Pengaruh Sunnah Ijma’, Qiyas, dan Ijtihad terhadap Perkembangan Tasyri’


             Seiring dengan lajunya prkembangan Islam ke berbagai penjuru, maka muncullah persoalan-persoalan baru yang saat itu terjadi pada masa Rasulullah, padahal al-Qur’an sendiri hanya memuat sebagian hukum terinci, sementara sunnah hanya sebatas pada persoalan-persoalan yang berkembang pada masa Rasulullah. Maka dari itu dalam menyelesaikan persoalan baru dibutuhkanlah konsep “ijtihad”. Hingga pada akhirnya konsep “ijtihad” yang awal mulanya muncul sekitar pada abad keempat Hijriyah, muncul produk pemikiran yang baru.
   

1. Periode fiqh di Era Kenabian       
            Nabi melakukan ijtihad apabila terhadap suatu peristiwa yang tidak ada ketentuan hukumnya. Dan lamanya Nabi menunggu datangnya wahyu merupakan justifikasi dari al-Qur`an. Kemudian dengan ijtihadnya para sahabat ? sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Nabi, Nabi membolehkan para sahabatnya untuk juga melakukan ijtihadnya        .

2. Periode fiqh di era Khulafaurrasyidin       
             Di dalam penetapan suatu hukum para khulafaurrosyidun tetap berpegang dengan al-Qur`an dan as-Sunnah. Tetapi adakalanya dengan menggunakan kesepakatan bersama yang disebut dengan Ijma` dan Qiyas.       Sebagaipengganti Nabi dalam mengambil sumber hukum untuk menentukan suatu perkara, mengambil dari al-Qur`an, as-Sunnah, dan ijtihad “ra`yu” baik kolektif (hasil musyawarah dari sahabat disebut dengan ijmak.), kemudian ijtihad individu.         

3. Periode fiqh di era Sahabat dan Tabi’in   
             Di era ini perkembangan fiqh membingungkan banyak pengamat. Karena akibat dari warisan pergolakan antara `Ustman dan Ali. Hingga sampai pada pemerintahan daulah Umayyah. Hingga sampai melahirkan agitas teologi yang cukup tajam. Sehingga banyak pengamat sejarah yang mengatakan bahwa dalam periode ini perkembangan fiqh tenggelam di bawah perpecahan antara kesatuan agama dan negara. Bahwa pergolakan daulah Umayyah yang membawa agitas teologi, ternyata membawa pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan fiqh berikutnya yaitu era kodifikasi yang munculnya Imam-imam mazhab. Pada pembahasan “fiqh dalam era keemasan”. Sehingga fiqh dari masa kemasa mempunyai kesinambungan antara yang satu dengan yang lain. Periode ini dalam perkembangan fiqhnya bermula ketika pemerintahan Islam diambil alih oleh Muawiyah bin Abu Sofyan tahun 41 H hingga awal abad kedua Hijrah.  

4. Periode fiqh di era zaman keemasan        
             Masa ini sangat terkenal dengan perkembangan kebudayaan perluasan perdagangan dari semua cabang ilmu ekonomi serta kemajuan dalam ilmu pengetahuan. kira-kira pada abad ke delapan adalah banyak ilmu pengetahuan yang berbahasa ajam kedalam bahasa arab, terutama dari bahasa Parsi dan bahasa Yunani. Ilmu-ilmu fiqh berkembang sangat pesat yaitu banyaknya tafsir-tafsir al-Qur`an dan kumpulan-kumpulan hadis. Hingga yang paling menonjol dalam periode ini adalah lahirnya beberapa fuqaha sunni yang terbagi ke dalam dua golongan yaitu fuqaha sunni ahli ra`yi di Irak dengan pelopor Imam Abu Hanifah, dan golongan yang kedua fuqaha sunni hadis di Hijaz yang dipelopori oleh Imam Malik bin Anas.  

5. Periode fiqh diera stabnasi dan jumud      
             Pada pertengahan abad IV Bani Abasiyah mulai terdapat tanda-tanda kejatuhannya, karena disebabkan banyak daerah-daerah dominannya melepaskan diri dari khalifah Abbasiyah dengan mendirikan negara sendiri. Akibatnya kekuasaan menjadi lemah dan mundur. Dengan demikian yang dahulu pemerintahan selalu dipegang oleh seorang muslim, akhirnya berpindah tangan kepada orang yang tak mengenal Tuhan, bengis, kejam, yaitu Jenghis Khan serta anak keturunannya. Hal ini pergolakan politik semacam ini sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan dalam dunia Islam mengalami kemunduran. Dari situasi politik yang kacau pada waktu itu, menyebabkan kemunduran dalam hal ilmu pengetahuan. Hingga akhirnya munculah faham taqlid, Yaitu menerima pendapat secara mutlak dari seorang imam (mazhab) yang tertentu untuk mengikuti fatwa-fatwa hukumnya. Akhirnya para fuqaha itu menutup pintu ijtihad, sehingga berkembang bid`ah, khurafat dan kejumudan berpikir.           

6. Periode fiqh di era kebangkitan kembali   
             Kita dapat melihat dalam era kebangkitan fiqh ini dapat kita lihat sekurang-kurangnya terdapat empat pola utama yang menonjol. Pertama, modernisme, dalam pola ini digandrungi oleh banyak ulama yang terdidik dalam alam sekuler. Kedua, Survivalisme, agaknya berbeda dengan pola pertama. Dalam pola kedua ini bercita-cita ingin membangun pemikiran fiqh dengan berpijak kepada mazhab-mazhab fiqh yang sudah ada. Dengan menggali permasalahan yang didasarkan pada pemikiran mazhab tersebut tanpa memandang kepedulian sosial. Ketiga, tradisional, pola ini kecenderungan dengan aliran salafiyah, yang lebih menekankan pada kembalinya kepada al-Qur`an dan as-Sunnah dengan mendakwahkan keharusan mengikuti ulama salaf (sahabat dan tabi`ien) dengan karakteristiknya adalah benar-benar memegang sunnah Nabi yang sekiranya tidak keluar dalam nash al-Qur`an. Keempat, neo survivalisme, dalam perkembangan terakhir ini, banyak di kalangan ulama dan fuqaha merespon perkembangan yang baru dengan memfokuskan terhadap kepedulian sosial.