Guru
Agama dalam menjalankan tugasnya sebagai konselor/ pembimbing Agama
disamping perlu menyadari langkah-langkahnya dengan sumber ajaran Agama
juga dalam proses kounseling perlu memperhatikan perkembangan jiwa
keagamaan pada anak bimbing.
Oleh karena itu tugas pengamatan yang pertama-tama harus di lakukan oleh guru Agama saebagai kounselor
ialah pengamatan langsung pada situasi dan sikap Agama pada keluarga
serta lingkungan hidup anak bimbing yang selanjutnya dijadikan bahan
dasar pengartian di dalam melaksanakan tugas sesuai dengan metode mana
yang hendak dipakai dalam proses bimbingan dan konselingagama itu.
- Perkembangan Hidup Pada Anak Tingkat Sekolah Dasar.
a.
Pada usia 6 tahun penertiannya terhadap Agama menjadi makin kuat,
apalagi bilamana praktek ibadah selalu di berikan kepada mereka,
hubungan dengan tuhan sangat bersifat pribadi atau personal mereka,
senang berdoa dengan sepenuh hati.
b.
Usia 7 sampai 10 tahun mereka mulai memperoleh sikap yang lebih matang
terhadap aghama. Mereka lebih ingin mengetahui tentang tuhan dan banyak
mengajukan pertanyaan tentang hal tersebut.
Oleh
sementara ahli didik, periode usia inilah duianggap merupan masa- masa
peka terhadap penidikan agama, oleh karenanya sangat mudah untuk di pengaruhi oleh guru Agama.
c. Usia
10 sampai 12 tahun anak telah benar-benar dapat menghayati cerita serta
peristiwa- peristiwa yang mengandung kegiatan (spiritual) seperti
kematian dsb.
Dalam
periode inilah guru agama sebagai konselor dapat melakukan bimbingan
dan konseling melalui pendekatan situasional (kematian , bencana alam
dll).
Perasaan
itu perlu dikembangkan melalui partisipasi dalam kegiatan keagamaan
seperti sembahyang berjamah, panitia hari besar agama serta organisasi
dan kegiatan- kegiatan keagamaan lainnya.
- Perkembangn Hidup Keagamaan Pada Anak Tingkat SLTP.
Anak
pada tingkat pendidikan sltp telah memasuki masa pubertas yang oleh
para ahli psikologi di anggap masa usia dimana peasaamn keagamaan mul;ai
terbentuk dalam pribadinya. Masa pubertas tersebut dialami oleh mereka
sebagai permulaan timbulnya kegoncangan batin yang sangat memerlukan
tempat perlindungan jiwa, yang mampu memberikan pengarahan positif dalam
perkembangan hidup selanjutnya.
Kekosongan
batin dalam kegoncangan jiwa sangat terbuka kepada pengaruh nilai-
nilai keagamaan yang di bimbing oleh konselor yang me3njadikan dirinya
sebagai pelindung atau penyelamat baginya.
- Perkembangan Keagamaan Pada Anak Tingkat SLTA
Demikian
pula pada anak tingkat pendidikan SLTA sering terjadi konflik batin
yang tidak mereka ketahui jalan keluarnya, dan konflik demekian
memerlukan bantuan pencerahan atau penyelesaian dari konselor yang
meletakkan dirinya sebagai petunjuk jalan keluar.
Penyaluran
nafsu-nafsu yang berejolak dalam pribadi mereka perlu diarahkan kepada
kegiatan-kegiatan yang bersifat sublimatif sepeti kegiatan olahraga,
seni budaya dan organisasi yang terkendalikan.
METODE BIMBINGAN DAN KONSELING YANG DAPAT DITERAPKAN DALAM KEAGAMAAN
Para pembimbing keagamaan memerlukan beberapa metode yang dapat menghampiri sasaran tugasnya antara lain:
- Metode Interview (wawancara)
Interview adalah suatu metode untuk mendapatkan data dengan mengadakan wawancara secara langsung.
