Asy-Syaikh Al-Allamah Rabi’ Al-Madkhaly hafizhahullah
الْحَمْدُ للهِ وِالصَّلاةُ وَالسَّلامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ اتَّبَعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ:
Berikut ini mutiara-mutiara dari nasehat Asy-Syaikh Al-Allamah Rabi’ Al-Madkhaly hafizhahullah melalui hubungan telephon bersama para pemuda Salafiyun di kota Manchester, Britania (Inggris –pent). Karena kaset ini jarang terdapat di forum-forum internet, maka saya ingin menguploadnya di situs yang diberkahi ini agar manfaatnya merata bagi ikhwah Salafiyun.
Asy-Syaikh hafizhahullah berkata:
الْحَمْدُ للهِ وِالصَّلاةُ وَالسَّلامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ اتَّبَعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ:
Saya mewasiatkan kepada diri saya dan kalian untuk bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, ikhlash kepada-Nya dalam setiap perkataan dan perbuatan, komitmen yang jujur dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi was sallam, kokoh di atas semua itu, serta mempelajari ilmu yang bermanfaat yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi was sallam yang akan membantu kita untuk bisa kokoh dan istiqamah di atas agama Allah yang benar.
Saya wasiatkan juga kepada anak-anakku dan saudara-saudaraku agar menginginkan kebenaran dan mencarinya dalam semua perkara yang ada. Apakah itu perkara yang disepakati atau perkara yang diperselisihkan. Seorang mukmin yang semata-mata hanya mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat tidak merasa tenang jiwanya dan tidak akan merasa lapang hatinya kecuali setelah sampai kepada kebenaran. Terlebih lagi pada perkara-perkara yang diperselisihkan dan di masa-masa fitnah. Jadi seorang mukmin tidak akan bergerak sedikitpun kecuali berdasarkan kebenaran serta di atas ilmu dan bashirah.
Jika ada dua orang yang berselisih walaupun salah satunya adalah ayahnya atau gurunya, tidak boleh baginya untuk condong membelanya atau menyalahkannya sampai dia mempelajari duduk perkaranya dan mengetahui hakekatnya secara menyeluruh. Kemudian setelah itu barulah dia menetapkan sikapnya dan berdiri pada pihak yang benar yang dia ketahui.
Inilah yang wajib atas seorang muslim, sedangkap sikap selain itu maka sesungguhnya itu termasuk cara-cara jahiliyah dan termasuk fanatisme yang bathil model jahiliyah yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang muslim dan tidak boleh baginya untuk menempuh jalan yang buruk ini.
Wahai anak-anakku dan saudara-saudaraku: saya wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan saya wasiatkan pula kepada kalian agar melakukan hal-ahal yang telah saya sebutkan tadi berupa mencintai kebenaran dan mencarinya di tempat-tempatnya yang benar hingga engkau mencapai hakekat yang sebenarnya. Juga saya wasiatkan kepada anak-anakku dan saudara-saudaraku agar menghormati manhaj Salaf dan tegar di atasnya serta memuliakan para ulamanya. Jika mereka mengatakan yang benar maka tidak boleh menyelisihi mereka, dan jika mereka berbicara pada sebuah perkara dan mereka menunjukkan dalil-dalil dan bukti, maka tidak ada alasan bagi seorang pun untuk menyelisihi mereka.
Juga tidak boleh bagi seorang pun untuk tawaqquf atau tidak mengambil sikap atau menampakkan sikap tidak berpihak kepada siapapun atau netral, karena sesungguhnya ini perbuatan ahlul ahwa’ yang berusaha menjatuhkan manhaj Salaf dan menjatuhkan para ulamanya.
Misalnya dalam masalah jarh wa ta’dil: cukup jarh itu muncul dari seorang ulama saja dan cukup ta’dil itu muncul dari seorang ulama saja. Maka jika terjadi perbedaan pendapat dalam menilai seseorang antara dua ulama yang jujur, diakui keilmuannya dan jauh dari hawa nafsu, maka yang wajib bagi selain kedua ulama tersebut dari para pembawa ilmu untuk melakukan tabayyun (meneliti dan klarifikasi –pent) dengan meminta penjelasan kepada ulama yang menjarh dan menuntut bukti kepadanya. Kalau ulama yang menjarh tersebut menunjukkan bukti maka wajib atas mereka untuk menerima bukti dan hujjah tersebut.
Jika ada seorang yang menta’dilnya atau selainnya berusaha menentangnya, maka pihak yang menolak hujjah ini dia akan jatuh tersungkur dan akan jatuh pula keadilannya serta tidak bisa dipercaya lagi dalam urusan agama Allah. Seandainya ada satu saja ulama yang membawa hujjah dan bukti, lalu dia diselisihi oleh puluhan pihak dengan alasan yang bathil, kedustaan dan tipu daya, maka tidak perlu mendengar ucapan mereka.
