Inflasi



Inflasi adalah bagian dari fenomena ekonomi yang terjadi bukan hanya di negara berkembang seperti Indonesia saja, tapi juga menyapa semua negara termasuk negara maju seperti Amerika, Jepang atau negara di bagian Eropa Barat. Bedanya terletak pada tingkat inflasinya

Di negara maju, harga-harga yang ada bisa dikatakan relatif stabil, dan ketika terjadi inflasi, tingkat keparahannya masih termasuk rendah yang berkisar antara 3%-5% per tahun. Hal ini berbeda dengan kondisi harga-harga yang ada di negara berkembang yang cenderung fluktuatif dan tingkat keparahan inflasinya lebih tinggi dari yang terjadi di negara maju

Kondisi yang terjadi di developing countries ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi, sosial dan politik yang memang relatif belum stabil. Ketika kondisi ekonomi-sosial-politik itu sedikit ada guncangan, maka ini bisa berpengaruh terhadap kenaikan inflasi.

Lantas apa arti inflasi yang sebenarnya?

Secara sederhana, arti inflasi disini adalah keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga barang yang ada di masyarakat dan berlangsung secara terus menerus. Terjadinya inflasi ini diakibatkan oleh beberapa faktor pemicu, antara lain: 

• Terjadinya ketidaklancaran pada distribusi barang.
• Meningkatnya konsumsi masyarakat.
• Berlebihnya likuiditas di pasar yang bisa memicu terjadinya spekulasi

Inflasi ini juga bisa dimaknai sebagai penurunan nilai mata uang secara terus menerus. Pada prinsipnya, dari sudut pandang ekonomi dikatakan bahwa inflasi terjadi karena tidak atau belum adanya kesesuaian antara laju pertambahan uang yang beredar di masyarakat dengan pertumbuhan barang dan jasa yang ada.

Inflasi dilihat sebagai proses dari peristiwa ekonomi, bukan diarahkan pada tinggi rendahnya harga. Tingkat harga yang tinggi belum tentu bisa dimaknai sebagai petunjuk terjadinya inflasi. Bisa disebut inflasi jika syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu kenaikan harga berlangsung secara terus menerus dan bersifat mempengaruhi yang lainnya

Momentum hari raya umat Islam atau perayaan acara umat beragama lainnya yang biasanya ditandai dengan naiknya harga barang-barang kebutuhan tidak dapat dikatakan sebagai inflasi. Hal ini dikarenakan bahwa kenaikan barang-barang itu hanya bersifat temporer atau sementara. Selain itu naiknya harga 1 atau beberapa barang saja juga tidak dapat dikatakan sebagai inflasi.

Bagaimana cara mengukur tingkat inflasi?

Dari berbagai metode yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi, ada 2 metode yang sangat familiar dan sering dipakai, yaitu CPI dan GDP Deflator. CPI (Consumer Price Index) atau Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah perubahan harga rata-rata yang dibayarkan konsumen rumah tangga (householed) ketika membeli barang atau jasa

Selain sebagai salah satu alat untuk mengukur inflasi, IHK ini juga digunakan untuk menentukan perubahan tingkah upah, gaji, uang pensiun dan kontrak lainnya. Sedangkan untuk memprediksi IHK masa depan, maka indikator yang digunakan adalah IHP (Indeks Harga Produsen). IHP ini adalah harga rata-rata yang harus dibayar oleh produsen untuk membeli bahan mentah bagi keperluan produksinya.

Alat untuk mengukur tingkat inflasi berikutnya adalah GDP Deflator atau deflator PDB. GDP deflator menunjukkan seberapa besar perubahan yang terjadi pada harga yang meliputi semua harga barang yang baru, produk lokal, barang jadi serta jasa. Harga Indeks Konsumen (IHK) serta GDP Deflator inilah yang digunakan untuk mengetahui tingkat inflasi suatu negara pada tahun tertentu.
Sebuah negara bisa dikatakan sedang mengalami inflasi jika memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:

• Terjadinya kenaikan harga barang secara terus menerus
• Jumlah uang yang berada di masyarakat melebihi kebutuhan
• Terjadinya penurunan terhadap nilai mata uang

Inflasi dibedakan menjadi 4 berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu:

1. Inflasi ringan, apabila tingkat inflasinya sebesar 10 atau 20 persen dalam kurun waktu 1 tahun
2. Inflasi sedang, berarti tingkat inflasi yang terjadi sebesar 10 sampai dengan 30 persen setahun
3. Inflasi berat, berkisar antara 30 sampai dengan 100 persen setahu
4. Hiperinflasi, berarti tingkat inflasinya lebih dari 100 persen setahun