- Metode kelompok
Yaitu metode yang diakukan diluar kelas atau jam pelajaran yang meliputi
karya wisata, diskusi kelompok, osis, dan sosio drama. Dengan
menggunakan kelompok, pembimbing dapat menggembangkan sikap sosial
(relasi sosial)
- Metode Non Directif (Tidak Mengarahkan)
Dalam
metode ini terdapat dasar pandangan bahwa klient sebagai mahluk yang
bulat yang memilii kemampuan berkembang sendiri dan sebagai pencari
kemantapan diri sendiri.
Dr.
Willam E. Hulme metode ini sangat cocok di gunakan oleh penyuluh Agama,
karena kondelor akan lebih memahami kenyataan penderitaaan klient yang
biasanya bersumber pada perasaan dosa yang banyak menimbulkan perasaan
cemas, konflik kejiwaan dan gangguan jiwa lainya.
- Metode directive conseling
Directive
conseling merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana, karena
counselor dapat secara langsung memberikan jawaban terhadap problem yang
o;eh klient disadari menjadi sumber kecemasannya.
- Metode educatif (pencerahan)
Metode
educatif adalah pemberian pencerahan terhadap unsur-unsur kejiwaan yang
menjadi sumber konflik seseorrang dan selanjutnya koonselor
menganaliisa fakta kejiwaan klient untuk penyembuuan.
Dalam
hubungan dengan penggunaan metode tersebut di atas guru agama sebagai
orang yang hrus melakukan bimbingan dan konseling dalam agama perlun
juga menjiwai langkah- langkahnya dengan sumber – sumber petunjuk aghama
misalnya :
“Maka
di sebabkan Rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka dan
bermusyawarqahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabbila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allaah menyukai mereka bertawakkal kepadanya.. ( Qs Ali imron 159)”
Disamping
itu prinsip pendekatan yang telah diajarkan nabi kepada Abbu musa Al-
Asyaary dan Muadz bin–Jabal ketika hendak beerangkat ke Yaman untuk
menunaikan misi khusus :
“‘Permudahlah
jangan mempersukar dan gembiralah ( bbbesarkan jiwanya) dan jangaan
melakukan tindakan yang menyebbabbbkan mereka lari pada-Mu” (Al
Haditst).
GURU AGAMA SEBAGAI PENDIDIK DAN PEMBIMBING
Tugas
dan fungsi guru dalam proses kependidikan disekolah (Madrasah) tidak
hanya sebagai pengajar ilmu pengetahuan semata-mata melainkan juga
betugas sebagai pendidik dan pembimbing atau konselor.
Menurut
beberapa ahli bahwa bimbingan dan pendidikan tidak dapat dipisahkan
dalam proses, terutama yang berkegiatan dalam rangka mencapai tujuan
hidupnya.
Pada
umumnya para ahli memandang bahwa konselor agama menempuh berbagai
jalan atau cara yang lebih sulit dari pada menjadi konselor dibidang
lain yang non agama; karena konselor agama harus memiliki beberapa
persyaratan khusus, antara lain kematangan jiwa dan keimanan yang
tangguh serta berkemampuan menjadi uswatun hasanah (contoh teladan)
sesuai norma-norma ajaran agamanya, baik dilingkungan sekolah naupun
diluar sekolah.
Di
lihat dari segi missioner, jabatan guru agama dapat dikatakan sebagai
reeping (panggilan tuhan) untuk berbakti kepada tuhan dengan fungsinya
yang amat penting bagi pembinaan iman melalui proses kependidikan
individual manusia.