Ini adalah kaedah-kaedah jarh wa ta’dil yang telah diletakkan dalam masalah jarh wa ta’dil yang wajib kita pegangi dalam menghadapi fitnah-fitnah semacam ini. Ada seseorang yang dijarh oleh puluhan ulama dan para ulama tersebut membawakan bukti-bukti yang jelas yang menunjukkan kebathilan, kesesatan dan fitnahnya, kemudian ada sebagian manusia yang tidak mau mendengar perkataan para ulama tersebut dengan dalih bahwa kebenaran belum nampak jelas baginya. Sikap semacam ini tidak boleh di dalam agama Allah. Jika sikap seperti itu dibenarkan maka bisa saja ketika kita membuka kitab-kitab jarh wa ta’dil kita tidak mengambil sikap dalam menilai setiap biografi seorang periwayat hadits dengan dalih: “Demi Allah, saya tidak mengetahui dengan jelas keadaannya.” Demikian juga akan menyeret kita untuk tidak berani meyakini yang benar di dalam setiap akidah dengan dalih: “Saya belum mengetahui dengan jelas masalah ini.”
Ada perselisihan antara Rafidhah dengan Salafiyun, atau antara Rafidhah dengan Jahmiyah, atau antara Salafiyun dengan Mu’tazilah, atau antara Salafiyun dengan Khawarij, atau antara Salafiyun dengan Murji’ah, atau antara Salafiyun dengan Shufiyah, lalu muncul seseorang yang menyatakan: “Demi Allah, saya tidak mengetahui masalah ini dengan jelas.” Cara dia semacam ini tidak diterima. Jika ada dua pihak dari Salafiyun berselisih dan hujjah bersama salah seorang dari keduanya, maka wajib berpihak kepada yang memiliki hujjah.
Maka saya wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, juga saya wasiatkan agar kalian bersikap adil dan inshaf serta menjauhi sikap fanatik buta dan mengikuti hawa nafsu.
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ.
“Siapakah yang lebih sesat dibandingkan orang yang menuruti hawa nafsunya.” (QS. Al-Qashash: 50)
Dan sikap menolak kebenaran merupakan kejahatan.
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ.
“Maka siapakah yang lebih zhalim dibandingkan orang yang berdusta atas nama Allah dan mendustakan kebenaran ketika kebenaran itu datang kepadanya.” (QS. Az-Zumar: 32)
Mendustakan kebenaran merupakan sifat orang-orang sesat dari kalangan orang-orang kafir dan juga sifat orang-orang Rafidhah.
Syaikhul Islam mengatakan ketika menjelaskan sifat orang-orang Rafidhah: “Di sana tidak kelompok yang menolak kebenaran dan membenarkan kedustaan seperti Rafidhah.”
Jadi sekarang wajib atas siapa saja yang menempuh manhaj Salaf agar mengasihi dirinya dengan cara menjauhi jalan yang ditempuh oleh berbagai kelompok yang rusak tersebut, tidak fanatik buta model jahiliyah, serta tidak menolak kebenaran hanya karena membela si fulan dan fulan. Demi Allah, seandainya salah seorang dari Kibarul Ulama atau salah seorang imam Ahlus Sunnah ada yang salah, sungguh tidak boleh bagimu untuk menolak kebenaran karena ingin membelanya. Lalu bagaimana jika yang salah tersebut termasuk orang-orang yang dungu dan terkenal kedustaannya serta diketahui banyak menimbulkan fitnah?! Maka bagaimana bisa engkau berpihak kepada mereka?!
Sikap semacam ini tidak pantas dilakukan oleh seorang muslim, apalagi oleh seorang salafy. Jika demikian apa makna dari dakwah Salafiyah jika faktanya engkau fanatik terhadap kebodohan dan hawa nafsu?! Apa maknanya ini?! Baarakallaahu fiikum.
Tinggalkan fanatik semacam itu karena baunya sangat busuk. Carilah kebenaran, pegangi dengan kuat, dan bersaksilah dengan kebenaran walaupun merugikan diri kalian sendiri atau kedua orang tua atau kerabat. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُونُوا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِيْنَ.
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap diri kalian sendiri atau kedua orang tua dan kerabat.” (QS. An-Nisa’: 135)
Jika para ulama membawa kebenaran kepadamu –wahai saudaraku–, walaupun hanya seorang atau dua orang atau tiga orang, maka tidak boleh bagimu untuk ragu-ragu menerimanya jika dia membawa kebenaran yang diiringi dengan hujjah dan bukti. Adapun jika hanya semata-mata tuduhan maka jangan engkau terima. Tetapi jika dia datang kepadamu dengan membawa kebenaran yang ditopang dengan hujjah dan bukti, maka sesungguhnya penolakanmu terhadapnya merupakan sikap menolak kebenaran dan mendustakan kebenaran. Dan tidak ada yang lebih zhalim dan lebih bodoh dari orang yang keadaannya semacam ini.
Saya memohon kepada Allah agar memberikan taufik kepada kami dan kalian semua untuk mengikuti kebenaran, menjauhkan kita dari berbagai fitnah serta menyatukan hati kita di atas kebenaran. Saya memohon kepada Allah agar mewujudkan hal itu, sesungguhnya Rabb kita benar-benar mendengar dan mengabulkan doa.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=140233