Sumber
keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah secara garis besar dapat
dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu (1) pemerintah, baik pemerintah
pusat, daerah maupun kedua-duanya, yang bersifat umum atau khusus dan
diperuntukkan bagi kepentingan pendidikan; (2) orang tua atau peserta
didik; (3) masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan
dengan peneriman keuangan dari orang tua dan masyarakat ditegaskan dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional1989 bahwa karena keterbatasan
kemampuan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan, tanggung
jawab atas pemenuhan dana pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah,masyarakat dan orang tua. Adapun dimensi pengeluaran
meliputin biaya rutin dan biaya pembangunan.
Biaya
rutin adalah biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun, seperti
gaji pegawai (guru dan non guru), serta biaya operasional, biaya
pemeliharaan gedung, fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang-barang
habis pakai). Sementara biaya pembangunan, misalnya, biaya pembelian
atau pengembangan tanah, pembangunan gedung, perbaikan atau rehab
gedung, penambahan furnitur, serta biaya atau pengeluaran lain unutk
barang-barang yang tidak habis pakai. Dalam implementasi MBS, manajemen
komponen keuangan harus dilaksanakan dengan baik dan teliti mulai dari
tahap penyusunan anggaran, penggunaan, sampai pengawasan dan
pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar semua dana
sekolah benar-benar dimanfaatkan secara efektif, efisien, tidak ada
kebocoran-kebocoran, serta bebas dari penyakit korupsi, kolusi dan
nepotisme.
Komponen
utama manajemen keuangan meliputi, (1) prosedur anggaran; (2) prosedur
akuntansi keuangan; (3) pembelajaran, pergudangan dan prosedur
pendistribusian; (4) prosedur investasi; dan (5) prosedur pemeriksaan.
Dalam pelaksanaannya manajemen keuangan ini menagnut azas pemisahan
tugas antara fungsi otorisator, ordonator dan bendaharawan. Otorisator
adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang
mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah
pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran
atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah
ditetapkan. Adapun bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan
penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga
lainnya yang dapat dinilai dengan uang serta diwajibkan membuat
perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala
sekolah dalam hal ini, sebagi manajer, berfungsi sebagai otorisator,
dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun,
tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena berkewajiban
melakukan pengawasan kedalam. Bendaharawan, disamping mempunyai
fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk
menguji hak atas pembayaran.
2.1 MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
Setiap
unit kerja selalu berhubungan dengan masalah keuangan, demikian pula
sekolah. Persoalan yang menyangkut keuangan sekolah pada garis besarnya
berkisar pada: uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), uang
kesejahteraan personel dan gaji serta keuangan yang berhubungan langsung
dengan penyelenggaraan sekolah seperti perbaikan sarana dan sebagainya.
Di
bawah ini kami kemukakan beberapa instrumen (format-format) yang
mencerminkan adanya kegiatan manajemen keuangan sekolah tersebut.
A. Manajemen Pembayaran SPP
Dasar hukum penyusutan SPP adalah keputusan bersama tiga menteri yaitu:
- Menteri P&K (No.0257/K/1974)
- Menteri dalam negeri (No.221 Tahun 1974)
- Menteri keuangan (No. Kep. 1606/MK/II/1974) tertanggal: 20 Nopember 1974
SPP
dimaksudkan untuk membantu pembinaan pendidikan seperti yang
ditunjukkan pada pasal 12 keputusan tersebut yakni membantu
penyelengaraan sekolah, kesejahteraan personel, perbaikan sarana dan
kegiatan supervisi.
Yang dimaksud penyelenggaraan sekolah ialah:
- Pengadaan alat atau bahan manajemen
- Pengadaan alat atau bahan pelajaran
- Penyelenggaraan ulangan, evaluasi belajar, kartu pribadi, rapor dan STTB
- Pengadaan perpustakaan sekolah
- Prakarya dan pelajaran praktek
Selanjutnya
pada pasal 18 dinyatakan bahwa kedudukan kepala sekolah dalam
pengelolaan SPP adalah bendaharawan khusus yang bertanggungjawab dalam
penerimaan, penyetoran dan penggunaan dana yang telah ditentukan
terutama dan penyelenggaraan sekolah.
