KEBODOHAN AKAN AGAMA ADALAH SUMBER KESYIRIKAN DAN BID'AH

Salah satu akibat dari jauhnya hubungan kaum muslimin dengan Rabbnya adalah kebodohan mereka terhadap ajaran agamanya pada zaman ini adalah tersebarnya berbagai kemusyrikan, bid'ah dan khurafat. Dan diantara kemusyrikan yang tersebar secara terang-terangana dalah pengkultusan terhadap segolongan orang yang mereka namakan dengan para walidan orang-orang sholeh, berdo'a kepada mereka dari selian Allah Azza wa Jalla, serta menyakini bahwa mereka dapat mendatangkan manfaat dan mudhorot, sehingga mereka menggagungkannya dan thowaf di atas kuburannya.

Mereka mengira bahwa hal itu dapat dijadikan sebagai perantara kepada Allah Azza wa Jalla dalam menyelesaikan berbagai kebutuhan dan kesulitan. Padahal seandainya orang-orang bodoh itu mau kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah dan mereka memahami apa yang terkandung di dalamnya tentang hukum tawasul dan do'a, sunggu mereka akan faham bagaimanakah sesungguhnya Tawasull yang diperbolehkan itu.

Tawasul yang disyariatkan adalah tawasul yang dilakukan dengan cara menta'ati Allah dan Rasul-Nya shalallahu 'alaihi wa sallam dengan mengerjakan keta'atan dan menjauhi kemaksiatan, serta dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dengan menggunakan asma' dan shifat-Nya yang Maha Baik, maka inilah cara yang benar dalam mencapai rahmat dan keridhoan Allah Azza wa Jalla.

Adapun tawasul kepada Allah dengan cara mengadukan kesedihan kepada kuburan oran-orang yang sudah meninggal dan thowaf di atasnya, memberikan ndzar bagi para penghuninya dalam rangka mencari jalan keluar dari berbagai kebutuhan dan kesulitan, maka hal itu bukan termasuk tawasul yang diperbolehkan, bahkan termasuk perbuatan syirik besar dan kufur dengan sendirinya-Na'udzu billah min dzalik-.

Maka setiap orang yang berlebihan dan mengkultuskan orang yang masih hidup, atau orang sholeh atau sejenisnya, dan menjadikan baginya suatu bentuk dari bentuk-bentuk ibadah seperti mangatakan "atas nama Tuanku..." ketika menyembelih binatang, atau menyembahnya dengan sujud dihadapannya, atau berdo'a kepadanya dari selain Allah seperti mengatakan:"Wahai tuanku fulan ampunilah aku" atau "rahmatilah aku, berilah aku rizki dan tolonglah aku", dll dari perkataan atau perbuatan yang hal itu tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah Azza wa Jalla, maka sungguh ia telah berbuat syirik kepada Allah dengan Syirkul Akbar (syirik besar). Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak mengutus para Nabi dan Rosul serta menurunkan kitab-kitab-Nya kecuali hanya untuk memurnikan ibdah kepada-Nya saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

Orang yang menyeru Tuhan lain selain Allah seperti Al-Latta, Al-'Uzza dan tuhan-tuhan yang lain, mereka tidak menyakini bahwa mereka dapat menciptakan makhluk, atau dapat menurunkan hujan, akan tetapi mereka menyembahnya dan mengatakan:"Hanyasannya kami menyembah mereka agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya" dan mereka mengatakan:"Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah".

Maka Allah Azza wa Jalla mengutus para Rosul untuk mencegah siapa saja yang menyeru selain kepada-Nya, baik itu dengan do'a ibadah ataupun dengan do'a istighitsa. Allah Ta'ala berfirman (artinya):"Katakanlah:"panggillah mereka yang kamu anggap (yuhan) selain Allah", maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak juga memindahkannya". (QS. Al-Isro:56).

Allah Ta'ala berfirman (artinya):"Katakanlah:'serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam penciptaan langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada diantara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiada berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata:'apakah yang telah difirmankan oleh tuhanmu?', mereka menjawab:'(perkataan) yang benar'.Dan Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar". (QS. Saba': 22-23).

Maka Aaallah Azza wa Jalla telah memberitahukan kepada kita bahwa apa-apa yang diseru dari selain Allah adalah sama sekali tidak memiliki kekuasaan sedikitpun juga, dan tidak ada satu makhlukpun yang dijadikan seagai pembantu bagi-Nya.

Dan sungguh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam telah melarang kita untuk menjadikan kuburan sebagai masjid, sehingga beliau shalallahu 'alaihi wa sallam berkata menjelang wafatnya:"Laknat Allah bagi orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid" (HR. Bukhori; Muslim).

Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan kepada kita dari apa yang mereka telah lakukan, dan demi menutup pintu kemusyrikan, karena salah satu penyebab utama terjadinya penyembahan berhala adalah mengagungkan keburan dalam beribadah dan sejenisnya.

Adapun apa yang diriwayatkan tentang tawasulnya 'Umar bin Khottob radhiallahu 'anhu dengan Al-Abbas radhiallahu 'anhu yang banyak dijadikan sebagai argument oleh sebagian orang untuk memperbolehkan tawasul syirkiyah, adalah karena 'Umar bertawasul dengan do'a Al-Abbas bukan dengan kepribadiannya, dan bertawasul dengan do'anya seseorang berbeda dengan bertawasul dengan kepribadian mereka, asalkan orang tersebut masih hidup, karena bertawasul dengan do'a orang yang masih hidup adalah salah satu bentuk tawasul yang disyariatkan dengan syarat orang yang dimintai tawasul tersebut adala
h orang yang sholeh. Ini adalah seperti seseorang yang minta dido'akan oleh orang yang sholeh yang masih hidup, kemudian ia memohon kepada Allah aagar do'anya diterima di sisi Allah Azza wa Jalla.

Adapun mayit yang didatangi untuk dimintai barokahnya agar Allah mengabulkan do'anya, atau meminta tolong secara langsung kepadanya, adalah orang yang sudah tidak berdaya lagi, tidak dapat memberikan manfaat bahkan untuk dirinya sendiri, maka apalagi untuk orang lain? Dan tidak mungkin bagi siapa saja yang memiliki akal sehat untuk menerima pernyataan yang mengatakan bahwa orang yang telah meninggal, yang sudah tidak berdaya lagi dapat memberikan manfaat bagi dirinya sendiri apalagi bagi orang lain. Oleh sebab itu Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menghapuskan keyakinan ini dengan sabdanya:"Apabila anak Adam meninggal terputuslah seluruh amalnya, kecuali dari tiga perkara: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang sholeh yang mendo'akannya"(HR. Muslim)