Perlindungan atau nasional pasif: peraturan perundangan hukum
pidana Indonesia berlaku untuk semua tindak pidana di luar wilayah
Indonesia yang dilakukan WNI maupun WNA yang menyerang kepentingan
negara Indonesia.
d.
Asas Universal: peraturan perundangan hukum pidana Indonesia berlaku
untuk semua tindak pidana di dalam atau di luar wilayah Indonesiayang
dilakukan oleh WNI atau WNA yang menyerang kepentingan negara Indonesia
dan kepentingan negara asing.