B. Manajemen keuangan yang berasal dari Negara (pemerintah)
Yang
dimaksud keuangan dari Negara ialah meliputi pembayaran gaji pegawai
atau guru dan belanja barang. untuk pertanggungjawaban uang tersebut
diperlukan beberapa format sebagi berikut:
a. Lager gaji (daftar permintaan gaji)
b. Buku catatan SPMU (Surat Perintah Mengambil Uang)
C. Manajemen keuangan yang berasal dari BP3
Badan
Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) bertugas memberikan
bantuannya dalam penyelenggaraan sekolah. Bantuan ini dapat berbentuk
uang tetapi mungkin pula dalam bentuk lain seperti usaha perbaikan
sekolah, pembangunan lokal baru, dan sebagainya
D. Lain-lain
Sudah
menjadi hal yang umum bahwa guru atau karyawan serin mempunyai sangkut
paut tersendiri dalam hal keuangan terutama gaji. Dalam hubungan ini
misalnya kegiatan arisan di sekolah koperasi antar guru dan lain-lain
Oleh
karenanya kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga wajib mengetahui
dengan jelas berapa gaji bersih yang diterima oleh anak buahnya, usaha
pembinaan kesejahteraan pegawai kiranya perlu diperhatikan data
tersebut.
2.2 MANAJEMEN KEUANGAN PONDOK PESANTREN
A. Rasional
Salah
satu bagian terpenting dalam manajemen pesantren adalah pengelolaan
keuangan, dalam suatu lembaga termasuk pesantren pengelolaan keuangan
sering menimbulkan permasalahan yang serius bila pengelolaanya kurang
baik. Di pasantren pengelolaan keuangan sebenarnya tidak begitu rumit,
sebab pesantren merupakan lembaga swadana yang tidak memerlukan
pertanggung jawaban keuangan yang terlalu pelik kepada penyandang
dananya. Namun demikian karena banyak juga dana yang bersumber dari
masyarakat untuk mendanai kegiatan di Pesantren, walaupun jumlahnya
relatif kecil hal itu perlu ada laporan atau penjelasan sederhana sesuai
dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan public kepada masyarakat
agar kredibilitas pesantren dimata masyarakat cukup tinggi, disinilah
perlunya pengelolaan keuangan dengan baik dan transparan dibudayakan
dilingkungan pesantren.
Pengelolaan
keuangan pesantren yang baik ini sebenarnya juga merupakan bagian dari
upaya melindungi personil pengelola pesantren (kyai, Ustadz/ Ustadzah
atau pengelola lainnya) terhadap pandangan yang kurang baik dari luar
pesantren. Selama ini banyak pesantren yang tidak memisahkan antara
harta kekayaan pesantren dengan individu, walaupun disadari bahwa
pembiayaan pesantren justru lebih banyak bersumber dari kekayaan
individu sebab sumber-sumber lain penopang pesantren kurang memadai.
Namun dalam rangka pengelolaan manajemen yang baik seyogyanya didalam
pemilahan antara harta kekayaan pesantren dengan individu, agar
kekurangan dan kelebihan pesantren dapat diketahui secara transparan
oleh pihak-pihak lain, termasuk orang tua santri.
B. Pengertian
Dalam
arti sempit, pengelolaan keuangan dapat diartikan sebagai tata
pembukuan. Dalam arti luas diartikan sebagai pengurusan dan pertanggung
jawaban, baik pemerintah pusat maupun daerah, dari penyandang dana, baik
individual maupun lembaga.
C. Prinsip-prinsip Pengelolaan Keuangan Pendidikan Pondok Pesantren
Penggunaan
anggaran dan keuangan, dari sumber manapun, apakah itu dari pemerintah
ataupun dari masyarakat perlu didasarkan prinsip-prinsip umum
pengelolaan keuangan sebagai berikut:
1. Hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan
2. terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/ kegiatan.
3. terbuka
dan transparan, dalam pengertian dari dan untuk apa keuangan lembaga
tersebut perlu dicatat dan dipertanggung jawabkan serta disertai bukti
penggunaannya.
4. sedapat mungkin menggunakan kemampuan/ hasil produksi dalam negeri sejauh hal ini dimungkinkan
D. Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Pondok Pesantren (RAPBPP)
Implementasi
prinsip-prinsip keuangan diatas pada pendidikan, khususnya dilingkungan
pondok pesantren dan keserasian antara pendidikan dalam keluarga, dalam
sekolah, pesantren dan dalam masyarakat, maka untuk sumber dana
sekolah, pesantren itu tidak hanya diperoleh dari anggaran dan fasilitas
dari pemerintah atau penyandang dana tetap saja, tetapi dari sumber dan
dari ketiga komponen diatas.
Untuk
itu dipesantren sebenarnya juga perlu dibentuk organisasi orang tua
santri yang implementasinya dilakukan denan membentuk komite atau
majelis pesantren. Komite atau majelis tersebut beranggotakan wakil wali
santri, tokoh masyarakat, pengelola, wakil pemerintah dan wakil
ilmuwan/ ulama diluar pesantren dan dapat juga memasukkan kalangan dunia
usaha dan industri.
