Oleh: Drs. H. Ahmad Yani
Kehidupan ekononi kita yang sulit sekarang ini, semangat kita dalam
bekerja harus semakin dipupuk dan dikembangkan, bukan malah semangat
mengemis atau meminta-minta yang kita kembangkan, masih banyak
sebenarnya peluang bekerja untuk memenuhi nafkah diri dan keluarga kita
selama kita masih punya kesungguhan untuk bekerja dan mempertahankan
harga diri untuk tidak menempuh alternatif meminta-minta. bila ketaqwaan
kita mantapkan, Allah Swt tidak hanya akan memberi peluang rizki yang
tidak kita duga-duga, tapi juga akan memudahkan urusan-urusan yang kita
hadapi. Keyakinan dan usaha yang maksimal memang merupakan modal yang
sangat mahal harganya.
Dalam dunai kerja modern, sebagai muslim kita harus memahami dengan baik
etos dan etika kerja dalam pandangan Islam sehingga untuk merumuskan
sebuah mekanisme kerja yang baik bisa kita gali dari kedalaman ajaran
Islam sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para
pengikutnya yang setia. Nilai-nilai etos dan etika kerja seorang muslim
itulah yang kemudian perlu kita bicarakan.
1. Selalu Melakukan Perhitungan dan Perencanaan.
Segala sesuatu harus diperhitungkan dan direncanakan secara matang, apa
yang sudah dikerjakan dan apa yang akan dikerjakan dengan segala daya
dukungnya merupakan hal-hal yang harus dilakukan. Perhitungan yang
matang membuat seseorang dapat terhindar dari tindakan yang salah.
Prinsip perencanaan yang baik adalah tawazun dalam arti rencana yang
hendak dilakukan adalah yang memang memungkinkan, baik dari segi dana,
waktu, tenaga, personil dan kepentingannya. Rasulullah Saw menghendaki
agar kita bekerja untuk mencapai prestasi duniawi secara maksimal
sehingga diumpamakan seperti orang yang akan hidup selamanya tapi juga
harus meraih prestasi ukhrawi yang optimal hingga diumpamakan seperti
orang yang hendak mati esok hari. Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt juga
menegaskan keharusan melakukan perencanaan yang matang, Allah berfirman
yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS 59:18).
2. Menghargai Waktu.
Waktu merupakan anugerah besar yang diberikan Allah kepada kita. Seorang
muslim yang memiliki etos kerja yang baik tentu menghargai waktu dengan
selalu memanfaatkannya untuk hal-hal yang benar. Dengan waktu yang
tersedia, target kerja ditetapkan dan direncanakan serta mencapai target
dan mengevaluasinya. Dalam kerja seorang muslim harus berprinsip
bekerja dengan rencana dan kerjakan rencana itu. Prinsip ini sangat
penting agar jangan sampai seorang muslim bekerja tanpa perencanaan atau
perencanaan tidak dikerjakan sebagaimana mestinya. Prinsip ini juga
punya arti penting agar setiap kali melakukan perencanaan, maka rencana
itu tidak muluk-muluk, tapi memang membuat rencana yang mungkin
dikerjakan. Manakala perputaran waktu terabaikan dari aktivitas kerja
yang shaleh, maka kerugian akan dialami seseorang, Allah berfirman yang
artinya: Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh (QS
103:1-3). Dengan demikian, dalam kaitan menghargai waktu, seorang muslim
harus mengefektifkan waktu kerjanya dengan sebaik mungkin, tidak suka
menunda-nunda pekerjaan yang hendak dilakukan dan segera mengerjakan
pekerjaan yang lain apabila telah selesai dalam melaksanakan suatu
pekerjaan.
