Baca Juga Artikel Lainnya
- Hadist Tentang Shalat Tasbih
- Hadist Tentang Shalat dan Haid
- Hadist Tentang Tayamum
- Hadits Meninggal Hari Jumat
- Hewan Kurban dan Waktu Penyembelihan
Masa berburu dan mengumpulkan
(meramu) makanan diperkirakan berlangsung pada kala Pleistosen. Masa yang
berlangsung beberapa juta tahun tersebut merupakan masa terpanjang yang dilalui
oleh manusia purba dalam sejarah kehidupannya. Jadi, tidak mengherankan apabila
manusia puba jenis Meganthropus,
Pithecantropus hingga homo sapiens
mengalami masa ini.
Aktivitas berburu dan
mengumpulkan (meramu) makanan merupakan aktivitas sederhana yang bisa dilakukan
manusia ketika itu. Mereka tinggal mengambil makanan secara langsung dari alam dengan cara berburu dan mengumpulkan
makanan atau biasa disebut food gathering.
Manusia atau masyarakat yang
berkembang pada tahap ini memilih tinggal di dataran-dataran rendah dan dekat
dengan sumber air. Mereka selalu berpinda-pindah dari satu tempat ke tempat
yang lain. Mereka belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal yang permanen
yang disebut pola kehidupan nomaden. Kehidupan
seprti ini menyebabkan mereka mereka sedikit menghasilkan barang-barang
kebudayaan.
Hasil kebudayaan pada masa
berburu dan mengumpulkan makanan hanyalah berupa alat-alat yang terbuat dari
batu,tulang,dan kayu.Namun ,karena tulang dan kayu merupakan benda yang rapuh, jadi
yang ditemukan lebih banyak peninggalan dari batu. Alat-alat yang ditemukan pada
masa berburu ini masih berbentuk sederhana,yaitu masih kasar.Penemuan sejumlah
alat dari batu yang ditemukan oleh von koenigswald di pacitan jawa timur pada
tahun 1935. Alay yang ditemukan, yaitu kapak perimbas, kapak genggam dan kapak
penetak.
Kapak perimbas tidak memiliki
tangkai dan digunakan dengan cara menggenggam. Selain di pacitan, oleh ahli
lainnya ditemukan pula di gombong, ciamis, sukabumi, Bengklu, lahat, bali dan
Flores. Kapak genggam, bentuknya hamper serupa dengan kapak perimbas hanya saja
ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kapak perimbas. Sedangkan kapak
penetak, bentuknya hamper sama dengan kapak perimbas, namun kebalikan dari kapak genggam, yaitu ukurannya
lebih besar dari kapak perimbas. Kapak genggam dan kapak penetak banyak
ditemukan di hamper seluruh wilayah Indonesia.
Para ahli membagi masa berburu
dan mengumpulkan (meramu) makanan menjadi dua, yakni tingkat sederhana dan
tingkat lanjut. Pada masa berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan tingkat
sederhana, mereka berburu dan mengumpulkan makanan apapun yang dapat mereka
makan. Sedangkan pada masa berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan tingkat
lanjut, mereka mulai menghususkan diri untuk berburu hewan tertentu untuk
mereka makan.
Pengkhususan hewan buruan pada
tingkat lanjut dilakukan karena pada masa ini mereka sudah bisa mengidentifikasi
jenis hewan mana yang mudah diburu, dan mana yang termasuk hewan buas. Dengan
kemampuan ini, mereka lebih mudah dalam mengumpulkan makanan untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Jenis tumbuhan yang mereka
kumpulkan untuk dijadikan bahan makanan sudah lebih beragam dan tidak hanya
terbatas pada bahan makanan yang ada di darat saja. Mereka pun sudah mulai
memakan makanan yang ada di laut, misalnya ikan, kerang, burung laut dan hewan
laut lainnya. Dengan semakin beragamnya jenis makanan tersebut, kehidupan
orang-orang pada zaman ini sudah mulai bersifat setengah menetap.
Pada masa ini, diduga kepercayaan
telah muncul. Hal ini dibuktikan dengan penemuan bukti-bukti tentang penguburan
yang ditemukan di gua lawa, Sampung, Ponorogo, Jawa Timut; Gua Sodong, Besuki,
jawa timur; dan di Bukit Kerang, Aceh Tamiang, NAD. Diantara mayat-mayat yang
dikubur ada yang ditaburi cat merah. Diperkirakan cat merah ini berhubungan
dengan upacara penguburan dengan maksud memberikan kehidupan baru di alam baka.
Selain itu, ditemukan pula
lukisan cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah di dinding-dinding Gua
Leang Pattae, Sulawesi Selatan. Menurut para ahli, hal ini mungkin mengandung
arti kekuatan atau symbol kekuatan pelindung untuk mencegah roh-roh jahat.
Beberapa diantaranya tidak lengkap gambar jarinya. Hal tersebut dianggap
sebagai tanda adat berkabung.
Lukisan gua juga ditemukan di
Papua dan Pulau Seram. Di dua tempat ini ditemukan lukisan kadal. Lukisan ini
diperkirakan mengandung arti lambang kekuatan magis, yaitu sebagai penjelmaan
roh nenek moyang atau kepala suku yang sangat mereka hormati.
Sumber referensi :
·
Farid, samsul. 2013. Sejarah Indonesia untuk
SMA-MA/SMK kelas X. Bandung : Yrama Widya