Selanjutnya
pihak pesantren bersama komite atau majelis pesantren pada setiap awal
tahun anggaran perlu bersama-sama merumuskan RAPBPP sebagai acuan bagi
pengelola pesantren dalam melaksanakan manajemen keuangan yang baik:
1. Pengertian RAPBPP
Anggaran
adalah rencana yang diformulasikan dalam bentuk rupiah dalam jangka
waktu atau periode tertentu, serta alokasi sumber-sumber kepada setiap
bagian kegiatan. Anggaran memiliki peran penting didalam perencanaan,
pengendalian dan evaluasi kegiatan yang dilakukan pondok pesantren. Maka
seorang penanggung jawab program kegiatan dipesantren harus mencatat
anggaran serta melaporkan realisasinya sehingga dapat dibandingkan
selisih antara anggaran dengan pelaksanaan serta melakukan tindak lanjut
untuk perbaikan.
Ada dua bagian pokok anggaran yang harus diperhatikan dalam penyusunan RAPBPP, yaitu:
a. Rencana
sumber atau target penerimaan/ pendapatan dalam satu tahun yang
bersangkutan, termasuk didalamnya keuangan bersumber dari: a).kontribusi
santri, b).sumbangan dari individu atau organisasi, c).sumbangan dari
pemerintah, d).dari hasil usaha
b. Rencana
penggunaan keuangan dalam satu tahun yang bersangkutan, semua
penggunaan keuangan pesantren dalam satu tahun anggaran perlu
direncanakan dengan baik agar kehidupan pesantren dapat berjalan dengan
baik.
2. Langkah-langkah Penyusunan RAPBPP
Suatu
hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RAPBPP adalah harus
menerapkan prinsip anggaran berimbang, artinya rencana pendapatan dan
pengeluaran harus berimbang diupayakan tidak terjadi anggaran pendapatan
minus. Dengan anggaran berimbang tersebut maka kehidupan pesantren akan
menjadi solid dan benar-benar kokoh dalam hal keuangan, maka
sentralisasi pengelolaan keuangan perlu difokuskan pada bendaharawan
pesantren, dalam rangka untuk mempermudah pertanggung jawaban keuangan.
Maka penyusunannya hendaknya mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menginventarisasi rencana yang akan dilaksanakan
b) Menyusun rencana berdasarkan skala prioritas pelaksanaannya
c) Menentukan program kerja dan rincian program
d) Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program
e) Menghitung dana yang dibutuhkan
f) Menentukan sumber dana untuk membiayai rencana
Rencana
tersebut setelah dibahas dengan pengurus dan komite atau majelis
pesantren, maka selanjutnya ditetapkan sebagai anggaran pendapatan dan
belanja pondok pesantren (APBPP). Pada setiap anggaran yang disusun
perlu dijelaskan apakah rencana anggaran yang akan dilaksanakan
merupakan hal baru atau kelanjutan atas kegiatan yang telah dilaksanakan
dalam periode sebelumnya dengan menyebut sumber dana sebelumnya.
Dalam
setiap anggaran yang disusun untuk kegiatan-kegiatan dilingkungan
pondok pesantren, paling tidak harus memuat 6 hal atau informasi sebagai
berikut:
a) Informasi rencana kegiatan: sasaran, uraian rencana kegiatan, penanggung jawab, rencana baru atau lanjutan.
b) Uraian kegiatan program, program kerja, rincian program
c) Informasi kebutuhan: barang/ jasa yang dibutuhkan, volume kebutuhan
d) Data kebutuhan harga satuan, jumlah biaya yang dibutuhkan untuk seluruh volume kebutuhan
e) Jumlah
anggaran: jumlah anggaran untuk masing-masing rincian program, program,
rencana kegiatan, dan total anggaran untuk seluruh rencana kegiatan
f) Sumber dana: total sumber dana, masing-masing sumber dana yang mendukung pembiayaan program.