3. Selalu Ingin Yang Terbaik.
Etos kerja seorang muslim membuat dia tidak ingin berhenti dalam
mencapai keberhasilan. Apa yang sudah dicapai merupakan sesuatu yang
harus disyukuri, tapi dia tidak puas sampai disitu. Kepuasan terhadap
sesuatu yang telah dicapai membuat seseorang berhenti sampai disitu,
bahkan bila kepuasan tanpa iman bisa membawa kepada riya dan lengah
sehingga dia hanya bertahan sampai disitu tanpa ada niat untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas kerjanya. Seorang muslim selalu
dituntut untuk meraih yang terbaik, ilmu yang banyak harus terus
diperbanyak, prestasi yang tinggi harus disempurnakan dan begitulah
seterusnya. Allah berfirman yang artinya: Maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan
yang lain (QS 94:7).
4. Hemat.
Cita-cita seorang muslim sangat tinggi nilainya, yakni terwujudnya
nilai-nilai Islam yang mulia dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam
nilai-nilai budaya kerja. Perwujudan ini merupakan perjuangan yang
panjang dan berliku. Maka ibarat seorang pelari maratonj, mencapai
tujuan ini harus diatur dengan baik, salah satunya adalah dengan
menggunakan prinsip efektif dan efisien. Karena itu etos kerja seorang
muslim membuat dia sangat efisien dan jauh dari prilaku boros, tidak
hanya dalam masalah harta, tapi juga waktu, tenaga, sumber daya,
fasilitas dan sebagainya, Allah berfirman: Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan hartamu secara boros, sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu sangat
ingkar kepada Tuhannya (QS 17:26-27).
5. Fastabikul Khairat.
Etos kerja seorang muslim memacu semangat kompetitip sehingga seorang
muslim itu sangat dituntut untuk ber-fastabikul khairat (berpacu dalam
kebaikan). Kekurangan yang ada pada diri kita buhkanlah harus menjadi
alasan untuk menyerah dan menerima apa adanya lalu menjadi fatalis yang
tidak ada pikiran dan usaha untuk merubah keadaan dirinya. Oleh karena
itu seorang muslim sangat dituntut untuk mengenal potensi diri, melatih
dan mengembangkannya sehingga dia nanti dapat menentukan bidang apa saja
yang harus digelutinya agar dia dapat berkarya dan berprestasi meskipun
hanya dalam satu bidang. Itu sebabnya, seorang muslim tidak pantas
kalau tidak ada satupun bidang yang dikuasai dan digelutinya. Keharusan
kita berlomba-lomba dalam kebajikan dikemukakan Allah dalam Al-Qur’an
yang artinya: Dan tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia
menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat)
kebajikan. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu (QS 2:148).
6. Bersikap Mandiri.
Mandiri merupakan sesuatu yang penting dalam etos kerja seorang muslim.
Sikap mandiri membuat seseorang memiliki keyakinan dan harga diri yang
lebih, sehingga dia tidak terlalu memiliki ketergantungan pada orang
lain dan dapat menentukan serta mengambil keputusan yang terbaik. Bila
kemandirian tidak dimiliki, biasanya seseorang tidak berani untuk
mengambil keputusan dan bingung bila menghadapi suatu persoalan.
Kemandirian sikap kadangkala harus dimulai dari kemandirian ekonomi, hal
ini apabila seseorang kehidupan ekonomi ditunjang oleh pihak lain, maka
dia tidak bisa leluasa menunjukkan sikapnya, apalagi bila sikap itu
bertentangan dengan keinginan yang memberikan tunjangan ekonomi.
Kemandirian ekonomi ini dicontohkan oleh sahabat Abdurrahman bin Auf
yang tidak mau diberi setengah harta dari Sa’ad bin Rabi di Madinah.
Etos kerja yang tinggi dikalangan para sahabat membuat mereka berhasil
dalam mengemban amanah, bahkan dalam usia mereka yang masih muda, banyak
prestasi yang sudah dicapai, ini berarti pemuda muslim sangat dituntu
untuk banyak berperan pada masa-masa mendatang dalam pengembangan etos
kerja modern agar manajemen kerja betul-betul diwarnai dengan
nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalam Islam.