Dalam
pandangan islam, seseorang iman atau ulama secara built-in (melekat),
juga di pandang oleh para pengikutnya, selain sebagai guru agama dan
pendidik juga sebagai penyuluh atau konselor agama yang tugasnya menjadi
guru penerang, pemberi, petunjuk jalan arah kebenaran, juru pengingat,
juru penghibur hati duka, serta muballig yang perilaku sehari-harinya
mencerminkan uswatun hasanah di tengah ummatnya. Sebagaimana halnya
fungsi nabi Muhammad SAW yang di utus menjadi mu’allim (guru) dan
pendidik akhlak al-karimah. Sebagaimana sabda beliau yang artinya: “aku
diutus untuk menjadi guru” dan sabdanya lagi:”‘ saya diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mullia“
PROGRAM KHUSUS BIMBINGAN AGAMA BAGI PENANGGULANGAN KENAKALAN REMAJA
- Kenakalan Remaja Sebagai Suatu Problema.
Dalam melihat masslah ini kita perlu membedakan manakah yang kita kategorikan kenakalan dengan bukan kenakalan.
Kenakalan
remaja adalah tingkah laku atau perbuatan yang berlawanan dengan
hokum-hukum yang berlaku yang dilakukan oleh anak-anak dari antara umur
10 tahun sampai dengan 18 tahun. Perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak
dibawah usia 10 tahun dan diatas 18 tahun dengan sendirinya tidak di
kategorikan dalam apa yang kita sebut “kenakalan”
Tingkah laku anak remaja yang dipandang kenakalan karena
a. Mengangu tertib sosial dan hokum
b. Merugikan perkembangan generasi muda itu sendiri
c. Menggangu jalanya perkembangan sosial paedegogis, ekonomi, dan kebudayaan dan sebagainya
- Faktor- faktor yang Mengakibatkan Kenakalan Remaja
a. Faktor lingkungan
1. Keadaan ekonomi masyrakat
2. Masa daerah peralihan
3. Keretakan hidup keluarga
4. Praktek mengasuh anak
5. Pengaruh teman sebaya
6. Pengaruh pelaksanaan hokum (kurang dapat di pertanggung jawabkan)
b. Faktor Kepribadian
1. Penyakit syraf
2. Dorongan nafsu
3. Penilaian yang tidak tepat kepada diri sendiri dan orang lain (buta moral)
4. Pandangan terhadap diri sendiri yang negatif.
dalam
hubungannya dengan kkenakalan remaja yang telah di uraikan diatas maka
pendidik agama sebagai konselor di samping perlu memahami berbagai
faktor penyebabnya perlu pula mengambil langkah-langkkah prreventif
(mencegah) dan kuratif (mengobati) yang meliiputi prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Di lingkungan sekolah hendaknya bekerja sama dengan guru d bidang lain
2. Berusaha
membina kerjasama dengan Biro konsultasi remaja yang ada, dan pejabat
peradilan anak atau kepolisian bidang pengawasan anak.
3. Bila
mana terjadi kenakalan didalam limgkungan tanggung jawabnya, maka
berusahalah melakukan pendekatan kepada remaja yang bersangkutan.
4. Hendaknya mempolakan rencana program pencegahan dilingkungan sekolah dengan kegiatan diskusi.
5. Berusaha membina hubungan kkerja sama dengan orang tua murid yang sebaik-baiknya.
6. Dalam rangka pencegahan, hendaknya konselor agama berusaha mengisi acaara koonseling di pusat-pusat kegiatan remaja. Misal: karang taruna dalam organisasi remaja.
7. Berusaha menghindarkan remaja dari pengaruh mass media yang mengandung unsur mmerusak moral. Missal: majalah porno.
Akan
tetapi yang penting perlu diingat konselor agama senantiasa menanamkan
pengeertian kepada remaja bahhwa kaum reemajapun dapat beriman yang
teguh dan beraagama yang taat, sebagaimana dilukiskan oleh allah dalam
firmannya tentang pemuda al-kahfi:
Artinya: “Sesungguhnya meereka adalah kaum remaja yang teguh beriman dan aku tambah kepada mereka petunjuk. (QS Al-kahfi:13).