3. Realisasi APBPP
Dalam
pelaksanaan kegiatan, jumlah yang realisasikan bisa terjadi tidak sama
dengan rencana anggarannya, bisa kurang atau lebih dari jumlah yang
telah dianggarkan. Ini dapat terjadi karena beberapa sebab:
a. Adanya efisiensi atau inefisiensi pengeluaran
b. Terjadinya penghematan atau pemborosan
c. Pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan yang telah diprogramkan
d. Adanya perubahan harga yang tidak terantisipasi
e. Penyusunan anggaran yang kurang tepat
E. Pertanggung jawaban Keuangan Pondok Pesantren
Semua
pengeluaran keuangan pondok pesantren dari sumber manapun harus
dipertanggung jawabkan, hal tersebut merupakan bentuk transparansi dalam
pengelolaan keuangan. Namun demikian prinsip transparansi dan kejujuran
dalam pertanggung jawaban tersebut harus tetap dijunjung tinggi. Dalam
kaitan dengan pengelolaan keuangan tersebut, yang perlu diperhatikan
oleh bendaharawan adalah:
1. Pada
setiap akhir tahun anggaran, bendara harus membuat laporan keuangan
kepada komite/ majelis pesantren untuk dicocokkan dengan RAPBPP
2. laporan keuangan tersebut harus dilampiri bukti-bukti pengeluaran yang ada
3. kwitansi atau bukti-bukti pembelian atau bukti penerimaan dan bukti pengeluaran lain
4. neraca keuangan juga harus ditunjukkan untuk diperiksa oleh tim pertanggung jawaban keuangan dari komite pondok pesantren
selain
buku neraca keuangan yang erat hubungannya dengan pengelolaan keuangan,
ada juga beberapa buku lain yang penting bagi bendaharawan pondok
pesantren yaitu:
1. Buku kas umum
2. buku persekot uang muka
3. daftar potongan-potongan
4. daftar gaji/ honorarium
5. buku tabungan
6. buku iuran/ kontribusi santri (SPP/ infaq)
7. buku catatan lain-lain yang tidak termasuk diatas, seperti catatan pengeluaran insidentil
Buku-buku
tersebut perlu diadakan, agar manajemen keuangan dipondok pesantren
dapat berjalan dengan baik, transparan, memudahkan dilakukan pengawasan
terhadap penggunaan anggaran yang ditetapkan, serta tidak menimbulkan
kecurigaan atau fitnah.
2.3 MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA
Sebagaimana
halnya dengan organisasi dan kepegawaian, juga keuangan tersangkut
secara universal didalam administrasi seperti zat asam didalam udara.
Terdapat
dua buah aspek pada persoalan administrasi keuangan. Sebuah daripadanya
merupakan bidang keuangan Negara yang luas meliputi fungsi-fungsi
seperti perhitungan dan pemungutan pajak, pemeliharaan dana-dana,
pinjaman Negara dan ketatalaksanaan hutang Negara. Disini kami sedikit
mencoba mempelajari administrasi keuangan sebagai bagian dari
administrasi Negara.
Administrasi
keuangan berurusan dengan penyusunan anggaran belanja, pembukuan,
pemeriksaan pembukuan dan pembelian. Pokok soal ini adalah bagian dari
bidang yang lebih luas disebut keuangan Negara. Tetapi sekalipun
dipandang dari lingkungannya yang lebih sempit melalui pandangan
administrator sebagaimana telah dilakukan disini tersangkutlah masalah
kebijaksanaan. Administrator keuangan memiliki kekuasaan yang sangat
besar. Ia dapat mengetahui berapa harga setiap barang, apakah organisasi
berdaya guna, apakah pegawai-pegawai melakukan pekerjaan mereka
sebagaimana mestinya. Ia mengawasi gaji dan semua alat-alat material
yang harus dipergunakan dalam pekerjaan administrator lainnya. Oleh
karena itu mempersatukan fungsi keuangan dengan adaministrasi umum
tujuan pokok kepemimpinan tetapi tidak selalu mudah untuk dicapai.
Semua
unsur administrasi keuangan erat terjalin. Pembukuan adalah dasar
anggaran belanja, menentukan tersedianya dana penyertaan alasan
(accompany procurement) dan menimbang tindakan hukum apabila dilakukan
pemeriksaan pembukuan. Sebagai syarat utama kedaya gunaan suatu fungsi
ketatalaksanaan harus seragam diseluruh pemerintah, harus dibangun atas
dasar akrual (accrual basis) dan haruslah diperlengkap dengan pembukuan
biaya sebagai alat pengawas ketatalaksanaan di dalam mengukur hasil
pekerjaan. Dipihak lain pemeriksaan pembukuan bukanlah alat
ketatalaksanaan kecuali secara tidak langsung dapat dipergunakan untuk
memeriksa hasil-hasil. Oleh karena itu pemeriksaan pembukuan haruslah
menjadi tanggung jawab badan luar yang lepas dan pada pemerintah ia
harus memberikan laporan kepada badan perundang-undangan. Seterusnya
lagi suatu badan pemeriksaan yang wajar tidak merasa puas semata-mata
dengan persoalan-persoalan legalitet dan kejujuran; ia juga menunjukkan
bagaimana daya guna dan prosedur administrative dapat diperbaiki.
Pembelian
atau usaha memperoleh (procurement) adalah bagian yang luas dari fungsi
persediaan dan juga menimbulkan masalah kebijaksanaan yang penting.
Administrasi pembelian haruslah atas dasar cukup luas untuk mengambil
keuntungan dari potongan (reduksi) dan harga-harga borongan, menyimpan
pembukuan yang cukup dan memiliki daftar barang secara terperinci
berikut perkiraan harganya, mengusahakan penyimpanan yang memuaskan dan
fasilitas pengangkutan dan juga hendaknya cepat dan tidak kaku.