Ceramah singkat, kali ini
 ingin share khotib jum’at, kultum dan bisa juga dipakai untuk ceramah, 
barangkali berguna bagi sang pembaca yang budiman. Mohon dengan ikhlas 
untuk memberikan komentarnya setelah membaca tulisan sederhan ini.
 الحمد لله الذى تفردفى ملكه وبقاه. وتقدس فى أزليته فلاعين تره. حكم بحكمه
 فى خلقه فلا معقب لحكمه ولا رادلما قضاه. قسم الأرزاق والأجال بين عباده. 
هذا منعه وهذا أعطاه
وهذا أسعده وهذا أشقاه أشهد ان لا إله إلا الله وحده لاشريك له. وأشهد أن 
سيدنا ونبينا محمدا صاحب الرسالة. أللهم صل على. سيدنا محمد لا نبي بعده . .
 وعلى اله وصحبه ومن تبعهم إلى يوم القيامة . أما بعده. قال الله تعالى: 
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ : 
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ 
كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
فيأيها لناس إتقواالله واعلموا أن الله يحب من اتقى ويكره من طغى. 
Segala sesuatu yang kita miliki 
dan bahkan diri kita sendiri ini adalah milik Allah swt, seorang hamba 
diberi kuasa untuk hak pakai tetapi hakikatnya tidak diberi hak untuk 
memilikinya. Termasuk sesuatu yang sangat berharga sekalipun yaitu 
nyawa. Karena itu tidaklah sulit mempercayai bahwa segala sesuatunya 
akan direnggut secara paksa dan kembali kepada yang ber-punya. 
Sifat rahman da rahimnya 
membolehkan setiap manusia untuk mempergunakannya selama masih dalam 
bingkai syar’i yang telah ditentukan melalui Qur’an dan Sunnahnya. 
Karena itu, sewajarnya bagi seorang hamba yang beriman untuk bersyukur 
atas semua karunia yang diberikan oleh Allah swt, karena Dia telah 
memilih kita semua sebagai hamba-Nya. 
Kelalaian manusia, terkadang saking asyiknya bermain-main dengan 
kenikmatan yang notabene-nya adalah pemberian Allah, justru menjadikan lupa
 diri hakikat tujuan utama penciptaan manusia itu sendiri. Bahwa tujuan 
utama diciptakan manusia adalah untuk beribadah sebagai bentuk lahiriyah
 rasa syukur.  Dengan tegas QS. Ad-Dzariyat: 56 menyatakan.
 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. 
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” 
Kalau kita renungkan secara mendalam, kehadiran kita di muka bumi ini tidak didasarkan atas
 transaksi dankesepakatan kepada Allah, fasilitas sebagai hak guna yang 
kita miliki pun bukan atas keahlian bernegosiasi dengan Allah, semua 
wujud yang ada adalah ‘wujud nisbi’ karena wujud yang hakiki adalah 
wujudnya Allah swt. Secara tanggung jawab, selama tuhan memberikan nyawa
 sebagai sumber kehidupan maka secara bersamaan Allah menanggung semua 
penghidupan yang dibutuhkannya. Tidak ada alasan bagi seorang hamba 
untuk tidak bersyukur kepada Allah swt. 
Dalam konteks ini, ibadah dipahami sebagai wujud rasa syukur atau 
ungkapan terimakasih kepada Allah yang telah memberikan kenikmatan dan 
hidayah untuk mengelolah apa saja yang kita aku sebagai milik pribadi. 
Kemurahan Allah makin menjadi-jadi manakala seorang hamba mau mensyukuri
 nikmat yang telah diberikannya
 
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika 
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika 
kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat 
pedih".(Ibrahim:14:7) 
Pada dasarnya tidak ada ruang bagi manusia
 untuk menjalani hidup kecuali dengan senantiasa ibadah, sebagai 
ungkapan syukur kepada-Nya. Dengan ucapan, sikap dan perbuatan. Syukur 
dengan ucapan berarti senantiasai memuji Allah (hamdalah), dengan sikap 
berarti berterimakasih atas kenikmatan dan bersabar atas ujian/cobaan 
yang diberikan, dengan perbuatan berarti terus memperbaiki kwalitas 
ibadah. Tiga aktifitas ini dilakukan secara bersamaan sebagai tanda 
syukur kepada Allah swt. 
Manusia yang tidak bersyukur senantiasa akan dihinggapi siksa
 baik dunia maupun akhirat, di dunia akan merasakan kegelisahan, iri 
atas perolehan orang lain, hasud dan rakus yang mengakibatkan terjerumus
 kepada penumpukan harta secara berlebihan dan lalai dalam terhadap 
tujuan utama hidupnya. Sedangkan diakhirat kelak akan menerima adzab 
yang dahsyat dari Allah swt sebagai pertanggunjawaban atas nikmat yang 
telah diberikan kepada-Nya.
Ditengah zaman modern yang serba materialistis
 seperti ini, dimana hampir setiap gerak selalu berhitung degnan nominal
 , kalau tidak pandai membentengi diri dengan syukur dan qona’ah maka 
lambat laun akan mengikis habis sifat ikhlas dalam beraktifitas, bekerja
 selalu diukur dengan honor, menolong hanya mengharap ditolong. Hal ini 
yang menyebabkan hubungan sosial rapuh, pada puncaknya akan muncul sifat
 egois memperkaya diri dengan jalan apapun jua, tak peduli lagi 
sekelilingnya, tak terbedakan antara yang halal dan yag haram. 
Jadi, hilangnya rasa syukur merupakan pangkal tindakan korupsi yang 
selama ini merebak dihampir semua lini. Baik di instansi pemerintahan 
maupun swasta, tidak hanya pegawai rendahan yang ingin membeli rasa aman
 yang palsu, tetapi mereka yang kekayaannya milyaran rupiah bahkan 
trilyunan rupiah.
 
Sejatinya, menumpuk harta atas dasar ketakutan habisnya rizki Allah 
merupakan penginkaran kemahakuasaan Allah, padahal Allah adalah tuhan 
yang sangat bertanggung jawab, menciptakan kehidupan sekaligus lengkap 
dengan penghidupannya, selama Allah masih memberi nyawa maka pasti 
disaat yang bersamaan Allah menetukan rizki orang tersebut. 
Bersyukur atas apa yang ada 
dalam genggaman adalah cara mudah jalan menempuh kebahagiaan 
dunia-akhirat, kita yakin sepenuhnya bahwa yang ada dalam genggaman ini 
adalah segala sesuatu yang terbaik buat penggenggamnya. Kebahagiaan 
tidak identik dengan kaya, begitu juga sebaliknya ketidak-baikan tidak 
selalu identik dengan kemiskinan, bagi orang beriman kekayaan adalah hal
 yang menuntut lahirnya syukur, dan kemiskinan menuntut sifat sabar.