Era
Global saat ini sungguh syarat dengan berbagai persaingan yang begitu
ketat dari berbagai bidang didalamnya. Persaingan itu tidak lepas dari
semua unsur kebutuhan ummat manusia yang selalu berkembang setiap
detiknya. Disini sangatlah jelas harus adanya upaya reformasi untuk
sebuah perubahan yang dapat menjawab semua tantangan perkembangan era
global, terlebih bagi Indonesia wajib untuk melakukannya.
Era Glogal abad 21 ini sungguh memiliki banyak tantangan yang harus siap
dan sigap dilakukan oleh segenap umat manusia untuk bisa berbenah diri
dalam peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) didalamnya, termasuk pula
ada upaya meningkatan kualitas dan kuantitas ekonomi.
Sumber Daya Manusia (SDM) Dan Ekonominya Rakyat Indonesia
SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yakni
bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan
serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global yang selama ini kita
abaikan. Dalam kaitan tersebut setidaknya ada dua hal penting menyangkut
kondisi SDM Indonesia, yaitu:
1). Ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja.
2). Tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah.
Kedua
masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan kerja dan
rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor
ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan
sampai saat ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi
lulusan perguruan tinggi. Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja
lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Kesempatan kerja yang terbatas
bagi lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak
angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Menurut
catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas
angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
Fenomena
meningkatnya angka pengangguran sarjana seyogyanya perguruan tinggi
ikut bertanggungjawab. Fenomena penganguran sarjana merupakan kritik
bagi perguruan tinggi, karena ketidakmampuannya dalam menciptakan iklim
pendidikan yang mendukung kemampuan wirausaha mahasiswa.
Kenyataan
ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali
memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya alokasi APBN untuk
sektor pendidikan — tidak lebih dari 12% — pada peme-rintahan di era
reformasi. Ini menunjukkan bahwa belum ada perhatian serius dari
pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya
pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM
yang berkualitas.
Orang
tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak
pernah selesai. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan kenapa orang tidak
bekerja, yaitu hambatan kultural, kurikulum sekolah, dan pasar kerja.
Hambatan kultural yang dimaksud adalah menyangkut budaya dan etos kerja.
Sementara
yang menjadi masalah dari kurikulum sekolah adalah belum adanya standar
baku kurikulum pengajaran di sekolah yang mampu menciptakan dan
mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan oleh rendahnya kualitas
SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Ekonomi
abad ke-21, yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu
proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, di mana negara-negara di
seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi
dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi yang sudah
pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya
saing dalam dunia usaha.
Dalam
globalisasi yang menyangkut hubungan intraregional dan internasional
akan terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan
global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau
terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8),
Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Masalah
daya saing dalam pasar dunia yang semakin terbuka merupakan isu kunci
dan tantangan yang tidak ringan. Tanpa dibekali kemampuan dan keunggulan
saing yang tinggi niscaya produk suatu negara, termasuk produk
Indonesia, tidak akan mampu menembus pasar internasional.Dengan
demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu
mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang
telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara di sisi lain
Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan
globalisasi.
Dengan
begitu, seandainya bangsa Indonesia tidak bisa menyesuaikan terhadap
pelbagai kondisionalitas yang tercipta akibat globalisasi, maka yang
akan terjadi adalah adanya gejala menjual diri bangsa dengan hanya
mengandalkan sumberdaya alam yang tak terolah dan buruh yang murah.
Sehingga yang terjadi bukannya terselesaikannya masalah-masalah sosial
ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan ekonomi, tetapi
akan semakin menciptakan ketergantungan kepada negara maju karena utang
luar negeri yang semakin berlipat.
Dampak IPTEK Terhadap SDM Indonesia
Terkait
dengan kondisi sumber daya manusia Indonesia yaitu adanya ketimpangan
antara jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja
nasional pada krisis ekonomi tahun pertama (1998) sekitar 92,73 juta
orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada hanya sekitar 87,67
juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka (open
unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini
berjumlah sekitar 8 juta.
Kedua,
tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada masih relatif rendah.
Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih didominasi pendidikan
dasar yaitu sekitar 63,2 %. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa
ada kelangkaan kesempatan kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja
secara nasional di berbagai sektor ekonomi. Lesunya dunia usaha akibat
krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini mengakibatkan
rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi.
Sementara di sisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi
terus meningkat. Sampai dengan tahun 2000 ada sekitar 2,3 juta angkatan
kerja lulusan perguruan tinggi. Kesempatan kerja yang terbatas bagi
lulusan perguruan tinggi ini menimbulkan dampak semakin banyak angka
pengangguran sarjana di Indonesia.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Depdiknas angka pengangguran sarjana di Indonesia lebih dari 300.000 orang.