Berkaitan dengan penyebab terjadinya, inflasi dibedakan menjadi dua, yakni:

Demand Inflation

Inflasi jenis ini terjadi karena permintaan masyarkat akan barang dan jasa yang kuat. Hal ini bisa jadi dipicu oleh semakin membaiknya tingkat pendapatan masyarakat. Karena pendapatan naik, maka kecenderungan tingkat konsumsi akan barang dan jasa juga mengalami kenaikan. Misalnya, ketika seseorang pendapatannya belum naik, jumlah konsumsi akan daging sapi hanya ½ kilogram per minggu. Ketika pendapatannya naik, konsumsinya berubah menjadi 2 kali lipat sebedar 1 kilogram. Meningkatnya tingkat konsumsi ini akan memicu terjadinya inflasi.

Cost-Push Inflation

Untuk inflasi yang disebabkan oleh cost-push inflation, akar penyebabnya ada disisi produksi. Misalnya karena harga BBM naik, menyebabkan upah yang harus dibayar kepada para buruh/pegawai pasti akan mengalami kenaikan. Karena bahan bakar dan upah buruh masuk dalam biaya produksi perusahaan, untuk mencegah terjadinya kerugian besar-besaran, maka produsen menaikkan harga produknya baik berupa barang atau jasa.

Berdasarkan asal-usul terjadinya, inflasi dibedakan menjadi 2, yakni:

Domestic Inflation
Sesuai dengan namanya, domestic inflation berasal dari dalam negeri. Hal ini bisa dipahami dengan mangambil contoh misalnya pemerintah sedang mengalami defisit anggaran dan mengambil kebijakan untuk mencetak uang baru untuk menambah jumlah uang yang beredar. Jika penawaran akan barang dan jasa tetap, maka kondisi ini akan meningkatkan tingkat permintaan barang dan jasa di masyarakat. Hal inilah yang akhirnya bisa mendorong terjadinya kenaikan harga barang-barang.

Imported Inflation
Inflasi yang berasal dari luar negeri ini bisa terjadi karena negara-negara yang bersangkutan mengimpor barang dari luar. Karena dari negara asalnya barang yang dimpor sudah mengalami kenaikan, maka begitu sampai ke Indonesia tentu saja harga yang di bandrol juga akan menanjak. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya biaya produksi bagi importir yang kemudian membebankan kenaikan biaya produksi itu ke harga barang.

Tidak dapat ditampik bahwa inflasi bisa terjadi hampir di semua negara. Tetapi membiarkan inflasi bergerak semaunya sendiri bukanlah hal yang bijaksana. Hal ini dikarenakan inflasi yang tidak terkendali bisa menghancurkan perekonomian dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil berbagai langkah kebijakan untuk menekan laju dari inflasi ini. Kebijakan-kebijakan yang bisa diambil pemerintah adalah:

Kebijakan Moneter

Kebijakan ini ditempuh dengan jalan mengatur peredaran uang yang beredar. Bank sentral yang memegang otoritas pengaturan uang beredar bisa mengatur uang giral yang beredar di masyarakat dengan menggunakan instrumen berupa operasi pasar terbuka (Open Market Operation), penetapan tingkat diskonto (Discount Rate Policy), serta penetapan rasio wajib minimum (Reserve requirement).

Open Market Operation dilakukan dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga. Untuk meningkatkan peredaran uang, bank sentral menjual surat-surat berharga. Sedangkan untuk mengurangi peredaran uang, bank sentral membeli surat-surat berharga itu.

Discout rate policy merupakan kebijakan bank sentral dalam menetapkan tingkat bunga sebagai pinjaman kepada bank umum. Sedangkan yang dimakusd dengan Reserve Requirement merupakan proporsi cadangan minimum yang harus dipegang bank umum atas simpanan masyarakat yang dimiliki.

Kebijakan Fiskal 

Kebijakan ini ditempuh dengan cara mengatur pengeluaran pemerintah dan perpajakan. Kedua hal ini secara langsung bisa mempengaruhi permintaan total dan bisa berakibat terhadap perubahan harga yang bisa menimbulkan munculnya inflasi.

Kebijakan yang Berkaitan dengan Output 

Kebijakan ini diwujudkan dengan cara menurunkan bea impor, sehingga akan meningkatkan laju produk impor. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri yang disuplai dari luar cenderung mampu menurunkan tingkat harga. Inflasi