Masalah
SDM inilah yang menyebabkan proses pembangunan yang berjalan selama ini
kurang didukung oleh produktivitas tenaga kerja yang memadai. Itu
sebabnya keberhasilan pembangunan yang selama 32 tahun dibanggakan
dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7%, hanya berasal dari pemanfaatan
sumberdaya alam intensif (hutan, dan hasil tambang), arus modal asing
berupa pinjaman dan investasi langsung. Dengan demikian, bukan berasal
dari kemampuan manajerial dan produktivitas SDM yang tinggi.
Keterpurukan ekonomi nasional yang berkepanjangan hingga kini merupakan
bukti kegagalan pembangunan akibat dari rendahnya kualitas SDM.
Rendahnya SDM Indonesia diakibatkan kurangnya penguasaan IPTEK, karena
sikap mental dan penguasaan IPTEK yang dapat menjadi subyek atau pelaku
pembangunan yang handal. Dalam kerangka globalisasi, penyiapan
pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan kompetisi. Oleh
karena itu dimensi daya saing dalam SDM semakin menjadi faktor penting
sehingga upaya memacu kualitas SDM melalui pendidikan merupakan tuntutan
yang harus dikedepankan.
Salah
satu problem struktural yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah
bahwa pendidikan merupakan subordinasi dari pembangunan ekonomi. Pada
era sebelum reformasi pembangunan dengan pendekatan fisik begitu
dominan. Hal ini sejalan dengan kuatnya orientasi pertumbuhan ekonomi.
Sementara
itu pengaruh IPTEK terhadap peningkatan SDM Indonesia khususnya dalam
persaingan global dewasa ini meliputi berbagai aspek dan merubah segenap
tatanan masyarakat. Aspek-aspek yang dipengaruhi, adalah sebagai
berikut :
1. Dampak yang ditimbulkan oleh teknologi dalam era globalisasi.
Khususnya teknologi informasi dan komunikasi, sangat luas. Teknologi ini
dapat menghilangkan batas geografis pada tingkat negara maupun dunia.
2.
Aspek Ekonomi. Dengan adanya IPTEK, maka SDM Indonesia akan semakin
meningkat dengan pengetahuan-pengetahuan dari teknologi tersebut. Dengan
kemajuan SDM ini, tentunya secara tidak langsung akan mempengaruhi
peningkatan ekonomi di Indonesia. Berkaitan dengan pasar global dwasa
ini, tidaklah mungkin jika suatu negara dengan tingkat SDM rendah dapat
bersaing, untuk itulah penguasaan IPTEK sangat penting sekali untuk
dikuasai. Selain itu, tidak dipungkiri globalisasi telah menimbulkan
pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat di masa kini akibat pengaruh
negatif dari globalisasi.
3.Aspek
Sosial Budaya. Globalisasi juga menyentuh pada hal-hal yang mendasar
pada kehidupan manusia, antara lain adalah masalah Hak Asasi Manusia
(HAM), melestarikan lingkungan hidup serta berbagai hal yang menjanjikan
kemudahan hidup yang lebih nyaman, efisien dan security pribadi yang
menjangkau masa depan, karena didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dampak yang timbul diakibatkannya ikatan-ikatan
tradisional yang kaku, atau dianggap tidak atau kurang logis dan
membosankan. Akibat nyata yang timbul adalah timbulnya fenomena-fenomena
paradoksal yang muaranya cenderung dapat menggeser paham
kebangsaan/nasionalisme. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
meningkatnya tanggapan masyarakat atas kasus-kasus yang terjadi dinilai
dengan didasarkan norma-norma kemanusiaan atau norma-norma sosial yang
berlaku secara umum (Universal internasional).
Dari uraian diatas mengenai IPTEK dalam upaya peningkatan SDM Indonesia
di era globalisasi ini, sudah jelas bahwa dengan adanya IPTEK sudah
barang tentu menunjang sekali dalam kaitannya meningkatkan kualitas SDM
kita. Dengan meningkatnya kualitas SDM, maka Indonesia akan lebih siap
menghadapi era globalisasi dewasa ini.
Perlu
sekali diperhatikan, bahwasannya dengan adanya IPTEK dalam era
globalisasi ini, tidak dipungkiri juga akan menimbulkan dampak yang
negatif dari berbagai aspek, baik aspek ekonomi, budaya maupun imformasi
dan komunikasi, untuk itulah filtrasi sangat diperlukan sekali dalam
penyerapan IPTEK, sehingga dampak negatif IPTEK dalam upaya peningkatan
SDM dapat ditekan seminimal mungkin.